Digigit Sang Alpha - Book cover

Digigit Sang Alpha

Chloe Taylor

Kamar Tidur Alpha

QuinnSky, aku butuh bantuanmu
QuinnIni Quinn
Sky😨 quinn!!!!
LangitDi mana kau????
SkyKawanan kami sangat mencemaskanmu!
QuinnAku mengirimkanmu lokasiku
QuinnJangan tanya kenapa atau ke mana aku pergi
QuinnMaukah kau menjemputku?
Skytentu!!!
Sky😅 aku sangat senang kau baik-baik saja.
QuinnBaik-baik saja?
QuinnMmm...aku ragu soal itu

Quinn

Aku merasa sangat lega ketika Sky akhirnya menjemputku dengan mobil SUV Cadillac. Dia duduk di kursi penumpang, pengemudinya seorang pria berambut pirang.

"Di sini kau rupanya!" teriaknya, lalu membantuku naik ke mobilnya. Aku masih meringis kesakitan karena jauh dari Jaxon.

"Aku kan sudah bilang, kau tidak bisa pergi?" dia mengomeliku.

Aku mengangguk. “Ya, ya. Aku tahu."

Mobil mulai melaju dan kami langsung menuju kembali ke rumah sakit. Semakin jauh kami berkendara, semakin berkurang tekanan sensualnya. Syukurlah.

Aku pikir tubuhku tidak sanggup lagi memikirkan Jaxon telanjang. Hanya kilasan dalam pikiran saja sudah membuatku tersipu.

Mata si pengemudi pirang itu memperhatikanku di kaca spion.

"Jadi, ini Luna yang baru, ya?" dia bertanya sambil tersenyum. "Selamat datang di keluarga kami!"

Kupikir, dia sangat mirip dengan Sky. Warna kulit dan struktur tulangnya sama. Hanya warna mata mereka yang berbeda. Mata Sky berwarna hijau giok, sedangkan matanya berwarna cokelat kayu kemerahan.

Dari matanya dia kelihatan baik, pikirku. "Aku Alex, adiknya Sky," katanya. "Senang bertemu denganmu."

“Senang bertemu denganmu juga,” kataku. Kemudian, aku mengerutkan kening, “Maaf, apa kau baru saja menyebutku… Luna? Apa itu?"

Sky memukul lengannya selayaknya seorang kakak, menggelengkan kepala. “Dasar mulut ember! Kita tidak seharusnya bicara apa-apa sampai dia tiba di rumah kawanan, Bodoh!”

"Aku tahu, aku tahu," kata Alex, meringis dan menggosok lengannya.

"Tunggu," kataku. "Kau bilang kita mau ke mana?"

Sky menghela napas dan berbalik untuk menenangkanku.

“Yah, kurasa tidak ada gunanya menyembunyikannya lagi. Kita akan pergi ke markas rahasia Kawanan Bayangan Bulan. Rumah barumu.”

Aku menelan ludah. Tiba-tiba, semuanya menjadi makin rumit.

***

Rumah kawanan sama sekali tidak seperti yang kuharapkan. Apa yang Sky gambarkan sebagai tempat persembunyian ternyata lebih mirip kastel.

Aku tercengang saat kami berhenti di bangunan besar yang indah, dikelilingi oleh hutan di semua sisi.

Ada perpaduan aneh antara peralatan modern—deretan mobil yang diparkir di luar, lampu-lampu—dan peninggalan masa lalu, ada jalan berbatu serta jembatan gantung kuno.

Saat kami turun dari mobil dan mendekati rumah kawanan, sejumlah orang menatapku. Beberapa dari mereka tampak kebingungan. Lainnya, defensif.

Aku tersentak, langsung merasa terasing dan tidak diinginkan.

Aku melihat seorang pria berbulu, tampaknya seperti sedang bersiap untuk berubah wujud sebentar lagi dan akan mencabut kepalaku. Untungnya, Sky menggandeng tanganku dan mengangguk kepadanya.

"Jangan takut, Quinn," katanya pelan. “Kami hanya protektif di sini. Belum ada yang tahu siapa kau. Jaxon pikir penting untuk kami merahasiakan identitasmu. Untuk saat ini."

"Kenapa?"

Quinn menggelengkan kepalanya. Masih ada rahasia lain yang tidak mau dia katakan. Dalam perjalanan ke sini, aku telah mendesaknya dengan pertanyaan demi pertanyaan.

Aku perlu tahu apa yang akan terjadi dalam hidupku sekarang... karena tampaknya aku harus hidup di antara manusia serigala.

Sky telah memberitahuku bahwa ada makhluk gaib lain yang bersembunyi di bawah permukaan dunia kita, termasuk vampir dan penyihir. Dia telah memberitahuku tentang Raja Manusia Serigala, Leon, dan jodohnya yang melarikan diri.

Dia telah memberitahuku tentang Dewi Bulan, makhluk paling suci di alam semesta, sosok yang menjodohkan semua serigala dan—Sky meyakinkanku—tidak pernah membuat kesalahan.

Dia mengatakan ini dan banyak lagi. Aku masih merasa sedikit pusing karena gencarnya informasi baru.

Dan sekarang, melihat rumah kawanan dengan mata kepalaku sendiri, ini benar-benar memusingkan.

“Ini begitu…” Aku terdiam, tidak tahu bagaimana menggambarkan struktur mirip kastel yang menjulang di atasku.

"Aku tahu," kata Sky sambil tersenyum. "Ini begitu banyak untuk dicerna."

Rasanya eksentrik dan akrab secara bersamaan. Tempat ini memancarkan kemilau keamanan yang membuatku bertanya-tanya apakah ada sihir yang melindunginya dari penglihatan manusia.

Sebab bagaimana lagi hal ini bisa luput dari perhatian selama bertahun-tahun?

Aku baru saja akan bertanya kepada Sky soal itu ketika aku merasakan geli di leherku seperti sedang diawasi. Aku menoleh ke sekelilingku, tetapi hanya ada banyak para anggota kawanan yang berkeliaran di dalam dan di luar area ini.

Hah.

Seolah-olah, untuk sesaat, aku merasakan kilatan mata emasnya. Mungkin hanya efek sisa dari jarakku tadi.

Betapa menggairahkan dan telah mengacaukanku… Aku memang harus mengalami kilas balik, bukan?

Namun, aku sadar, setelah merasa seperti diriku lagi, berarti Jaxon pasti sudah dekat.

Namun, di mana dia?

Jaxon

Sejak Alex, Sky, dan Quinn tiba di rumah kawanan, aku memperhatikan mereka dari kejauhan. Pertama, dari benteng menara tertinggi rumah kawanan. Kemudian, dari balkon tersembunyi di aula pintu masuk, saat Sky memulai tur keliling tempat kami.

Aku terpesona, menyaksikan Quinn terpaksa masuk ke dunia baru ini. Dia seperti rusa yang disorot lampu depan mobil. Bukannya aku kasihan kepadanya.

Setelah aksi kaburnya itu, aku hampir muntah karena intensitas kerinduan yang kurasakan kepadanya. Berada jauh dari jodohmu benar-benar siksaan.

Penyiksaan total.

Raja Leon telah mengalaminya bertahun-tahun, tetapi aku tidak pernah mengerti besarnya derita dan hasrat seksual yang dirasakan sampai sekarang.

Bagaimana bedebah itu bisa bertahan?!

Saat Quinn makin jauh, aku tersungkur di lantai kamarku dan menggeliat di sana, membayangkan tubuhnya telanjang menari di atasku.

Payudaranya yang besar membengkak. Dia menjilat bibirnya. Vaginanya basah sampai menetes.

Uh, tidak sepantasnya aku berpikir tentang seorang gadis yang masih polos, bermata besar, dan tidak berguna sepertinya. Namun, aku tidak bisa menahan diri. Entah bagaimana, semua itu membuatku tambah bergairah.

Tubuh dan pikiranku sedang berperang. Keinginan duniawi serigalaku hanya sebatas logika otak manusiaku.

Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa melawannya. Menguntitnya saat dia memeriksa setiap sudut benteng kami, aku tidak mengerti apa yang membuatnya begitu istimewa.

Mengapa kami dipertemukan?

Ada apa dengan Quinn yang membuatku luluh?

Mungkinkah gadis kecil ini benar-benar jodohku?

Quinn

Saat kami selesai berkeliling, aku merasa benar-benar letih. Ada begitu banyak nama dan gelar, aku hampir tidak bisa menghafal semuanya. Aku datang mengetahui ada hierarki penting di dalam kawanan ini dan yang terpenting adalah Alpha.

Alias jodohku.

Sejujurnya, aku kurang mengerti. Apa yang menjadikan satu manusia serigala lebih dominan dari yang lainnya?

Alex, Beta-nya Jaxon atau wakil pertamanya, dan Raphael, Gamma-nya atau wakil kedua, mereka tampak sama-sama berotot dan kuat.

Malah menurutku, Raphael, mungkin yang berpenampilan paling seram dari semuanya. Matanya yang gelap dan rambut hitamnya yang acak-acakan, dia benar-benar berbahaya.

Sky telah menjelaskan kepadaku ini bukan tentang penampilan fisik, tetapi roh manusia serigala yang menentukan kekuatannya.

Meskipun Raphael tampak paling menakutkan, sebagian besar tugasnya adalah membantu Luna memahami soal tradisi dan perayaan.

Pekerjaannya mirip sekretaris, dia mengurus semuanya.

Ketika Raphael bertemu denganku, dia menundukkan kepalanya dengan sopan dan bergumam, "Luna-ku."

Aku sempat merasa sedikit kecewa. Mengapa aku tidak dijodohkan dengan seseorang sebaik Alex atau yang berguna seperti Raphael?

Mengapa aku terjebak dengan bos bermuka masam?

Omong-omong, aku masih belum melihatnya dari tadi.

Apa aku berbuat sesuatu yang menyinggung perasaannya? Aku terus berharap dia muncul tiba-tiba, muncul seperti Jack di dalam kotak, benar-benar membuatku takut.

Aku merasa tegang selama berkeliling bersama Sky, meskipun semakin lama aku di rumah kawanan ini, semakin betah aku di sini.

Salah satunya, karena ada perpustakaan besar yang indah di sisi Timur. Semua buku berdebu itu akan menemaniku kalau aku benar-benar terjebak di sini.

Sekarang, kami sedang menaiki tangga yang seakan-akan tidak berujung, dan dengan kakiku yang masih dibalut dan terasa sakit sekali, naik ke atas jadi sulit sekali.

"Sudah dekat," kata Sky, sambil tersenyum. Mudah baginya berkata begitu; dia tampak seperti baru saja berlari 8 km sebelum sarapan.

“Kenapa…” tanyaku, terengah-engah, “…banyak sekali…”—Aku berhenti untuk mengatur napas lagi—“anak tangga?”

Sky melirik dari balik bahu dan mengangkat bahunya. "Salahkan desainernya."

Oh, ya, memang.

Ketika kami akhirnya sampai di lantai empat, aku melihat ke atas, lega rasanya kami sudah sampai. Ada pintu kayu besar di ujung lorong, dengan dua lilin merah menyala di kedua sisinya.

Ruangan itu sepertinya penting. Cocok untuk seorang raja atau seseorang yang penting.

"Itu kamarmu," kata Sky, sambil menunjuk. Aku menatap tidak percaya. Itu kamarku?

Dengan ragu-ragu, aku mulai berjalan menuju pintu dan membukanya, lalu terpesona dengan kamar yang indah ini.

Ini lebih mirip kamar abad pertengahan, dihiasi karya seni antik dan ada ranjang dengan empat tiang besar di tiap sudutnya.

Kamar ini sebesar pondok ibuku!

“Ini…” kataku, sambil menatap tak percaya. “Ini benar-benar kamar aku?”

Sky mengangguk sambil tersenyum. “Kau kan Luna kami. Sudah sepantasnya mendapatkan yang terbaik.”

Aku sangat lelah, rasanya hanya ingin ambruk di tempat tidur ini dan tertidur pulas selamanya, tapi sebelum aku sempat melakukannya, Sky meraih tanganku.

“Kamar ini juga miliknya, tahu?” katanya.

"Apa?" Tanyaku, wajahku pucat. "Maksudmu…?"

"Kau dan Alpha tidur di ranjang ini."

Aku melihat ke tempat tidur, panik. Apa yang, sedetik lalu, kelihatannya seperti ranjang pelarian yang nyaman, sekarang menjadi seperti alat penyiksaan.

Dari semua orang yang ada di sini, kenapa aku harus tidur dengan Jaxon? Aku belum pernah tidur seranjang dengan laki-laki sebelumnya.

Dan Alpha bukan bocah. Dia seorang pria dewasa.

Penglihatanku dari sebelumnya mulai terlintas di kepalaku lagi, aku sampai menelan ludah…

"Selamat tidur, Quinn," kata Sky, menutup pintu. “Sebaiknya kau bersiap-siap. Dia akan segera naik.”

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok