Galatea logo
Galatea logobyInkitt logo
Get Unlimited Access
Categories
Log in
  • Home
  • Categories
  • Log in
  • Get Unlimited Access
  • Support
Galatea Logo
Support
Werewolves
Mafia
Billionaires
Bully Romance
Slow Burn
Enemies to Lovers
Paranormal & Fantasy
Spicy
Dark
Sports
College
See All Categories
Rated 4.6 on the App Store
Terms of ServicePrivacyImprint
/images/icons/facebook.svg/images/icons/instagram.svg/images/icons/tiktok.svg
Cover image for Selamanya

Selamanya

Baiklah, Ayo Main!

Zayla

Begitu aku kembali ke rumah, aku diam-diam bergegas dan mandi, mencukur semuanya dan memastikan aku tercium sewangi mungkin sebelum berjalan kembali ke kamar dan mengunci pintu.

Sejak ulang tahunku yang ke-15, aku tidak pernah mengunci jendelaku. Kubiarkan terbuka setiap saat hanya untuknya.

Itulah sebabnya aku tidak terkejut ketika aku naik ke tempat tidur dan bisa mencium baunya di sana.

Dia telah melakukan ini kepadaku berkali-kali di masa lalu. Ketika aku masuk ke kamar untuk tidur dan tercium baunya di sana, aku pikir dia tahu bahwa aromanya membantuku tidur.

Namun, malam ini, aku tidak tidur. Tidak!

Malam ini aku akan mendapatkan perhatian jodohku. Dia sudah terlalu lama bermain dan memenangkan permainan kucing-kucingan ini, dan hari ini saatnya ada pemenang baru…

Jadi minggir, sayang, karena ada kucing baru yang siap beraksi.

Kugeser-geser tempat tidurku sampai benar-benar menghadap ke jendela sehingga siapa pun yang ada di jendela bisa melihatku sejelas-jelasnya di bawah sinar bulan.

Kujatuhkan handuk, lalu perlahan aku naik ke kasur, kutopang kepalaku dengan bantal dan kucari posisi yang nyaman.

Ketika aku mencium baunya di sebelah jendela, aku tahu sudah waktunya. Jadi, sepelan mungkin, aku merentangkan kakiku selebar-lebarnya. Mempertontonkan setiap bagian tubuhku sepenuhnya.

Ruangan itu benar-benar sunyi sampai aku mendengar erangan kecil yang aku yakin dia coba tahan.

Ini dia! Saatnya…

Kugerakkan tanganku ke atas, meraba kalung yang dia berikan kepadaku, turun ke payudaraku. Dengan ringan menjalankan jari-jariku di atas putingku, aku sedikit merintih karena sensasi itu.

Putingku yang terlalu sensitif mencuat, menunjuk ke surga, berharap disentuhnya.

Kucubit sedikit, lututku tersentak saat terjangan nafsu mengalir melalui tubuhku, langsung ke vaginaku.

Gairahku begitu kuat di udara sehingga aku hampir tidak bisa mencium baunya lagi, tapi aku tahu dia ada di sana. Aku bisa merasakan matanya menatapku, mengikuti tanganku saat mereka bergerak ke bagian bawah tubuh yang dibuat untuk menyenangkannya ini.

Begitu tangan kiriku mencapai tulang kemaluanku, aku mendengar napasnya yang memburu, aku harus menahan tawa karena semuanya hampir terlalu mudah.

Aku menggerakkan tanganku ke atas, meletakkannya di lutut, yang membuatnya menggeram dengan nada sedikit kecewa.

Pada saat ini aku tertawa kecil, sambil menurunkan tanganku ke paha sampai mencapai vaginaku yang basah.

Menggunakan sebagian besar jari tengah, aku mulai membuat lingkaran kecil tapi cepat di sekitar klitorisku yang sensitif, menjerit dengan setiap sentuhan jariku.

Embusan angin membuat kamarku penuh dengan bau gairahnya sendiri. Campuran aroma-aroma ini membuatku lupa diri saat kupercepat gerakan jariku.

Tak seperti jari-jariku, aku merasa dia menyenangkan dirinya sendiri sambil memperhatikanku.

Sensasi ini yang bercampur dengan aromanya begitu kuat sehingga aku mencapai klimaks dengan hebat, mengerang, menjerit, seluruh tubuhku bergetar sampai hampir terlempar dari tempat tidur.

Aku menarik tanganku dari klitorisku, menyeka cairan yang keluar sebelum mengulumnya.

Aku nyaris tidak menangkap erangannya yang tertahan, tetapi ketika aku mendengarnya, aku hanya bisa mengerang. Mengetahui bahwa dia menonton semua yang kulakukan dan menikmatinya membuatku bersemangat lagi.

Selama melakukan gerakan-gerakan tadi, aku tidak menyadari bantalku jatuh dari tempat tidur, jadi ketika aku mengeluarkan jariku, dan lenganku jatuh di samping kepalaku, aku merasakan sesuatu yang seharusnya tidak ada di sana.

Aku menarik saputangan sutra putih susu yang indah itu dari bawah kepalaku dan memeriksanya.

Saputangan ini berhiaskan sulaman warna putih yang menakjubkan dan apa yang tampak seperti benang emas di tepiannya dalam desain yang begitu rumit, menandakan bahwa harganya pasti mahal.

Setelah kulihat-lihat lagi, kuperhatikan ada nama di atasnya.

Soren.

Ini adalah hadiah ulang tahunku, hadiahnya kepadaku untuk ulang tahunku yang ke-21 adalah namanya!

Kudekatkan ke hidungku, aku menarik napas dalam-dalam, menghirup baunya sebanyak mungkin. Terlintaslah sebuah ide.

Aku tersenyum saat menarik kain itu dari wajahku dan sembari berlutut, saputangan sutra itu kuusapkan ke atas dan ke bawah klitorisku.

Dengan napasnya yang cepat tapi dalam, aku berasumsi bahwa dia tidak menduga hal ini. Dan saat aku terus melakukannya, aku mencium bau gairah yang lebih besar, menunjukkan bahwa dia melangkah lebih dekat daripada yang pernah dia lakukan sebelumnya.

Mengetahui bahwa aku membuatnya lebih dekat dari sebelumnya membuatku merasa paling gembira, dan itu didorong oleh bunyi napasnya yang cepat dan berat.

Ketika aku akhirnya mencapai puncak, untuk kedua kalinya malam ini kepalaku terdongak dan aku memekikkan namanya ke langit, membasahi saputangannya.

“Ohhh, Soren…” Masih berlutut, aku gemetar sejenak dengan kepalaku yang masih mendongak sebelum aku menyejajarkan kepalaku dengan jendela.

Napasku langsung tercekat ketika yang bisa kulihat hanyalah dua mata abu-abu, dengan cincin merah menyala di sekelilingnya.

Matanya tertuju kepadaku saat aku menenangkan diri. Setelah aku akhirnya selesai gemetar, aku mengambil dan meletakkan saputangannya di jendela.

"Selamat malam, Soren," ucapku sembari masih mengerang dan terengah-engah. Sebelum aku berbalik, masih telanjang bulat, dan merebahkan diriku ke tempat tidur.

Tidak lama kemudian dia merebut perhatianku lagi.

“Kamu memainkan permainan yang sangat berbahaya, Lux kecilku.” Suaranya kasar dan serak. Jelas masih tersesat dalam nafsu atas apa yang baru saja kulakukan dan kutunjukkan kepadanya.

Terkikih, aku duduk sekali lagi menghadap ke luar jendela. Aku tidak bisa melihat matanya lagi, tetapi itu tidak menghentikan komentarku, yang aku tahu dia dengar: "Oh sayang, tapi itu tadi permainan terbaik."

Tanpa berkedip, aku menjatuhkan diri kembali ke tempat tidur, siap untuk tidur sebelum suara tawanya yang indah mengambil alih kegelapan.

"Benar, Lux, memang benar."

Continue to the next chapter of Selamanya

Discover Galatea

Menikahi Sang CEORatu yang HancurDitemukanSang PenggantiPara Penunggang Tyr

Newest Publications

Serigala MileniumMerasa DibakarAkhir PerjalananAsisten Sang Miliarder TeknologiBerahi Tak Terkendali