
Kakak Tiriku adalah Manusia Beruang
Pada malam pesta terbesar tahun senior, Helen merasa tidak bersemangat untuk menghadiri pernikahan paksa ibunya dengan seorang pria gunung berbulu dari Bear Creek. Namun, semuanya berubah saat dia bertemu Sam---pria gunung terseksi yang pernah ada---yang sayangnya juga saudara tirinya. Meskipun bertolak belakang dan baru menjadi keluarga, keduanya tertarik dengan satu sama lain. Namun, ketika mereka semakin dekat, Helen menemukan sesuatu: Sam memiliki rahasia yang sulit disembunyikan...
Rating Usia: 18+
Penulis Asli: Kelly Lord
Pornografi Guru
HELEN
"PROFESOR HAMMOND!"
Suara Brittany—yang memiliki nada suara seperti paku yang digesekkan ke papan tulis atau chihuahua yang sekarat—tiba-tiba mendorong aku kembali ke kenyataan.
Aku sedang berada di kelas seni, dikelilingi oleh sesama senior, menggambar sketsa model telanjang di depan kami.
Saat melihat sketsa buatanku di atas meja…
Brittany terkikih di belakang saat aku mencoba menutupi apa yang telah aku gambar.
“HELEN MENGGAMBAR PROFESOR HAMMOND! YA TUHAN!”
Gelak tawa meledak di seisi ruangan saat semua orang mendekat untuk melihat gambar yang aku buat.
Memang benar. Aku sedang melamun, berkhayal tentang Profesor Hammond yang keren, dan secara tidak sengaja menggambar kepalanya di tubuh telanjang.
Rupanya, aku juga membuat penis raksasa pada sketsa itu.
Aku semakin malu saat Profesor Hammond, instruktur keren yang membuatku meninggalkan riwayat pencarian pornografi guru di bagian teratas riwayat peramban komputerku, bangkit dari mejanya dan berjalan menghampiri aku dan Brittany.
Aku memejamkan mata saat teman sekelas tertawa geli.
Aku tidak ingin melihat ekspresi Pak Hammond ketika dia melihat sketsa buatanku; aku ingin Tuhan menghantam aku dengan sambaran petir.
"Lumayan," kata Pak Hammond dengan suara rendah. Dia terdiam sejenak—aku menyadari bahwa napasku tersendat.
"Namun, Helen, lain kali... tolong ikuti tugasnya."
Pukul 15.30, aku segera lari keluar kelas dengan kepala menunduk ke tubuh seperti kura-kura.
Musuh masa kecilku mempermalukanku lagi.
Brittany Childress telah membuat hidupku seperti neraka sejak tahun pertama di sekolah menengah, meskipun kami berdua adalah senior di Universitas Boulder State—satu semester lagi menuju fase dewasa sejati—sangat sedikit yang berubah.
Sebenarnya, kami dulu berteman di sekolah menengah, tetapi sejak ayahnya bercerai, dia berubah menjadi jalang paling berengsek di duniaku. Aku tidak tahu alasan dia berubah. Aku juga tidak punya ayah, tapi tidak pernah melampiaskannya kepada orang.
Aku melihat Brittany di dekatku, memainkan helaian rambut pirang sempurna miliknya sambil mengejekku. Sebentar lagi, seisi sekolah akan tahu tentang sketsa terbaruku.
Udara hangat dan harum menenangkan saraf saat aku melangkah keluar ke lapangan. Itu adalah hari terakhir kelas kami sebelum liburan musim semi, dan kemungkinan besar semua orang akan melupakan kejadian itu saat kami kembali ke sekolah.
“Helen!”
Secara naluriah aku bergidik mendengar namaku.
Aku tidak akan membiarkan Brittany dan tulisan jahatnya di Twitter; dia benar-benar bajingan abad ke-21.
Aku menoleh untuk melihat siapa yang memanggil, lalu menghela napas lega saat melihat Emma berjalan dari arah serikat siswa.
Hanya teman terbaikku.
“Ada apa, kawan?” Emma bertanya sambil mengamati, “kau terlihat tegang. Masih kesal karena melewatkan pestaku akhir pekan ini?”
Emma merencanakan pesta besar di kondominium orang tuanya pada malam berikutnya. Mereka berlibur dengan kapal pesiar di Meksiko, jadi masing-masing dari kami punya kesibukan sendiri.
"Aku mendengar kabar tentangmu dan Profesor Hammond."
"Apa?! Bagaimana kau—"
"Brittany menyebarkan posting soal itu di story Instagram-nya," kata Emma sambil mengangkat bahu, "meskipun begitu gambar penis buatanmu menakjubkan."
"Ya, aku dan Picasso," gerutuku.
“Hei, lihat sisi baiknya,” kata Emma saat kami melintasi kampus menuju asrama, "kau mungkin akan bertemu dengan banyak orang gunung yang keren akhir pekan ini."
“Ooh, kedengarannya keren!” Emma tertawa, “sama seperti semua film porno yang kau tonton.”
Aku hanya memutar mata ke arahnya.
“Aku tidak percaya kalau Ibu menikahi seseorang yang baru dia kenal enam bulan lalu. Aku bahkan belum bertemu pria itu! Tidak biasanya Ibu seperti ini.”
Ibu tidak pernah melakukan hal impulsif dalam hidupnya. Dia mencari nafkah dengan menjual seni dan kerajinan di Etsy. Aku sangat mencintainya, tapi dia bukan tipe orang yang spontan.
"Cinta membuat orang melakukan hal-hal gila," kata Emma, “atau mungkin calon ayahmu memiliki penis sangat besar. Mungkin lebih besar dari penis Profesor Hammond—”
"Menjijikkan!" aku berteriak sambil menutup telinga, "aku tidak ingin memikirkan Ibu dengan pria gunung yang tua dan kotor itu!"
Kami tertawa geli seperti anak sekolah menengah saat aku menggesek kartu kunci dan memimpin jalan ke asrama kami.
Emma selalu membuatku merasa lebih baik.
Aku memasukkan barang yang sudah dikemas ke mobil Corolla andalanku yang berkarat. Bear Creek berada di antah berantah, dan Ibu membuatku menghabiskan seluruh liburan musim semi di sana.
Seminggu, menurut Ibu, akan diisi dengan kegiatan mendaki gunung…berkemah…berenang…wisata alam…
Dengan kata lain, semua hal yang aku benci.
Aku adalah seorang gadis kota. Aku suka berpesta. Memposting makan siang di Instagram. Rebahan dengan piama dan menonton Netflix.
Aku tidak berharap untuk menghabiskan liburan sekolah terakhir di pegunungan seperti orang udik.
Aku menutup bagasi, agak terhibur oleh kenyataan bahwa bagasiku diisi dengan semua makanan ringan favoritku—ditambah beberapa botol vodka Smirnoff.
Saat berjalan ke sisi pengemudi mobil, aku melihat dua orang berjalan menghampiriku.
Salah satunya adalah Chris.
Jantungku kembali bergemuruh.
Aku diam-diam menyukai Chris sejak masuk universitas. Sekarang, setelah sekolah berakhir, aku merasa bahwa waktu untuk menyatakan perasaanku adalah "sekarang atau tidak sama sekali". Kami kehabisan waktu untuk bersama. Bukan berarti aku berpikir kalau kami mungkin punya kesempatan.
Aku tidak punya kesempatan. Chris berkulit cokelat, dia bermain di tim squash, dan giginya lebih putih dari salju kutub utara. Orang tuanya kaya karena ayahnya menjalankan perusahaan farmasi atau semacamnya, dan mereka memiliki rumah ski di Vail.
Aku bukan gadis paling jelek di kampus, tapi selalu merasa hampir gemuk. Tubuh berisi ini membuatku sadar diri.
Ditambah kenyataan bahwa Ibu baru saja pindah ke tempat antah berantah, dan aku tidak tampak menarik bagi pria paling tampan di kampus.
"Kau mau ke mana, Helen?"
Chris menghampiriku, sahabatnya, Sean, mengikuti di belakang. Aku tidak tahu kenapa Chris bergaul dengan anak payah itu—sepertinya dia merasa tidak enak karena temannya tidak pernah punya pacar.
Aku bersandar di mobil, berusaha terlihat biasa saja. Aku mencoba menyembunyikan tangan yang gemetaran di saku celana jins, tapi kemudian ingat celana jegging-ku tidak ada sakunya.
"Aku akan pergi ke Rockies untuk pernikahan ibuku."
"Rockies, ya?" Chris tersenyum. Giginya hampir membutakanku. “Kau tahu, orang tuaku punya tempat di Vail. Apakah tempatnya di dekat sana?”
“Tidak, um…bukan Vail,” kataku terbata-bata.
“Aspen?” tanya Sean.
“Aku… aku akan pergi ke Bear Creek.”
Aku merasa wajahku memanas. Untung saja hari sudah mulai gelap.
Chris mengangkat satu alisnya. “Bear Creek? Sungguh?"
Aku mengangguk. Dia mengerutkan kening, bertukar pandang dengan Sean. Aku yakin mereka akan mentertawakan ini nanti.
“Jadi, kurasa kau tidak akan datang ke pesta Emma…” katanya.
Apakah aku kehilangan akal sehat, atau dia memang terdengar...
"Tidak, tidak kali ini," kataku.
Chris mengangguk dan menghiburku. “Baiklah, selamat beristirahat. Sampai jumpa setelah kami kembali.”
Dia memelukku dan itu membuatku hampir meleleh.
“Ya… Sampai jumpa,” balasku, “bersenang-senanglah besok.”
"Kami akan bercinta dengan banyak wanita!" Sean mencibir, senyum jelek muncul di bawah hidung mirip babinya. Dia berbau seperti air bong yang sudah didiamkan selama seminggu.
"Hati-hati dengan beruang di sana," Chris memperingatkan dengan bercanda.
Aku tertawa. "Tentu saja."
Dia menunjukkan senyum jutaan dolarnya sekali lagi dan berbalik untuk pergi. Aku jatuh ke dalam mobilku, pingsan.
Pasti hanya bayanganku saja
Aku memutar kunci kontak, mendengarkan suara mesin Corolla hidup.
Pengorbananku untuk Ibu...
Beberapa jam kemudian, aku mengemudi di jalan pegunungan yang gelap, benar-benar tersesat. Rupanya, Bear Creek bukan hanya antah berantah—tempat itu adalah ujung Bumi.
Aku tidak melihat mobil lain dalam jarak bermil-mil, apalagi pom bensin atau McDonald's. Jadi, tidak ada McFlurry yang nikmat untukku.
Di sini tidak ada lampu jalan, tiang telepon, atau pun pagar pengaman. Tidak ada apa-apa di kedua sisi jalan selain pepohonan. Pepohonan dan lebih banyak lagi pohon sialan.
Kemudian, aku melihat secercah cahaya kuning dalam kegelapan. Sebuah tanda jalan!
Aku seharusnya bertemu dengan Ibu di belokan tertentu, tetapi tidak ada sinyal di sini dan GPS juga berhenti bekerja.
Aku melambat saat mendekati tanda itu, menyipitkan mata dalam gelap untuk melihat tulisannya…
HATI-HATI TERHADAP BERUANG
Aku pikir Chris bercanda.
Saat aku terus berjalan, jalan menjadi semakin sempit dan lebih berangin.
Pegunungan Rocky yang menjulang menghalangi cahaya bintang dan bulan. Di luar gelap gulita.
Dengan perasaan yang semakin cemas, aku mengurangi volume suara musik Camila Cabello yang sedang aku dengarkan. Musik menjadi pengalih perhatian karena mengemudi semakin sulit.
Saat berbelok di belokan lain, aku melihat gerakan di sorotan lampu depan. Aku panik dan menginjak rem.
Tanganku menggenggam kemudi lebih kencang saat melihat bayangan besar muncul dari hutan…
Binatang berbulu itu berhenti di depanku, menghadap Corolla dengan matanya yang berkilauan.
Beruang itu menatap tepat ke arahku!














































