Tania Shava
Talia
Talia bangun siang hari, turun dengan mengantuk dari tempat tidur. Dia mandi dan berpakaian. Kemudian memutuskan untuk berjalan-jalan di taman besar yang ada rumah ini.
Dia keluar dan melihat bangku yang dikelilingi pagar tanaman berbentuk kubus, seperti taman rahasia.
Bangkunya tampak nyaman dipakai tidur. Jadi, dia meringkuk di bangku, merasakan matahari di wajahnya dan tertidur lagi.
Talia terbangun karena seseorang menarik rambutnya dan meringis kesakitan. Ketika mendongak, ternyata orang yang menarik rambutnya adalah Sophie.
"Berani-beraninya kau?" Sophie menampar wajahnya. Talia hanya duduk di sana tanpa berkata apa-apa, ketika dia melihat Axel berdiri di belakang Sophie dengan ekspresi geli di wajahnya.
Wow, pikirnya dalam hati, ~sekelompok psikopat. Tidak heran mereka bersama.~
“Dia terlihat seperti tikus memakai piama, rambutnya tidak disisir. Idih, aku terkejut kau tidak berbau.”
Talia hanya bangun dan berjalan pergi, kembali ke kamarnya. Sekarang pukul dua siang dan dia meringkuk di bawah selimutnya, kembali tidur.
Talia sangat tersinggung dengan cara Sophie memperlakukannya pagi itu.
Dia bangun kembali pukul tujuh malam dan bertekad menunjukkan kepada mereka bahwa dia juga bisa terlihat pantas.
Ada pesta di rumah ini.
Dia bangun, mandi lagi, dan mulai mendandani dirinya sendiri. Malam ini tidak ada gadis yang datang, karena ini adalah pesta keluarga. Namun, Sophie ada di sini.
Dia yakin semua pelayan lain sudah ada di sana, begitu juga para anggota mafia.
Setelah selesai mengeriting rambutnya dan mendandani wajahnya, matanya terlihat bersinar-sinar. Dia mengenakan kaus putih polos dan sepasang sepatu kets putih. Dia akan berdansa malam ini.
Ketika puas dengan penampilannya, Talia sudah terlihat lumayan, agak pantas. Sekarang dia hanya perlu merasa percaya diri.
Dia berjalan dan melihat ke arah pintu, sempat berpikir untuk putar haluan ketika dia merasakan sebuah tangan di pergelangan tangannya. Talia mendongak dan ternyata ada London, pria yang memegang komando kedua.
Faktanya, dia tampan, dengan mata dan rambut cokelat, dan dia terlihat menawan dalam balutan setelan hitam. "Mau ke mana kau?" dia bertanya, membuyarkan pikirannya.
"Umm, tidak ke mana-mana," Talia tergagap. Dia bisa merasakan London menatapnya, sungguh menatap seolah tertarik. "Kau terlihat, emm cantik, Talia."
"Terima kasih," jawabnya terlalu cepat, dan wajahnya memerah. London sedikit terkikih dan mengulurkan tangan kepadanya.
Talia menyambut tangan London yang tersenyum kepadanya. “Jangan khawatir, kau akan baik-baik saja bersamaku. Mari pergi, Cinderella.” Talia tertawa sedikit, dia langsung menyukai London seperti halnya Helena.
Talia menarik napas dalam-dalam, berharap orang-orang akan terlalu sibuk, para pelayan menggoda para pria, agar tidak ada satu pun yang memperhatikan mereka masuk.
Mereka membuka pintu, dan Talia tertawa karena lelucon yang dibisikkan London kepadanya, ketika dia menyadari, Aduh, dia salah besar. Dia mendongakkan kepalanya dan menyadari bahwa semua orang sekarang menatap ke arahnya.
Sepertinya ada salah satu pria yang sedang berpidato.
London melepaskan tangan Talia dan memindahkan tangannya ke punggung Talia dan menuntunnya menuju…Jangan, pikirnya, ~tolong jangan semeja dengan Sophie dan Axel.~
Namun, hal itu masuk akal karena dia adalah wakil Axel.
Semua orang masih memandang ke arahnya.
Tidak seorang pun dikenalnya dengan baik dan Helena pun tidak ada di sana. Satu-satunya pilihan adalah mengikuti ke mana London membawanya. Mereka duduk di seberang Axel, dan dia bisa merasakan tatapan Sophie seperti menelanjanginya.
Ekspresi Axel tampak seperti tercengang, dan kemudian kembali ke sikapnya semula dan tidak terkesan lagi.
Apa pun yang mereka katakan, Talia, abaikan saja. Tiba-tiba, napas London terasa di lehernya, saat dia membisikkan sesuatu di telinganya.
Talia hanya melihat bibirnya bergerak, dan semakin merona ketika menyadari bahwa London baru saja menanyakan sesuatu padanya.
"Maaf?" dia bergumam.
“Aku bilang 'apa kau mau minum?'”
"Boleh," jawabnya, sambil tertawa kecil. Saat London berdiri, dia ingin mengikutinya, tetapi London memberi isyarat untuk tetap di tempat duduknya dan menunggu.
Telepon Sophie berdering dan dia bangkit untuk menjawabnya. Semenit kemudian, Axel berada di sisinya dan menyentuh rambutnya. "Kau terlihat cantik, Talia," suaranya terseret.
Setelahnya, dia kembali ke tempat duduknya.
Orang ini tampaknya dalam pengaruh obat-obatan. Dia terlalu mudah berubah sikap.
Akhirnya London kembali, dan begitu pula Sophie.
London dan Talia berbicara sepanjang malam dan, kadang-kadang, dia melihat tatapan tajam dari Axel.
Pada satu waktu mereka bahkan berdansa, dan Talia bisa bersenang-senang untuk pertama kalinya setelah sekian lama.
Ketika sudah larut, London mengantarnya keluar, mereka tiba di tujuan mereka, yaitu kamarnya.
“Aku senang sekali malam ini, Talia. Semoga kita bisa bertemu lagi, jangan seperti orang asing.” London mencium pipinya.
Lalu London memeluknya, yang dia balas ketika dia melihat Axel dari balik bahu London. Axel berdiri di ujung koridor seperti sedang menelepon.
Talia masuk ke kamarnya, mengenakan piama serta menghapus rias wajahnya. Dia sudah siap tidur, jadi mencoba untuk tidur ketika tiba-tiba, dia mendengar pintu berderit terbuka.
"Tidurlah, London," gumamnya. Saat pintu tertutup, dia pikir London sudah pergi, ketika dia merasakan kasurnya turun, sebuah tangan melingkari pinggangnya dan bibir menekan lehernya.
"Apakah aku terlihat seperti London bagimu?"
Matanya terbelalak mengetahui bahwa pria di kamarnya ini adalah Axel.