
Musik di kelab malam menghentak pada tingkat yang memekakkan telinga, mengirimkan sensasi adrenalin dan kegembiraan ke seluruh tubuhku. Aku menarik rambutku dari leherku yang berkeringat, mencoba bersantai, dan tersenyum kepada Danielle yang menari di sampingku. Dia menganggukkan kepala dan mengipasi dirinya dengan tangannya.
Danielle adalah salah satu dari sedikit istri dalam lingkaran pertemanan Elliot yang benar-benar kusukai.
Dia selalu siap untuk minum, pergi ke spa, berdansa. Selalu ingin mengalihkan perhatianku dari kehidupan sehari-hari—persis seperti yang kuinginkan. Rasanya menyenangkan bisa keluar, bergerak dan tertawa, dan tidak memikirkan atau mengkhawatirkan Elliot atau pernikahanku.
Rasa khawatir melandaku saat memikirkan Elliot. Aku meninggalkannya di meja bersama teman-teman kami. Secara teknis dia bekerja, tetapi dia tidak pernah dipanggil untuk membantu. Aku khawatir, berada di kelab mungkin godaan yang terlalu besar baginya, meskipun dia bersikeras bisa mengatasinya.
Dia harus bisa. Kelab malam adalah hidupnya.
Aku mencoba untuk melihat dari atas kepala kerumunan orang-orang yang berdansa untuk mengintip meja kami. Sepertinya Elliot sedang bercerita. Ada senyum lebar di wajahnya, dan lengannya bergerak dengan penuh semangat.
Sejujurnya, dia sepertinya lebih senang di saat tidak minum dibandingkan saat minum. Dia bahkan berkomentar tentang bagaimana dia berharap bisa bangun setelah keluar malam dan mengingat malam sebelumnya dengan jelas.
“Istirahat untuk minum?” tanyaku kepada Danielle, berteriak agar terdengar.
Danielle mengangguk. "Aku juga perlu buang air kecil."
“Kita baru saja buang air kecil!” Aku tersenyum. "Kita berpisah? Sampai bertemu di bar.”
Dia melayangkan ciuman udara dan mulai menari pergi ke sisi lain klub. Aku menuju ke arah yang berlawanan, menuju bar.
Aku merasa tidak enak minum di depan Elliot, tetapi dia bilang akan lebih buruk baginya jika aku mengubah kebiasaanku saat kami keluar. Dia berkata, hanya karena dia punya masalah bukan berarti aku tidak bisa minum juga. Aku terkejut. Jika aku minum, maka hanya menambah godaan di sekelilingnya, tetapi sejauh aku mengenalnya, dia tidak peduli akan hal itu.
Aku berdesakan jalan ke bar dan menarik perhatian salah satu bartender. Dia langsung mengenalku, dan dengan cepat datang untuk mengambil pesananku. Saat dia pergi untuk meramu minumanku, tiba-tiba aku merinding. Ada seseorang di belakangku. Aku berbalik untuk menyuruhnya pergi, tetapi malah menatap Colt. Ekspresiku langsung masam.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Aku langsung memotong ke intinya. Kelab malam bukanlah tempat yang sering dikunjungi pengendara sepeda motor.
Colt tersenyum. "Mencarimu, sebenarnya."
"Bagaimana kau bisa masuk?" Tidak mungkin satpam membiarkan seseorang berpenampilan seperti dia melewati pintu.
"Menurutmu aku tidak bisa menyuap penjaga?"
Aku memutar bola mataku, muak membuang waktuku untuknya. "Sampai jumpa, Colt."
Tangannya menangkap pinggangku dengan cengkeraman ringan saat aku mencoba melangkah melewatinya. Dari sudut mataku, aku melihat bartender kembali dan bersyukur salah satu pegawai Elliot berada dekat.
"Aku tidak bisa membiarkanmu pergi," kata Colt, ekspresinya serius. “Kau harus ikut denganku. Sekarang."
Aku menepis tangannya dari pinggangku. “Untuk apa aku pergi denganmu?”
“Kau dalam bahaya. Kakakmu dan aku membuat beberapa orang kesal, dan mereka ingin menggunakanmu untuk membalas kami. Jika kau ikut denganku, kami bisa melindungimu.”
"Mengapa aku harus percaya perkataanmu?"
“Dengar, aku mencoba menolongmu demi kakakmu. Dia sudah mencoba meneleponmu, mungkin kau tidak tahu.”
Aku memang tidak tahu. Tidak mungkin mendengar ponselku berdering di tengah musik. Aku tidak punya alasan untuk memberi tahu Colt tentang itu.
“Meskipun kau tidak berbohong, ini bukan pertama kalinya salah satu keputusan Scorp menempatkanku dalam bahaya, dan sudah pasti bukan yang terakhir. Aku bisa menjaga diri.”
Colt melirik dari sepatu hak 15 cm milikku hingga ke kalung berlian di leherku. "Kau yakin soal itu, manis?”
"Sepenuhnya. Lagi pula, jika Scorp sangat mengkhawatirkanku, kenapa dia tidak ada di sini?”
Colt mengangkat bahu. “Dia salah sangka. Berpikir kau akan berada di rumahmu. Sekarang, mari kita pergi. Kau tidak aman di sini.”
"Tidak mau. Terakhir kali aku cek, ruangan yang dipenuhi penjaga bayaran suamiku termasuk dalam kategori 'aman'. Sedangkan mengikuti seorang pembunuh keluar dari kelab tidak.”
“Kurasa standar rasa amanmu salah. Seperti yang tadi kau katakan, aku berhasil melewati keamanan di sini.” Dia melangkah ke arahku. "Kau berada dalam masalah. Aku datang untuk membantu. Terima tawaranku, sialan, karena aku tidak akan meminta dengan baik-baik lagi.”
Kata-katanya membuatku gugup. Penjelasannya terdengar masuk akal. Scorp memiliki kebiasaan menarik masalah. Lagi pula, dia tergabung dalam klub pengendara motor satu persen, yang hidup dan matinya demi menentang hukum.
Untuk alasan yang sama, aku tahu ide Colt untuk melindungiku tidak sesuai dengan “hukum warga negara”. Dia mungkin akan menyeretku keluar dari sini sambil berteriak jika dia menganggapnya benar.
Seperti biasa, pengendara sepeda motor berpikir mereka tahu yang terbaik dan memiliki hukum dan cara mereka sendiri soal melakukan sesuatu.
"Kau baik-baik saja, Summer?" Rasa lega membanjiri diriku saat Danielle muncul kembali. Dia memandang Colt, matanya melebar saat dia melihat otot dan tato Colt.
Colt merengut kepadanya. "Dia baik-baik saja."
Aku memelototi Colt, lalu meremas tangan temanku untuk meyakinkannya.
“Semuanya baik. Bisa tolong panggilkan Elliot untuk membantuku membeli minuman?
Danielle bergegas pergi, tidak perlu alasan lain untuk pergi.
“Itu tidak sopan,” aku meneriaki Colt.
"Aku tidak punya waktu untuk ini," katanya, mencubit pangkal hidungnya.
“Kalau begitu, silakan pergi. Jika belum jelas, aku tidak akan pergi ke mana pun denganmu.”
"Dengar, nona, aku bersumpah kepada Scorp—"
"Ada masalah di sini?" Elliot menyela sebelum Colt sempat menyelesaikan. Aku langsung bersandar ke sisi suamiku, bersyukur atas kedatangannya.
"Ya, Colt ini yakin aku perlu diselamatkan." Mataku tertuju kepada Colt. “Lihat—aku aman. Suamiku yang besar dan kuat bahkan ada di sini untuk melindungiku. Kau bisa mengatakan itu kepada kakakku.”
Tangan Elliot mengepal di sisi tubuhnya selagi matanya menatap tajam kepada Colt. "Pergi dari kelabku dan menjauh dari istriku."
Elliot menarik lengannya ke belakang, seolah-olah siap meninju. Aku segera memegang bisepnya.
“Colt baru akan pergi.”
Apakah aku melewatkan sesuatu? Bukannya aku keberatan melihat wajah Colt ditinju, tapi Elliot bukanlah orang kejam atau suka menyebabkan keributan. Dia mungkin khawatir tentang pemberitaan buruk yang mungkin didapat kelab jika bocor bahwa seorang pembunuh yang pernah didakwa menyebabkan keributan di lantai dansa.
Colt tidak mundur. Sebaliknya, dia menatap langsung kepada Elliot.
"Dengar, bung, mantan rekan bisnisku berpikir bahwa dengan menyakiti istrimu, maka akan menyakitiku." Colt melirikku. "Sebenarnya menyakiti kakaknya." Dia kembali menatap Elliot. "Aku tahu pria sepertimu tidak mengerti dunia kami, jadi bantulah kami dan serahkan istrimu."
Ekspresi Elliot memudar, kulitnya menjadi sangat pucat di bawah cahaya pelangi kelab.
"Pergi, Colt," desakku.
Colt mengabaikanku, matanya yang tajam tertuju kepada Elliot. "Kau ingin istrimu mati?"
Ketika Elliot tidak menjawab, Colt mengulurkan tangannya kepadaku.
Kenapa dia berpikir aku gadis lemah yang perlu dilindungi?
Tangan Elliot terulur, memegang pergelangan tanganku, menahanku di tempat.
"Dia ingin membunuh Summer?" Elliot menarik napas, suaranya penuh ketidakpercayaan.
"Ya," Colt membenarkan. “Pick ingin membunuh Summer. Jadi, serahkan dia. Aku berjanji akan menjaganya tetap aman. Aku bahkan mungkin akan mengembalikannya.”
Elliot menggelengkan kepalanya, cengkeramannya mengencang dan membuatku menjerit. Pegangannya cukup erat hingga kulitku memar.
"Ini semua salahmu, berengsek," semburnya kepada Colt. "Pergi kau!"
Colt melihat antara Elliot dan aku, terlihat kilatan kekhawatiran di matanya.
"Pergilah," kataku kepadanya.
"Baiklah, terserah," kata Colt. “Aku sudah mencoba. Ada cara lebih mudah untuk mengawasimu daripada ini.” Dia menatap Elliot dari atas ke bawah. “Sampai nanti.”
Dengan kata-kata itu, Colt berbalik dan pergi, menghilang ke kerumunan.
Aku bergerak untuk mengambil minumanku, yang ada di bar, tapi Elliot menahanku untuk tetap di sampingnya.
"Kau pernah bertemu dengannya sebelumnya?" Kata-kata Elliot lebih tajam dari pisau berburu.
Ketika aku tidak cukup cepat menjawabnya, Elliot mengguncang tubuhku. "Apakah kau terlibat dengannya, Summer?"
"Kau cemburu dengan narapidana yang berbicara denganku?"
Aku menatapnya sedikit lebih tajam, dan ketika ekspresinya tidak berubah, aku mundur selangkah. “Ada apa, El?”
Napasnya berat, matanya mencari-cari dengan liar ke kerumunan tempat Colt menghilang.
"Jauhi dia, Summer." Kata Elliot pelan, dan bibirnya melengkung karena jijik. "Kau dengar aku?"
"T-tentu saja," aku tergagap.
Elliot melepaskan lenganku, hanya untuk melewatiku dan mengambil minumanku dari bar. Aku merasa takut saat melihatnya meneguk seluruh gelas dalam sekali teguk, menariknya kembali kepada alkohol.
"Ini satu-satunya peringatanmu," geramnya sebelum berjalan menuju meja teman-teman kami.
Ruangan itu tiba-tiba terasa berputar, dan aku terduduk ke salah satu kursi bar. Jantungku berdetak dengan kecepatan yang tidak stabil.
Dalam sekejap, semua harapanku, semua progres yang telah kami buat, musnah.
Dan aku tahu, dari sorot mata suamiku, apa pun yang yang terjadi setelahnya...itu akan menyakitkan.
Lebih buruk dari sebelumnya.