Ilmu Sejarah Manusia Serigala - Book cover

Ilmu Sejarah Manusia Serigala

Veronica

Mata Sejati

Bambi

Ny. Jedrek.

Ny. Jedrek, bangun.

Sudah sampai.

"Ny. Jedrek,” terdengar suara keras di telingaku dan aku tersentak bangun.

Dengan bingung, aku melihat sekelilingku. Ini bukan rumahku.

Aku masih meringkuk dalam selimut di pesawat pribadi Ekon. Aku pasti sudah tidur berjam-jam setelah kami berangkat dari Anchorage.

Seorang pria yang sangat tinggi berdiri di sampingku. Wajahnya cukup tampan, meskipun tubuhnya agak kurus.

"Maaf membangunkanmu, Ny. Jedrek, tapi kau sudah sampai," katanya sopan.

“Mengapa kau terus memanggilku begitu?” tanyaku, sedikit kesal.

Aku tidak ingin mendengar nama keluarga Ekon sebagai pengganti namaku.

“Sekarang kau jodoh Alpha Ekon. Kau lebih suka jika aku memanggilmu Luna?”

Kedua pilihan itu membuatku ngeri, seolah-olah seseorang sedang mencakar papan tulis.

“Kau bisa memanggilku Bambi saja. Siapa kau bagi Alpha Ekon?”

"Aku Beta-nya, Ryland."

Ryland. Nama itu terdengar sangat mirip dengan Beta kakakku, Ryan.

Aku tiba-tiba merasa rindu rumah ketika suasana di sini menjadi nyata bagiku.

Aku dijodohkan.

Dengan Alpha Ekon Jedrek.

Dan ketika aku turun dari pesawat ini, bukan kenyamanan rumahku di Maine yang menyambutku, melainkan hawa dingin dari wilayah Ekon di Alaska.

“Sudah siap Nyonya…eh…Bambi? Alpha Ekon lebih dulu pergi, tapi aku akan mengantarmu ke rumah.”

Aku mengangguk, dan Ryland membawaku keluar dari landasan, sebuah mobil sudah menunggu, penuh dengan barang bawaanku.

Saat naik ke mobil, aku bertanya-tanya apa yang menungguku di rumah baruku.

Rumah. Kata itu terasa pahit di mulutku sekarang.

Rasanya tidak tepat menggambarkan tempat ini sebagai rumah.

Aku ingin tahu apa yang akan terjadi.

***

Aku telah dibesarkan di rumah megah, tapi saat kami berhenti di wilayah megah Ekon, rumahku tidak ada apa-apanya dibandingkan tempat ini, baik dalam ukuran maupun desainnya.

Perkebunan Ekon mirip dengan kompleks militer dengan bangunan semacam kastil yang indah.

Tempat ini sangat besar hingga bisa menjadi kota tersendiri, dengan jumlah penjaga keamanan yang mengelilingi tempat ini, mungkin saja begitu.

"Mengapa ada begitu banyak penjaga keamanan?" tanyaku kepada Ryland saat kami melewati gerbang elektronik yang menjulang tinggi, dijaga oleh sepasang penjaga bersenjata.

"Alpha Ekon banyak menderita dalam Perang Besar," jawabnya. “Dia menyaksikan banyak teman dekat dan keluarganya meninggal. Semua orang yang dia pedulikan. Dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi.”

Dua orang yang paling kusayangi juga tewas dalam perang itu.

Aku ingin tahu apakah Ekon pernah berpapasan dengan kedua orang tuaku...

Aku ingin bertanya kepadanya tentang kedua orang tuaku, tapi melihat reaksinya ketika raja mengungkit tentang cerita perang, aku tidak berani.

Kami berhenti di pintu masuk, Ryland turun dari mobil dan membukakan pintu untukku. Dua pelayan segera mulai menurunkan barang-barangku.

"Di mana Ekon?" tanyaku, meskipun aku tidak terlalu ingin bertemu dengannya.

Aku masih gelisah dengan wajahnya yang setengah berubah—mata gelap itu menjelajahi tubuhku.

Aku terkejut mengetahui bahwa dia bisa melihat dalam bentuk serigalanya, meskipun dia tidak bisa mempertahankan wujud serigalanya terlalu lama.

Apa yang dia pikirkan tentangku? Kuharap dia tidak kecewa…

Aku ingin menampar diriku sendiri karena peduli tentang sesuatu yang begitu bodoh. Apa bedanya jika dia pikir aku cantik atau tidak? Kami dijodohkan seumur hidup.

“Ekon ingin memberimu kesempatan untuk menyesuaikan diri,” kata Ryland. "Dia tahu ini adalah perubahan besar untukmu."

Ekon tidak mengatakan sepatah kata pun kepadaku setelah dia berubah wujud. Yang ada hanyalah keheningan dan aku tertidur.

Mungkin dia benar-benar kecewa kepadaku…

***

Aku berbaring di tempat tidurku yang besar, bersyukur bahwa kami tidak harus tidur bersama. Apa yang akan kulakukan jika dia mencoba untuk tidur denganku?

Aku mencoba membuang pikiran itu dari kepalaku. Ekon bukan pria seperti itu, tapi sekali lagi, aku hampir tidak mengenalinya.

Aku memikirkan ucapan terakhir kakakku…

Selalu teguh kepada pendirianmu.

Dengarkan kata hatimu.

Max…aku perlu berbicara dengannya.

Aku perlu merasakan bagian dari rumah, rumahku yang sebenarnya.

Aku mengeluarkan ponselku, hampir tidak mendapatkan sinyal, dan mulai mengirim pesan.

BambiMax, sudah bangun?
BambiAku merindukanmu.
BambiAku rindu rumah.
Maxtentu saja aku terjaga, dik
Maxbagaimana aku bisa tidur dan kau nun jauh di sana
Maxdengan bajingan itu
Maxbagaimana dia memperlakukanmu?
BambiDia memberiku kamar tidur untukku sendiri saat ini…
BambiNamun, aku tidak tahu apa yang dia harapkan dariku.
BambiMax, tempat ini mirip benteng.
BambiAku merasa seperti tahanan.
Maxkuatlah bambi
BambiAku bukan tentara
BambiAtau alpha
BambiAku tidak sanggup. Aku emosional. Aku lemah.
Maxtidak semua kekuatan adalah fisik
Maxemosimu bukanlah kelemahan
Maxkau punya jenis kekuatan berbeda di dalam dirimu
Maxkau penyayang, penuh perhatian, dan kreatif
Maxgunakan itu…kau akan membuat ekon menghormatimu
Maxkau membuatku menjadi orang lebih baik bambi
Maxmungkin kau bisa melunakkannya juga
BambiTerima kasih, Max.
BambiAku butuh itu.
BambiSampai jumpa, kak.

Saat menggenggam teleponku ke dada, aku tertidur, berharap bahwa aku akan bangun dan kembali ke kamar lamaku…

***

Ketika bangun, matahari sudah terbenam lagi. Apakah aku benar-benar tidur sepanjang hari?

Aku tidak terbiasa bepergian, tapi ini bukan hanya kelelahan fisik. Aku juga merasa terkuras batinku.

Aku bangun dari ranjang dan menuju kamar mandi, melepas pakaian yang telah kupakai selama dua hari terakhir dan menyalakan air di bak mandi.

Aku membiarkan tubuhku tenggelam dalam air hangat, merasakan semua ototku menjadi rileks.

Saat aku memejamkan mata, sejuta pikiran mulai berkeliaran di dalam kepalaku.

Aku belum pernah melihat jodohku sejak tiba di tempat ini, sebagian dari diriku merasa lega dengan fakta ini, sebagian lagi merasa tidak aman.

Aku benar-benar mulai berpikir dia tidak tertarik kepadaku.

Apa aku ingin dia menyukaiku? Saat berada di dekatnya, aku merasa tertarik kepadanya. Aku tidak bisa menahannya.

Mungkin itu adalah ikatan jodoh…

Atau mungkin karena bahwa dia sudah mengenal orang tuaku…

Atau karena aku menganggap bekas luka dan tubuhnya yang kekar berotot itu menarik?

Aku bergidik kepada pemikiran terakhir dan wajahku menjadi merah. Meskipun usia Ekon hampir dua kali dari usiaku, aku menganggapnya cukup tampan.

Aku berdiri dan melangkah keluar dari bak mandi, mengenakan jubah yang nyaman.

Aku memakai sandal dan keluar dari kamar tidur dengan misi berburu makanan untuk perutku yang keroncongan.

Beta Ryland sedang menunggu di kaki tangga.

“Ah, Bambi, kau tepat waktu untuk makan malam,” katanya sambil memperhatikan jubah, sandal, dan rambut basahku dengan waspada. "Kau lapar?"

"Ya, aku lapar," jawabku. “Apakah Alpha Ekon akan bergabung?”

"Dia akan bergabung. Bahkan sudah berada di ruang makan, mungkin kau perlu mengganti…”

Sebelum Ryland menyelesaikan bicaranya, aku sudah memasuki ruang makan.

Kepala Ekon dimiringkan saat aku masuk dan duduk di seberangnya.

"Kau tidur dengan nyenyak?" dia bertanya. "Sudah bisa menyesuaikan diri dengan tempat ini?"

"Sepertinya, terima kasih," jawabku, tidak tahu bagaimana harus berinteraksi dengannya. “Aku mulai bisa menyesuaikan diri.”

"Aku bisa melihatnya," katanya dengan nada tidak setuju. "Lain kali kalau datang makan malam, berpakaianlah yang pantas dulu."

Mulutku menganga. Bagaimana dia…

Tentu saja, serigalanya.

“Hanya karena aku buta bukan berarti aku tidak bisa merasakan rasa tidak hormatmu. Kau berpakaian begini untuk kakakmu?”

"Aku tidak bermaksud tidak hormat," kataku cepat. “Aku hanya tidak berpikir bahwa—”

“Bahwa aku akan peduli dengan penampilan jodohku? Karena aku buta? Ya, aku peduli.”

Aku melihat botol anggur kosong di sebelahnya saat dia minum dari gelas yang baru diisi. Dia sudah mabuk.

“Jangan berpikir bahwa penglihatanku sebagai suatu keterbatasan, semacam kelemahan untuk kau manfaatkan. Itu hanya membuatku lebih kuat," geramnya.

"Kau bereaksi berlebihan," kataku, mulai merasa defensif. “Aku hanya berpikir kau tidak akan peduli karena kau melihatku di dalam mobil dan setelah itu kau tidak pernah berbicara kepadaku lagi. Mungkin kau menganggapku buruk rupa.”

Awalnya dia tampak terkejut, tetapi dengan cepat berubah menjadi kemarahan.

“Kau pikir aku tidak merasakan caramu menatapku? Aku bisa merasakannya. Kau merasa jijik. Ketakutan. Kebencian,” balasnya. “Kaulah yang sudah lebih dulu menghakimiku.”

Saat Ekon mengayunkan tangannya, dia tidak sengaja menjatuhkan gelas anggurnya, dan tumpah mengotori kemeja satin putihnya.

Dia terlihat malu, tapi sebelum dia berdiri, aku sudah berada di sampingnya dengan serbetku, mengusap noda itu.

"Biarkan aku yang mengurus ini," kataku tenang.

“Aku tidak butuh—”

“Aku berkata, biarkan aku yang mengurus ini. Penglihatanmu bukanlah kelemahan. Empatiku pun bukan kelemahan.”

Dia rileks ketika aku membuka kancing kemejanya dengan perlahan. Saat melepaskannya, aku hanya bisa menatap otot-ototnya yang menonjol.

Aku tersipu melihat tubuhnya yang telanjang. Bekas luka pada tangan dan pipinya, tapi aku tidak mempermasalahkan bekas luka itu. Justru membuat tubuh maskulinnya terlihat lebih kasar dan kuat.

Ketika aku menyentuh bekas lukanya dengan perlahan, dia memegang tanganku, meremas tanganku dengan penuh kasih sayang.

“Aku tidak pernah mengira kau buruk rupa, Bambi. Saat serigalaku melihatmu, aku terlena dengan kecantikanmu. Aku tahu kau tidak merasakan hal sama saat melihatku.”

Dia pikir aku menganggap dia sebagai sesuatu yang mengerikan? Dia… apakah dia benar-benar rentan denganku?

Saat aku terus menjalankan jariku di bekas lukanya, muncul keberanian dalam diriku.

"Bekas luka ini... dari Perang Besar?"

"Ya," jawabnya pelan.

"Kau… apakah kau bertarung bersama kedua orang tuaku dalam perang itu?"

Aku sudah bersiap untuk reaksi kemarahannya, tetapi dia tetap diam.

Aku menunggu sampai dia akhirnya bereaksi.

Matanya menjadi hitam, cakarnya menancap di kursi dan otot-ototnya membengkak lebih besar.

Serigala Ekon menatapku dengan mata aslinya.

"Ya. Aku mengenal mereka.”

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok