
Tak terasa akhir pekan tiba juga. Pagi sebelum malam pesta dansa dan seperti biasanya aku telah berada di dapur sebelum semua orang, menyiapkan sarapan.
Aku merasa perlu membantu pekerjaan para wanita lain karena mereka akan sibuk dengan persiapan pesta malam ini.
Aku selesai menata piring dan mangkuk yang berisi dengan kentang goreng, telur, bacon, sosis, panekuk dan wafel, dan buah-buahan segar di tengah meja ruang makan, dan kembali ke dapur untuk mengambil jus apel, kopi, dan teko air.
Bau makanannya sangat lezat dan aku bersemangat ketika semua orang mulai bergabung sehingga aku bisa ikut makan.
Alpha Ben dan Alpha Alex adalah orang pertama yang sampai di meja makan, dan Ben langsung berterima kasih atas makanan yang telah aku persiapkan. Dia duduk dan memberi isyarat agar aku bergabung di sebelahnya, di seberang Alex.
Aku langsung mengangguk tanpa membuang waktu, aku sudah kelaparan. Aku menawarkan Alpha Ben secangkir kopi dan menuangkannya dengan hati-hati agar tidak tumpah. Mataku bertemu dengan mata Alex.
"Kopi?" Aku bertanya kepadanya. Dia tampak terkejut bahwa aku masih ingin menawarkannya kopi mengingat situasi terakhir kami tidak terlalu enak. Dia setuju, berterima kasih kepadaku dengan lembut.
Aku mengisi piringku dengan makanan dan mulai makan tanpa bersuara saat kedua alpha itu tampak asyik berbicara.
“Alex, aku ingin kau terus mencari jodohmu malam ini, dan pastikan kau memberikan Evelyn sinyal jika kau melihat pria mana pun yang memenuhi standar agar dia juga bisa menemukan jodohnya malam ini.
“Kita akan kedatangan beberapa kawanan dari wilayah lain malam ini dan aku ingin semuanya berjalan lancar.”
Alex menatap mataku sebentar sebelum bertanya, “Mengapa aku harus repot-repot mengarahkan laki-laki kepadanya? Tidakkah mereka bisa mencium jodoh mereka sendiri ketika sedang berdekatan, dan setelah melihatnya, aku yakin mereka akan tahu jika dia jodohnya atau bukan?”
Aku terkejut bahwa Alpha Ben tidak memberi tahu Alex sedikit informasi tentangku, tetapi di sisi lain aku cukup lega. Karena aku tidak seperti wanita kebanyakan.
Sialan, aku serigala yang lebih baik daripada setengah wanita dalam kawanan ini. Aku bisa memasak, bisa bertarung, bisa mengendalikan diri.
Satu-satunya hal yang paling menyebalkan adalah aku harus menyentuh orang asing untuk memastikan kalau mereka bukan jodohku.
Alex tiba-tiba gugup. “Tentu saja aku sudah mencari tahu, Ayah. Aku tidak ingat kalau ada pengecualian tentang Nn. Evelyn.”
Ben mengernyitkan alisnya bingung, bergumam pasti ada sebuah kesalahan karena dia sudah sengaja meletakkan file-ku di atas tumpukan file lainnya ketika dia menyerahkannya kepada Alex.
Aku tidak terlalu menghiraukan dan lanjut makan dengan tenang, berharap percakapan ini segera selesai agar aku bisa pergi.
“Alex, apakah ada orang lain yang masuk ke kantormu? Mungkin seseorang mengambil file itu,” saran Ben.
Ini tentu saja menarik perhatianku karena mereka sedang membicarakan aku, tetapi gagasan bahwa seseorang ingin mencuri file informasiku—itu tidak masuk akal.
“Siapa yang mau mengambil file-ku? Alpha Ben, maksudku bukannya kurang ajar, tapi mana ada yang orang mau mengambil file-ku.”
Alpha Ben memiringkan kepalanya sambil berpikir saat Alex akhirnya angkat bicara. “Satu-satunya orang yang pernah berada di kantorku adalah Tessa. Dan dia hanya pernah ke sana sekali.”
Aku mendengus. Nah, jika ada yang mencuri file-ku, pasti Tessa. Dia mungkin menyembunyikannya atau semacamnya, tetapi pertanyaannya adalah mengapa? Alex menatapku penuh tanya, seolah meminta penjelasan atas jawabanku.
“Jika ada yang mengambilnya, pasti dia. Dia mungkin membakarnya atau semacamnya, jadi kemungkinannya kecil untuk mengembalikan file itu.”
Alpha Ben mengangguk setuju dan akan mengatakan sesuatu ketika aku berdiri. Piringku akhirnya kosong ketika beberapa anggota kawanan lainnya bergabung, mulai mengisi piring mereka sendiri dengan semua menu sarapan.
Aku menganggukkan kepalaku sebagai bentuk hormat sebelum pergi.
Malamnya, aku bersiap-siap untuk menghadiri pesta dansa. Aku mengeriting rambutku dengan gaya ikal tipis dan membuat riasan smoky eye dengan lipstik merah tua untuk melengkapi gaun yang kukenakan.
Aku menambahkan perhiasan anting-anting warna perak dan akhirnya mengenakan gaunku, yang kupadukan dengan sepatu hitam. Aku hampir tidak pernah memakai sepatu hak tinggi, tetapi setiap kali memakainya, aku selalu merasa seperti wanita super, rasanya bisa menguasai dunia.
Aku dengan lembut mengambil topeng itu, menariknya dengan hati-hati, sebelum memeriksa jam. Baiklah, pesta dansa sudah resmi dimulai dan aku sedikit terlambat. Aku yakin tidak akan ada yang memperhatikan.
Berjalan ke bawah, aku memasuki area ballroom dan terkejut melihat begitu banyak orang yang hadir di sini.
Aku dapat mengenali Julian dengan mudah, setidaknya bagiku. Aku menyelinap di belakangnya dan meraihnya dari samping hingga dia terkejut. Begitu dia berputar menghadapku, rahangnya turun.
"Eve, kau terlihat menakjubkan!" Dia memberiku pelukan singkat sebelum serigala betina mungil yang berada di sampingnya mulai menggeram.
Dia tersenyum dan melingkarkan lengannya di pinggang serigala betina itu. “Eve, aku ingin kau bertemu dengan jodohku, Fay. Fay, ini sepupuku, Evelyn.”
Mulutku menganga kaget, tapi aku segera menenangkan diri dan kemudian memeluknya. “Aku sangat senang bertemu denganmu, Fay! Kapan kalian bertemu?”
Fay tersipu sebelum kembali ke pelukan Julian.
“Baru beberapa saat yang lalu. Aku merencanakan acara ini—aku berasal dari kawanan Alpha Trent. Begitu menginjakkan kaki di ruang dansa ini, Julian menemukanku.”
"Aww," aku membujuk dan mencubit pipi Julian. "Adikku sekarang sudah dewasa!" Dia menepis tanganku saat Fay menerima pesan yang membuatnya mengerang.
"Sialan. Vokalis band yang aku sewa sekarang lagi muntah di kamar mandi. Apa yang harus aku lakukan sekarang?”
Fay melihat sekeliling dengan panik, melihat sekilas ke arah Alpha Ben, Alpha Alex, dan Alpha Trent yang sedang berdiri dengan beta mereka, berbicara dengan santai.
Tessa sedang berdiri dengan lengannya yang melingkari tangan Alex dan aku hanya bisa menoleh ke arah lain.
Aku bisa melihat kekhawatiran di balik mata Julian karena Fay sedang panik, yang membuatku sedikit terkikik. Matanya melirik ke arahku, sebelum dia tersenyum lebar.
Kau pasti tahu, ketika seseorang tersenyum ke arahmu meminta pertolongan dan kau tak akan mampu untuk menolaknya? Ya, senyuman itu.
Aku mengerang, menggelengkan kepalaku, tahu benar apa yang dia inginkan dariku. “Tidak, Julian. Aku serius, aku tidak akan melakukannya.”
Fay menatap kami penasaran sebelum Julian memberitahunya bahwa aku bisa bernyanyi. Dia melompat dengan riang.
"YA TUHAN. Tolong, Evelyn! Aku akan berutang budi kepadamu! Tolong, tolong, tolong!" Dia menarik-narik tanganku sambil meminta tolong, memberiku tatapan memelas terbaiknya.
Aku meninggalkan mereka untuk mencari personel band lainnya untuk melihat apakah mereka tahu lagu yang ingin aku nyanyikan.