Galatea logo
Galatea logobyInkitt logo
Get Unlimited Access
Categories
Log in
  • Home
  • Categories
  • Log in
  • Get Unlimited Access
  • Support
Galatea Logo
Support
Werewolves
Mafia
Billionaires
Bully Romance
Slow Burn
Enemies to Lovers
Paranormal & Fantasy
Spicy
Dark
Sports
College
See All Categories
Rated 4.6 on the App Store
Terms of ServicePrivacyImprint
/images/icons/facebook.svg/images/icons/instagram.svg/images/icons/tiktok.svg
Cover image for Kesalahan Indah

Kesalahan Indah

Keesokan Paginya 🌶️ ️

KYLA

Tubuhnya terpahat layaknya patung, setiap ototnya terlihat kekar saat dia melepas bajunya dan mendekat untuk mencumbuku. Aku tidak bisa menahan tanganku untuk menyentuh setiap lekukan otot perutnya.

Dia mengulurkan tangan dan membuka ritsleting gaunku, membiarkannya jatuh ke lantai. Satu tangannya memegang kepalaku, ibu jarinya mengusap pipiku. Sisi lainnya dengan lihai membuka bra yang aku kenakan.

Aku duduk di tempat tidur dan menariknya ke arahku, merasakan kehangatan tubuh kami yang saling bersentuhan. Aku bisa merasakan bibirnya melayang-layang di atas kulitku, janggutnya agak sedikit menggelitik.

Setelah 3 bulan tidak berhubungan seks, kemaluanku sudah sangat basah. Dia bisa merasakannya dan kemudian melucuti celana dalamku.

Aku merasakan tonjolan di kakiku dan tidak sabar. Aku melepaskan celana dalamnya, menarik penisnya yang sudah keras, dan—

***

Alarm otomatis di ponselku tiba-tiba berbunyi dengan lantang, yang sontak membangunkanku dari mimpi indahku. Ini hari Minggu, tetapi aku pasti lupa mematikannya.

Mimpi itu masih terngiang dengan sangat jelas…terlalu jelas. Kepalaku berdenyut-denyut. Sepertinya aku minum lebih banyak dari yang kukira.

Aku tidak ingat apa yang sebenarnya terjadi tadi malam?

Aku berguling ke arah alarm untuk mematikannya sambil mengerang, baru kemudian tersadar kalau aku tidak berada di tempat tidurku. Kasur ini terlalu…empuk.

Mataku terbuka lebar karena melihat sinar matahari yang menyoroti bagian atas gedung apartemen terindah yang pernah aku tempati. Aku bekerja di sebuah hotel sebelumnya—dan tentunya pernah melihat kamar presidential suite yang mewah.

Ruangannya memiliki gaya terbuka dan sangat luas, lemarinya terbuat dari kayu mahoni gelap yang diukir secara khusus, dan ada TV seukuran mobil yang dipasang di dinding.

Ruangan ini sangat bersih, kecuali dua set pakaian milikku yang tergeletak dengan tidak rapi.

Milikku.

Dan miliknya.

Apa aku benar-benar sudah tidur dengan orang asing?

Dan hal itu terjadi setelah aku secara gamblang berjanji kepada diriku sendiri kalau aku tidak akan pernah melakukan hal itu.

Bayangan itu membuatku tidak bisa berpikir jernih. Orang asing telah melihatku telanjang!

Dia menyisirkan lidahnya di setiap inci tubuhku!

Ketika memeriksa ponselku, aku bisa melihat teman-temanku sudah mengirimkanku pesan berantai.

Coleen
Kyla, apa yang terjadi dengan Tn. IDAMAN?
Marie
Apakah pantatnya seindah yang kita bayangkan?
Marie
🍑
Megan
Kok ada yang diam.
Rose
Dia lagi sibuk menggerayangi
Rose
👅 🍆
Megan
Tidak ada kabar artinya kabar baik 😜

Aku meletakkan ponselku sambil tersenyum girang.

Aku telah memainkan permainan itu. Dan aku yang menang.

Aku sudah kencan satu malam dengan orang yang benar-benar asing. Orang asing yang...pergi dari kamar ini...

Aku mencoba melihat sekeliling ruangan, tetapi tidak melihatnya di mana pun.

Di mana dia?

Bagaimana jika dia kembali?

Sial!

Ini hanya kencan satu malam. Aku tidak benar-benar ingin melihatnya sekarang.

Kalau dari ingatanku yang agak samar, seksnya sangat menakjubkan. Bagaimana jika dia menginginkannya lagi? Itu pernah terjadi kepada Megan.

Tidak, aku tidak bisa mengambil risiko itu. Aku harus kabur sekarang sebelum dia kembali.

Aku segera mengenakan pakaianku—entah kenapa, celana dalamku tergantung pada dinding marmer yang berada di kamar mandi—kemudian menyelinap keluar ke lorong yang dihiasi lukisan cat minyak dan lampu gantung indah, menuju pintu berukuran besar yang terlihat seperti pintu keluar.

"Permisi, Nona. Apakah Anda butuh bantuan?"

Ketika menoleh, aku melihat pria tua bermata hijau dan rambut yang sudah beruban, sopir yang tadi malam. Aku mencoba mengingat namanya...Dante?

"Tidak, terima kasih," aku tergagap. "Aku baik-baik saja. Aku punya beberapa hal yang perlu dikerjakan hari ini. Jadi, aku harus pergi.”

Dia tertawa. “Kita berada di lantai penthouse paling atas, Nona. Dan itu pintu lemari untuk linen. Jika Anda ingin cepat-cepat pergi sebelum bosku kembali, bolehkah saya menyarankan menggunakan lift saja?” katanya, mengangguk ke arah lorong yang lain.

Aku bisa merasakan wajahku memerah, tetapi berusaha tetap terlihat tenang. "Terima kasih." Kemudian aku berjalan memutar arah, menyusuri lorong dan menekan tombol lift.

"Jika Anda mau," katanya, "saya bisa mengantar Anda pulang. Tuan Ha—”

"Terima kasih," jawabku, memotongnya. “Namun, itu tidak perlu. Tolong sampaikan kepadanya kalau kemarin malam...benar-benar menyenangkan.”

“Malam yang menyenangkan.” Dia mengangguk. "Aku pasti akan menyampaikan pesan Anda."

Lift kemudian tiba dengan suara ding. Aku melangkah masuk dan menekan tombol penutup pintu, mencoba pergi secepat mungkin.

Aku belum pernah kabur dengan perasaan malu seperti ini sebelumnya, tetapi saat ini; ketika suara hentakan sepatu hak tinggiku bergema dengan nyaring di lobi ini, aku merasa semua mata melirik ke arahku dan gaunku yang terbuka.

Mencoba terlihat biasa saja, aku keluar dari gedung dan memanggil taksi untuk pulang.

Kyla
Yah, teman-teman, coba tebak siapa yang menang!
Megan
Wah?
Rose
👐
Coleen
berhasil!
Marie
Gitu dong!
Coleen
bagaimana semalam?
Coleen
kami ingin cerita selengkapnya!
Kyla
Tentu. Ada yang bisa mampir ke sini sekarang?
Kyla
Kita bisa nonton film komedi romantis
Marie
Lagi kerja
Megan
Kerja.
Rose
Sudah ada rencana sama orang tuaku
Rose
😔
Coleen
aku bisa
Coleen
aku akan berangkat sekarang
Kyla
Baiklah. Sampai jumpa
Megan
Hei! Kok gitu!
Megan
Kami juga ingin cerita lengkapnya!
Kyla
Yah, tunggu saja
Kyla
😉

Aku sebenarnya agak lega karena Megan, Marie, dan Rose tidak bisa datang. Mereka adalah teman yang baik, tetapi aku benar-benar masih butuh waktu dan privasi untuk bisa memprosesnya.

Coleen adalah sahabatku.

Kami sampai sempat satu kampus dan pekerjaan karena begitu dekat, dan belum lama ini dia juga baru berpisah dengan mantan pacarnya yang membuatnya trauma.

Cara dia menghadapi masalahnya memang sangat berbeda denganku—karena dia akan meniduri setiap pria yang bisa dia dapatkan—tetapi setidaknya aku rasa dia akan lebih bisa mengerti keadaanku dibanding teman-temanku yang lain.

Aku menanggalkan gaun dan celana dalam yang semalam aku kenakan, dan masuk ke kamar mandi, membiarkan air hangat ini membasuh tubuhku dan menghapus kenangan.

Sebagian dari diriku merasa sangat menjijikkan. Dia adalah orang asing.

Bagaimana kalau dia memiliki penyakit menular?

Ihh!

Namun, di sisi lain aku ternyata menikmati pertemuan kemarin lebih dari yang aku bayangkan.

Semuanya terasa alamiah, seolah-olah kami entah bagaimana sudah saling mengenal tubuh satu sama lain.

Bagaimana bisa dua orang yang hampir tidak mengenal satu sama lain bisa memiliki koneksi yang cukup dalam?

Mungkin dia memang terlalu jago dalam hal itu? Aku hanya pernah bersama Alden, jadi aku tidak benar-benar tahu apa yang aku lakukan.

Namun, setelah putus dari Alden…

Yah, hal ini cukup menyenangkan juga.

Selesai mandi, aku kemudian memakai jaket dan memesan piza yang akan tiba sampai Coleen datang.

Setelah melihat beberapa pilihan film, kami akhirnya memutuskan untuk memilih Pretty Woman.

Kami baru saja menonton bagian film ketika Richard Gere sedang menanyakan arah kepada Julia Roberts yang membuat Coleen berseri-seri. “Koneksi mereka berdua sangat luar biasa!! Bayangkan saja kalau hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata.”

“Yah…” kataku, sambil membayangkan penthouse tempatku terbangun pagi ini. “Sepertinya begitu.” Di layar, Julia Roberts baru saja mengambil alih untuk mengemudikan mobil Lotus Esprit karena Richard Gere tidak tahu cara mengemudikan mobil manual.

Coleen melirik ke arah TV, matanya melebar. "Dia membiarkanmu mengemudikan mobilnya?"

"Bukan," aku tertawa. "Dia punya sopir pribadi."

Aku tidak tahu kalau matanya bisa menonjol lebih besar lagi, tetapi entah bagaimana, matanya makin membelalak ketika mendengar jawabanku. Aku kemudian menceritakan kejadian tadi malam, mulai dari bar pribadi hingga cerita seks yang penuh gairah dan kabur dari penthouse pagi ini.

“Kau pergi begitu saja?” dia bertanya, putus asa.

“Itu kan peraturan permainannya. Jangan berkenalan, jangan pakai perasaan.”

“Namun, kau tahu namanya. Jensen. Jadi, kau sudah melanggar peraturan. Apa dia tidak lihai di tempat tidur?”

“Menurutku…dia luar biasa,” aku mengakui.

Aneh rasanya kalau harus membandingkan Jensen dengan Alden, tetapi Jensen jauh lebih intens. Alden lebih suka bekerja dari daftar tugas, berhubungan dengannya seperti sedang melakukan perawatan rutin pada mobil.

Jensen, di sisi lain, tipe pria yang suka mengambil kendali, memuaskanku dengan mulutnya, tangannya, jari-jarinya.

Tidak terasa seperti keharusan, rasanya seperti mengalir begitu saja ke mana pun hasrat membawa kami.

“Lalu kenapa kau pergi?”

Aku menghela napas. Bagaimana cara menjelaskannya? Buatku tidak penting seberapa hebatnya seseorang di tempat tidur.

Dan dia sangat luar biasa, pikirku, getaran kecil kemudian terasa di selangkanganku.

Aku langsung tersentak, karena tidak mampu mengendalikan diriku sendiri.

Aku telah membuka diriku untuk Alden, dan yang ada dia malah menyakitiku.

Aku tidak bisa membiarkan orang lain melakukan hal yang sama kepadaku.

“Hal itu mengingatkanku kepada…Kevin Yates,” kataku, dia mantan pacar Coleen.

Mereka berpacaran selama lebih dari satu tahun, dan menurut Coleen dia sangat liar bagai harimau di tempat tidur. Dia juga pria romantis dan berwajah tampan, dan memiliki pekerjaan mapan di bidang keuangan. Namun, Coleen merasakan ada yang kurang dan memutuskan untuk putus darinya.

"Ya," katanya, melihat ke bawah. "Mungkin aku memang tidak seharusnya putus darinya."

"Coba dengarkan kataku. Kalau dia bukan jodohmu, dia bukan jodohmu. Jangan pernah menurunkan standarmu hanya karena seorang pria.”

Dia mengangkat bahu. “Ya, semua memang ada hikmahnya. Kalau aku masih sama Kevin, aku enggak akan mungkin ketemu sama Landon.”

Landon adalah pria yang kembali melukainya baru-baru ini. Tidak hanya dia berselingkuh, tetapi dia juga pernah melakukan kekerasan. Itu merupakan peringatan yang terakhir, dan untungnya, Coleen telah meninggalkan pria itu.

Kejadian itu benar-benar membuatnya terpukul. Kami dulu biasanya akan selalu saling terbuka satu sama lain; sekarang dia lebih suka menutup-nutupi perasaan yang sebenarnya.

"Semua yang telah Landon perbuat bukan salahmu," kataku. "Kau akan jauh lebih baik tanpa bajingan itu."

Dia tersenyum tipis. “Dan kau lebih baik tanpa Alden. Ingat saja, tidak semua pria sama sepertinya. Masih ada pria seperti Richard Gere di luar sana.”

Memang mudah untuk memberikan nasihat kepada orang lain, aku bahkan tidak yakin kalau aku bisa melakukannya untuk diriku sendiri.

Richard Gere memang tampan, tapi jangan lupa, kekayaannya diperoleh dari menghancurkan apa yang telah dibangun orang lain.

Aku tidak tahu apakah aku bisa mengambil risiko dengan membuka hatiku kepada pria lain yang seperti Alden.

***

Selama dua hari berturut-turut, alarm otomatis dengan suara klakson angsa ini telah memaksaku bangun. Aku benar-benar perlu mengubah efek suara itu.

Aku kemudian melihat jam, dan–

Sial! Aku pasti menyetel alarm untuk akhir pekan. Aku sudah terlambat!

Aku bergegas di apartemen, memakai stoking dan sepatu hak tinggi Marc Jacobs sambil buru-buru memakai riasan wajah. Aku sudah tidak punya waktu untuk menata rambut, aku akan menyelesaikannya di bus.

Coleen tidak menginap kemarin—kalau saja iya, dia mungkin akan membangunkanku. Saat aku menuju pintu keluar, ponselku berdering.

Rhea
Kamu di mana?
Rhea
Penting
Rhea
Kamu harus ke sini sekarang juga!!!
Kyla
Maaf, ketiduran
Kyla
Ada apa?
Rhea
Pokoknya ke sini!
Kyla
LAGI DI JALAN

Aku berhasil naik ke bus tepat sebelum mereka berangkat. Rhea adalah sekretaris pribadiku. Jika dia mengatakan ada hal penting sedang terjadi, maka aku akan memercayainya.

Saat bus menerobos lalu lintas, aku memikirkan beberapa skenario.

Mungkin bosku Brian Leach sedang marah karena aku terlambat. Namun, hal itu sudah tidak mengejutkan buatku—bukan rahasia lagi kalau dia memang tidak menyukaiku.

Setibanya di hotel, Rhea, yang mengenakan setelan celana hijau limau, kemudian menghampiriku di pintu depan.

Aku tahu pasti ada suatu hal yang penting, sampai dia harus menghampiriku di depan pintu masuk.

"Mereka menggantikan Tn. Mayfield!" semburnya.

"Apa?" Tn. Mayfield adalah General Manager hotel tempatku bekerja. Dia telah memegang posisi itu selama dua dekade terakhir. "Kapan?"

“Efektif segera. Tn. Mayfield sudah resmi keluar, dan digantikan orang baru.”

Sial, ini berita besar. “Terima kasih sudah memberitahuku,” kataku kepada Rhea. "Untung kamu memberitahuku terlebih dulu, jika tidak aku mungkin akan sangat terkejut."

Pikiranku langsung kacau. Mengapa hal ini tidak diumumkan? Biasanya kami akan diberi tahu satu minggu sebelum kedatangan bos baru.

Aku baru saja akan mengatakan sesuatu ketika seseorang ini berjalan ke arah lobi hotel, menarik perhatianku. Menoleh ke arahnya, aku melihat seorang pria bertubuh kekar, berjalan dengan penuh percaya diri melangkah ke arahku.

Dia adalah kencan satu malamku.

Jensen.

Continue to the next chapter of Kesalahan Indah

Discover Galatea

Diklaim oleh ReaperMenyembuhkan JiwakuColtAlpha Perusak Rumah TanggaSelamanya

Newest Publications

Serigala MileniumMerasa DibakarAkhir PerjalananAsisten Sang Miliarder TeknologiBerahi Tak Terkendali