Galatea logo
Galatea logobyInkitt logo
Get Unlimited Access
Categories
Log in
  • Home
  • Categories
  • Log in
  • Get Unlimited Access
  • Support
Galatea Logo
Support
Werewolves
Mafia
Billionaires
Bully Romance
Slow Burn
Enemies to Lovers
Paranormal & Fantasy
Spicy
Dark
Sports
College
See All Categories
Rated 4.6 on the App Store
Terms of ServicePrivacyImprint
/images/icons/facebook.svg/images/icons/instagram.svg/images/icons/tiktok.svg
Cover image for Ratu Lycan

Ratu Lycan

Bab 6

Aku masih menatap raja, yang adalah jodohku. Serigalaku sangat gembira, tetapi aku tidak yakin dengan apa yang kurasakan. Tidak dapat disangkal bahwa ikatan perjodohan ini kuat, lebih kuat dari yang aku kira.

Momen itu terusik ketika raja menyingkirkan sehelai rambut dari wajahku.

“Tidak pernah dalam hidupku aku melihat seorang gadis secantik dirimu,” bisik raja di telingaku.

Percikan api asmaranya menghujam tubuhku, dan aku tersentak. Mengapa efek kata-katanya begitu besar padaku? Ini tidak wajar, tetapi situasi ini memang tidak wajar.

Raja memegangi tanganku di belakang punggungku seolah-olah dia takut aku akan lari.

"Bisakah kamu...bisakah kamu melepaskan tanganku?" Aku berhasil mengatakannya.

Raja mengangkat alisnya dan menjawab, “Bagaimana aku bisa yakin kamu tidak akan lari? Walaupun aku suka mengejarmu, aku tidak begitu ingin menangkapmu lagi.”

Aku gemetar melihat hasrat di matanya. Semakin aku mencoba meyakinkan diriku bahwa raja tidaklah menawan, tubuhku mengatakan sebaliknya.

Aku merasa ingin ditangkap lagi oleh raja. Pikiranku kacau, itulah satu-satunya kesimpulan yang bisa aku ambil.

“Bolehkah aku tahu nama wanita cantik yang akan menjadi ratuku ini?” pinta raja.

"Rayuanmu ini berhasil pada semua wanita?" Aku membalasnya, terdengar lancang memang.

“Aku tidak tahu, kamu wanita pertama yang mendengarnya,” jawab raja sambil menyeringai ke arahku.

Aku memaksakan diri untuk berpaling darinya; matanya begitu tajam menghujam ke dalam relung hatiku. Raja, dengan sigap, menggerakkan wajahku untuk kembali menatap mata hazel-nya.

Dia menatapku seolah-olah berkata, "Katakan kepadaku namamu," dan aku menghela napas.

“Aarya. Aarya Bedi.” Aku mengalah dan memberitahukan namaku.

"Aarya," kata raja perlahan.

Astaga, apakah dia harus menyebut namaku seperti itu? Tubuhku segera merespons, dan aku merasakan percikan api itu menancap hingga ke tulang belakangku. Dia terdengar sangat seksi ketika menyebut namaku.

Tidak, Aarya. Jangan hiraukan perasaanmu itu. Lupakanlah, aku menghardik diriku sendiri.

"Nama yang indah. Kamu sudah tahu namaku, kan, sayang?” Dia bertanya.

Aku tidak memercayai suara hatiku, jadi aku hanya mengangguk. Panggilan sayang itu mengejutkanku. Ini semua terjadi dengan cepat, terlalu cepat.

Aku tidak tahu harus berbuat apa, tetapi naluriku berkata bahwa memang tidak ada yang bisa aku lakukan. Lagi pula, aku bukan manusia serigala normal atau bahkan lycan normal untuk dijadikan jodoh.

Jodohku adalah raja lycan. Dia adalah yang terkuat dari mereka semua. Apa pun yang akan aku lakukan, dia akan menangkapku.

Akal sehatku mengatakan kebenaran yang menakutkan. Aku tidak bisa menghindari raja lycan; aku akan bersamanya selamanya.

Suara langkah kaki membuatku menoleh dan raja melepaskan tanganku.

Keluarga dan teman-temanku semua keluar. Aku merasa lega melihat wajah-wajah tak asing dari orang-orang yang kusayangi. Luke dan Sophia tampak sangat lega, dan aku tahu kenapa.

Aku mengambil beberapa langkah ke arah mereka, tetapi melompat mundur karena terkejut saat mereka semua membungkuk kepadaku. Apa? Aku tidak ingin orang-orang yang aku cintai tunduk kepadaku; aku bukan bangsawan.

Carter mengedipkan mata kepadaku, membuatku memutar mataku. Jelas dia menganggap ini lelucon. Aku tidak punya waktu untuk memikirkan apa pun.

Raja meraih tanganku, menyebabkan bunga api asmara kembali memercik, dan aku tersentak karena kontak yang tiba-tiba.

Dia bahkan tidak memberiku kesempatan untuk mengatakan sesuatu kepada keluargaku. Sebaliknya, dia membawaku langsung melewati mereka dan masuk ke dalam. Aku menoleh ke belakang untuk memastikan mereka semua membuntuti di belakang.

Raja membawaku langsung ke singgasana.

Jantungku mulai berpacu. Apa yang dia lakukan? Aku tidak akan dinobatkan, bukan? Aku bahkan tidak mengenal raja.

Lama aku menyadari bahwa Savanah tidak lagi di atas, dan ketika kami tiba di sana, aku melihatnya di kerumunan di bawah. Dia tampak sangat tidak senang.

“Kawula setiaku. Hari ini adalah peristiwa yang monumental. Hari ini aku menemukan jodohku, ratu kalian, dan aku sangat bahagia,” raja mengumumkan, menarikku ke sisinya.

Pengumuman itu diikuti dengan tepuk tangan meriah. Tatapanku mengarah kepada orang tuaku, yang meneteskan air mata bahagia. Carter berteriak, dan Diya menyuruhnya pergi. Itu membuatku tersenyum.

Aku melirik semua lycan, yang nampak tegang sebelumnya. Mereka semua jauh lebih bahagia dan sepertinya ada beban terangkat dari pundak mereka.

Ada perasaan sangat bersalah, tetapi juga merasa sangat benar. Mengapa muncul konflik itu di hatiku?

Aku melihat sekeliling, tetapi aku tidak dapat menemukan Niya di mana pun. Di mana dia? Ada rasa khawatir yang menghampiriku saat aku terus melirik kerumunan. Dia benar-benar tidak ada di sana.

"Apa yang salah?" raja berbisik di telingaku.

Aku menatapnya, dan dia pasti melihat kekhawatiran di wajahku. Dia melihat kembali ke kerumunan dan tersenyum sebelum membawaku pergi.

Aku merasa canggung harus memanggilnya apa. Dia tersenyum kepadaku dan menjawab, “Hanya kamu yang bisa memanggilku Adonis. Hanya kamu yang memiliki hak itu.”

Aku menelan ludah saat napasku kembali terasa sesak. Ingin kuusap rambutnya dengan tanganku dan merasakan bibirnya yang menggoda itu.

“Ayo, izinkan aku memperkenalkanmu kepada beberapa orang yang sangat penting dalam hidupku,” pinta Adonis, meraih tanganku.

Kami menuju ke bawah dan semua orang masih saling bercengkerama.

"Wah, wah, wah, ada apa ini?" Sebuah suara asing membuyarkan lamunanku.

Aku bahkan tidak menyadari Adonis telah membawa kami kepada sekelompok orang. Dua pria menatap kami berdua dengan senyum lebar di wajah mereka.

Salah satu dari mereka melangkah maju dan tersenyum. Dia memiliki rambut cokelat tua; lebih tampak ke hitam. Mata cokelat tuanya bersinar bahagia.

“Namaku Evan Clark; aku tidak bisa mengungkapkan betapa bahagianya aku karena si idiot ini akhirnya bertemu denganmu.” Evan menjabat tanganku.

Aku dengan sopan tersenyum, dan Adonis menggelengkan kepalanya. “Ini teman-teman terbaikku. Evan sudah memperkenalkan dirinya, dan yang berikutnya Gabe Davis.”

"Senang berkenalan denganmu." Gabe menjabat tanganku. Rambut pirangnya terbilang panjang untuk laki-laki; dan terlihat sangat pantas untuknya.

Seorang wanita maju ke depan juga. Dia memiliki rambut merah sebahu, dan mata birunya nampak bercahaya. Dia sangat cantik.

“Aku Lexi Robinson, jodoh Gabe. Kamu sangat cantik.” Lexi tersenyum.

"Terima kasih, aku suka penampilanmu," jawabku.

“Kamu tahu kami bertiga telah berteman begitu lama? Kadang-kadang aku bertanya-tanya bagaimana bisa aku menghadapi mereka berdua.” Evan menghela napas dalam-dalam.

Adonis memutar matanya, dan Gabe memelototi Evan.

“Justru sebaliknya, bodoh. Aku tidak tahu bagaimana Gabe dan aku bisa tahan denganmu. Beberapa kali kami mendapat masalah karenamu.” Adonis menggelengkan kepalanya.

"Aku sependapat. Evan, kamu merepotkan. Aku kasihan dengan jodohmu.” Gabe menggelengkan kepalanya.

Aku melirik Adonis, yang menyunggingkan senyum lebar di wajahnya. Meskipun kami baru berkenalan, entah kenapa melihatnya tersenyum seperti itu membuatku sangat bahagia.

Ikatan jodoh ini benar-benar gila menurut perasaanku, aku bersumpah.

“Bahkan aku berusaha untuk percaya bahwa keduanya telah bertahan denganmu begitu lama. Maksudku, Gabe dan aku baru menjalin hubungan selama 7 tahun, tapi sudah cukup untuk mengetahui betapa sulitnya mengatur dirimu.” Lexi menggelengkan kepalanya.

Evan benar-benar tersentak, “Apa-apaan ini? Saatnya bersekongkol menyerang Evan? Kalian mempermalukanku di depan ratu.”

Penyebutan ratu membuatku kikuk. Aku tidak ingin menjadi ratu. Tanggung jawabnya terlalu besar, dan bagaimana aku bisa berkomitmen kepada satu orang setelah patah hati yang kualami?

"Cukup. Kamu yang mempermalukan diri sendiri. Pergilah, pastikan semua tamu senang. Aku akan menemui keluarga jodohku,” kata Adonis. Wajah seriusnya kembali terlihat.

Evan dan Gabe mengangguk dan pergi untuk memenuhi perintah raja. Adonis dengan lembut meraih tanganku; percikan asmara yang aneh itu membuatku terkesiap. Apakah akan selalu seperti ini?

Aku tidak tahu apakah dia merasakannya, tetapi Adonis mendatangi orang tuaku. Begitu Ibu melihatku, dia memelukku dengan sangat erat. Pelukan seorang ibu membuat segalanya lebih baik.

"Kenapa kau menangis?" tanyaku sambil menghapus air mata dari wajah ibuku.

“Karena aku sangat senang. Putri kesayanganku telah menemukan jodohnya. Seseorang yang akan merawatnya dengan baik. Apa lagi yang diinginkan seorang ibu?” Ibuku menghela napas.

Dia menoleh ke Adonis dan tersenyum. "Aku hanya ingin kamu menjaga putriku. Perlakukan dia seperti seorang ratu.”

Adonis mengangguk dan menjawab, “Jangan khawatir. Putrimu akan selalu bahagia.”

“Wow, putriku bukan saja seorang putri, melainkan seorang ratu. Aku tidak bisa percaya.” Ayahku mengedipkan mata.

"Ayah." Aku memutar mataku.

Dia tertawa dan memelukku sebelum berkata, “Aarya, aku ingin kamu tahu bahwa ibumu dan aku sangat bangga dengan masa depanmu sebagai wanita. Kamu sekarang memasuki tahap berikutnya dalam kehidupanmu. Bersenang-senanglah."

Kata-kata Ayah membuatku ingin menangis saat menyadari itu adalah ucapan perpisahannya. Aku tidak ingin meninggalkan orang tuaku dan tetap di sini. Aku ingin pulang ke kamarku yang nyaman.

“Aku akan merindukanmu, adikku.” Sai adalah orang berikutnya yang memelukku.

"Sungguh? Atau kamu hanya rindu menggodaku?” Aku mengangkat alisku.

Sai tertawa, “Kau tahu saja. Aku akan rindu menggodamu dan membuatmu kesal.”

Zoya menarikku untuk dipeluk. “Sudah kukatakan dia terlihat seperti seorang ratu. Aarya, kamu adalah wanita luar biasa, jangan pernah lupakan itu.”

“Ini tidak adil. Aku baru saja kembali dan sekarang kau malah meninggalkanku, Senyum.” Suara Carter muncul dari belakang.

"Sekarang kamu punya jodoh yang siap menjagamu." Aku tersenyum.

Carter menghela napas dan menarikku ke dalam pelukannya. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menitikkan air mata.

Ini bukan sekadar ke mana aku akan pergi malam ini. Tidak pernah tebersit dalam mimpi terliarku sekalipun, aku akan menemukan jodohku di pesta itu dan harus mengucapkan selamat tinggal kepada semua orang yang aku cintai.

"Kau tahu aku akan menjaganya." Diya tersenyum.

"Aku tahu. Dia harus menjagamu juga.” Aku memelototi Carter.

Dia mengangkat tangannya dengan berpura-pura menyerah. "Ya, Yang Mulia."

"Yang benar saja." Aku menggelengkan kepalaku.

“Ucapanku tidak salah; kamu akan menjadi seorang ratu dan itu luar biasa.” Carter mencium keningku.

Semuanya terasa begitu aneh. Semua orang dari kawananku berkumpul di sekelilingku dan memberiku selamat.

Tiba-tiba, mataku tertuju kepada Hunter. Dia tidak tersenyum sama sekali, dan jodohnya sedang berbicara dengan orang lain.

Sepanjang malam, sepertinya dia berpura-pura tidak memedulikan aku. Namun, caranya menatapku seolah-olah membuat jantungku berdetak lebih cepat dan napasku tertahan di tenggorokan.

Karena kini semua orang tahu aku punya jodoh—jodohku bahkan raja—dia memiliki tatapan mata yang berkilau.

Tatapan penuh rasa cemburu.

Oh Dewi.

Saat itulah aku tahu bahwa aku akan menghadapi banyak masalah.

Continue to the next chapter of Ratu Lycan

Discover Galatea

Menyembuhkan JiwakuMasonPara Penunggang TyrRatu yang HancurSi Keily Gendut

Newest Publications

Serigala MileniumMerasa DibakarAkhir PerjalananAsisten Sang Miliarder TeknologiBerahi Tak Terkendali