
Hal mengerikan pun terjadi.
Taringku keluar dari mulutku saat aku menggeram kepada Natalia.
Cakarku siap mencabik dagingnya.
Yang kurasakan hanyalah kemarahan.
Pada awalnya, serigalaku secara naluriah ingin melawan Natalia untuk Xavier. Bagaimanapun, dia adalah jodoh yang ditakdirkan untukku. Natalia hanya penipu.
Namun, sekarang aku bahkan hampir tidak bisa merasakan serigalaku. Sesuatu yang lain telah mengambil alih. Sebuah kemarahan buta.
Aku tidak bisa mengendalikan tubuhku sendiri. Aku hanya mengikuti.
Sesuatu jauh di dalam diriku ingin menyakiti Natalia dan aku tidak bisa menghentikannya. Aku bahkan tidak mengerti dari mana asalnya.
Xavier berdiri di depan Natalia, menghalanginya dariku, tapi aku tidak bisa dihentikan.
Aku mendengar jeritan dan teriakan, dari pasukanku, bahkan mungkin ayahku, tetapi semuanya teredam. Aku hanya fokus pada satu hal.
Kakiku mulai bergerak dengan sendirinya saat aku menyerang Natalia. Xavier mengayunkan cakarnya ke arahku, tapi aku menghindarinya dan berputar di belakang.
Berjongkok dengan posisi merangkak, aku merasa diriku mulai berubah wujud lebih jauh. Bercak bulu tumbuh dari kulitku. Tulangku retak.
Air liur menetes dari lidahku saat aku melihat targetku yang ketakutan. Semua orang lainnya tampak samar.
Aku maju ke depan, menerkam Natalia, tetapi cakar Xavier mencengkeram tulang rusukku di udara. Aku terpental ke belakang dan menghantam tanah dengan keras, memegangi lukaku.
Saat Xavier berjalan ke arahku, dia terlihat sangat marah. Meskipun dia seharusnya menjadi jodohku, tetapi tidak ada keinginan akan hal itu di matanya.
Aku menggeram dan melolong di tanah seperti binatang buas saat tubuhku melawan diriku sendiri dalam keadaan setengah berubah wujud.
Hal terakhir yang kuingat adalah jodohku, mengangkat tinjunya dan menghantamkannya ke kepalaku.
Bangun di sel bukanlah bayanganku untuk memulai tahun baru. Ini bukan kepulangan yang kuharapkan.
Seharusnya aku minum cokelat panas dengan keluargaku. Seharusnya aku meringkuk di depan perapian dengan jodohku.
Sebaliknya, aku dibelenggu oleh rantai perak di penjara bawah tanah.
Rantai ini langsung mengingatkanku pada saat aku berada dengan para pemburu. Aku mencoba untuk menekannya, tetapi dalam sekejap ingatan itu kembali datang membanjiri pikiranku.
Perak membakar pergelangan tangan dan pergelangan kakiku saat aku berjuang melawan kekanganku.
Sisi serigalaku melolong di dalam diriku dan itu membuatku ingin berteriak.
Sepertinya kemampuan penyembuhanku sudah tidak bekerja lagi.
Aku masih tidak mengerti cara kerjanya, tetapi jelas bahwa itu bersyarat.
Terakhir kali lukaku tidak segera sembuh, adalah saat aku membunuh semua pemburu itu. Kali ini, aku telah mencoba menyakiti Natalia.
Aku tidak dapat memikirkan ini sekarang. Kepalaku berdenyut-denyut dan pinggangku masih terluka karena Xavier mencakarku.
Kejadian semalam masih samar, tapi aku tahu bahwa aku mencoba menyerang Natalia. Meskipun dia menyebalkan, dia tetaplah adikku.
Aku tidak tahu mengapa aku melakukannya. Aku hanya tahu bahwa aku tidak bisa mengendalikan diri.
Aku bertanya-tanya, apakah ini perbuatan para pemburu…
Apa yang mereka lakukan kepadaku dengan semua eksperimen itu? Curt selalu bilang aku adalah spesimen terbaiknya.
Mungkin mereka menciptakan monster…dan monster itu adalah aku.
Lenganku mulai mati rasa karena posisi menggantung yang tidak nyaman. Aku sudah berada di sini sepanjang malam dan tidak ada yang datang untuk mengunjungiku.
Apa yang dipikirkan kawanan setelah melihatku mengamuk? Aku bertanya-tanya seperti apa nasibku nanti.
Tiba-tiba aku teringat Selene memberitahuku bahwa kakaknya, Fate, mengganggu rencana Selene sebelumnya. Aku penasaran, apakah semua ini perbuatannya?
Semua ini terasa seperti lelucon gila.
Aku mendengar derit pintu selku terbuka di puncak tangga. Mungkin Xavier datang untuk mengeksekusiku, jodohnya.
Sebaliknya, aku melihat Ayah berlari menuruni tangga dan mataku berkaca-kaca. Dia memelukku, menahan air matanya.
“Ayah, jangan…peraknya. Kau akan terbakar,” kataku, menahan isak tangis.
"Aku tidak peduli," katanya, seraya membelai rambutku. “Prajurit kecilku…maafkan Ayah. Ayah tidak tahan melihatmu seperti ini.”
“Apa yang akan terjadi kepadaku?” Aku bertanya. "Apakah Xavier mengatakan sesuatu?"
"Ayah sudah berdebat untuk membelamu," katanya saat mata kuningnya menatap mataku.
“Kau baru saja mengetahui jodohmu, dan sisi serigalamu secara naluriah mencoba mengeklaim jodohnya itu. Semua orang bisa memahami itu. Itu reaksi defensif normal untuk serigala betina.”
Aku tahu bahwa tindakanku lebih dari itu, dan kurasa Ayah juga tahu. Reaksiku saat itu sama sekali tidak normal. Aku senang Ayah membelaku.
"Bagaimana kabar Natalia?" tanyaku, tiba-tiba aku merasa bersalah.
“Ibumu sedang merawatnya. Dia terguncang, tapi dia baik-baik saja dan begitu juga janinnya.”
"Ayah, mengapa ini terjadi?" Aku bertanya seraya menangis. “Aku tidak menginginkan semua ini. Aku hanya ingin pulang.”
"Ayah tahu, prajurit kecil, Ayah tahu," katanya, mencium keningku. "Ayah mencintaimu. Jangan putus asa. Semuanya akan baik-baik saja."
Terlepas dari kata-katanya yang menghibur, ekspresi sedih di wajah ayahku tidak memberiku banyak harapan.
Ayah berhasil membuat Xavier menyetujui rapat kawanan, di mana dia akan mengumumkan hukumanku.
Aku tahu tidak akan bebas begitu saja, tetapi karena aku jodohnya, mungkin itu akan mengurangi hukumanku.
Amy mengizinkanku datang untuk mandi di rumahnya dan bersiap menghadapi persidangan. Wajahnya terlihat bengkak dan merah, seperti habis menangis semalaman.
“Aku tidak bisa kehilangan kau lagi,” katanya, saat aku mengenakan kaus dan jins baru. "Kau baru saja kembali."
"Apa pun yang terjadi, kau takkan pernah kehilangan aku," kataku, duduk di sampingnya, di tempat tidur. “Kau akan selalu menjadi sahabat terbaikku.”
Mungkin Dewi benar-benar memberiku sedikit kekuatan.
"Kurasa Xavier atau Natalia tidak akan menganggapnya seperti itu," kataku, merosot di tempat tidur dan menatap langit-langit.
“Akulah yang dianggap penyusup, bukan dia. Semua orang mungkin berharap aku tetap bersama para pemburu.”
“Jangan bilang begitu!” Amy berteriak, memukulku dengan tangannya. “Kau sudah melalui begitu banyak hal. Semua orang tahu itu. Xavier harus mempertimbangkan itu.”
Aku mendengar ketukan lembut di pintu, saat James membukanya dan masuk. Aku setengah mengira dia akan merantaiku, tapi dia malah memberiku pelukan erat.
"Aku mengajukan diri untuk mengantarmu ke pengadilan," katanya, akhirnya melepaskan pelukannya. “Ini sangat kacau. Namun, ketahuilah bahwa seluruh tim mendukungmu, sepenuhnya.”
Aku tersentuh dengan kata-kata James. Mungkin masih ada beberapa orang yang masih berjuang untukku.
"Apakah kau siap?" dia bertanya dengan ragu-ragu.
Aku menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. "Mari lakukan."
Aku tidak tahu apa yang Fate atau Selene siapkan untukku, tapi aku segera tahu.
Aku mengangkat kepalaku tinggi-tinggi saat kerumunan itu terpencar dan aku berjalan menuju Xavier dan Natalia yang berada di depan kawanan. Natalia dikelilingi oleh beberapa penjaga, yang menurutku wajar.
Ayah berdiri di samping ibuku, meskipun Ibu menolak untuk menatapku.
Saat aku berhenti di depan Xavier, mataku terus menatap matanya. Aku tidak peduli walau dia jodoh atau Alphaku; aku tidak akan bersikap seperti budak yang penurut.
Tim lamaku berdiri dengan muram di belakang Xavier, bersama para prajurit lainnya, dan James memberikanku senyuman yang membesarkan hati.
Geraman pelan keluar dari bibir Xavier saat dia berbicara. "Ariel Thomas, kau berdiri di sini, di depan Alpha dan kawananmu, untuk bertanggung jawab atas kejahatanmu."
Tidak ada emosi dalam suara jodohku itu. Jodohku atau bukan, dia sama sekali tidak memiliki cinta untukku.
"Kau telah menyerang Luna-mu, yang sedang mengandung anakku," kata Xavier dingin.
“Namun, ini bisa dikaitkan dengan naluri serigalamu dalam mengeklaim jodohmu. Wajar bagi serigala betina untuk mengeklaim apa yang menjadi milik mereka, seperti yang ditentukan oleh Dewi.”
Aku merasakan gelombang kelegaan yang luar biasa. Mungkin Xavier benar-benar peduli kepadaku dalam beberapa hal?
"Namun, aku bukan milikmu," katanya, menyipitkan mata ke arahku.
Rasa legaku langsung berubah menjadi ketakutan.
"Aku menolakmu sebagai jodoh dan Luna-ku," katanya dingin, tidak ada sedikit pun keraguan dalam suaranya.
Rasa sakit yang hebat menjalar ke seluruh tubuhku dan aku melolong saat kakiku terasa lunglai dan aku terjatuh ke tanah.
Natalia menyeringai kepadaku, senang melihatku berada di titik terendahku. Syukurlah aku tidak harus melihat seringai itu berlama-lama, karena penglihatanku mulai kabur.
“Dengan ini, kau diusir dari Kawanan Bulan Sabit, selamanya. Jika kau kembali, maka kau akan mati.” Suara Xavier terdengar jauh dan teredam.
Aku telah disiksa dan diuji selama dua tahun, tetapi aku tidak pernah merasakan sakit seperti yang kurasakan sekarang.
Jantungku seperti baru saja dicabut dari dadaku.
Ikatan jodohku putus.