Galatea logo
Galatea logobyInkitt logo
Get Unlimited Access
Categories
Log in
  • Home
  • Categories
  • Log in
  • Get Unlimited Access
  • Support
Galatea Logo
Support
Werewolves
Mafia
Billionaires
Bully Romance
Slow Burn
Enemies to Lovers
Paranormal & Fantasy
Spicy
Dark
Sports
College
See All Categories
Rated 4.6 on the App Store
Terms of ServicePrivacyImprint
/images/icons/facebook.svg/images/icons/instagram.svg/images/icons/tiktok.svg
Cover image for Kesalahan Indah

Kesalahan Indah

Inspeksi

KYLA

Jensen mengelus leherku dengan jarinya ke bagian bawah hingga menyentuh dadaku, seolah-olah ingin menarik kalung yang melekat pada gaun yang aku kenakan.

Sial. Sial. Sial!

Aku tidak ingin dia berhenti.

Kami berada di sebuah hotel. Aku yakin aku bisa menemukan ruangan kosong untuk menyelinap.

Namun, kemudian aku teringat Alden saat meniduri Mallory.

Aku telah berjanji kepada diriku sendiri!

Bahwa aku tidak akan memberikan hatiku untuk orang lain. Aku tidak akan membiarkan kencan satu malam ini berubah ke arah yang lebih serius.

Dan Jensen adalah bosku, tetapi dia dengan sengaja menggodaku beberapa menit setelah kedatangannya di hotel. Kalau itu bukan mencari masalah, aku tidak tahu itu untuk apa.

Aku lantas melepas tangannya dari dadaku dan dengan tenang berkata, “Tn. Hawksley, ini benar-benar tidak profesional dan sangat tidak pantas. Mohon buka pintunya sehingga kita bisa memulai turnya.”

Jensen hanya tersenyum dan mengangguk. "Terserah Anda, Nn. Tristen." Dia melepaskan tombol tutup pintu, dan pintunya terbuka.

Aku berjalan melewatinya, sambil mengangkat kepalaku dengan tinggi.

JENSEN

Aku menggelengkan kepalaku saat Kyla melewatiku, sambil terlihat tenang dan dingin.

Dia karyawanku sekarang.

Aku memang sudah menaksir dia saat pertama kali bertemu dengannya, tetapi situasi ini membuatku semakin tergila-gila kepadanya.

Rasa percaya dirinya sebagai wanita karier, keinginannya untuk tetap bersikap profesional meskipun suatu hal telah terjadi di antara kami berdua…

Kyla malah membuatku sangat terkesan, dan ketika aku melihatnya di lobi pagi ini, aku merasa akan gagal dalam permainanku sendiri.

Aku tidak berpikir jernih, dan mungkin aku terlalu memaksakan kehendakku saat di dalam lift.

Untungnya, ada tur hotel itu sehingga aku bisa memberikan dia kesan yang lebih baik.

Aku lalu mengikutinya ke salah satu restoran yang ada di hotel dan langsung disambut dengan aroma telur mata sapi, wafel, kentang goreng, dan berbagai pilihan makanan untuk sarapan yang mengundang selera. Di sisi lainnya, aku melihat meja prasmanan.

Aku perlu memeriksa kualitas makanan itu sendiri, tetapi dari segi penampilannya saja makanan itu sudah terlihat enak.

Seorang pelayan kemudian menghampiri kami. "Nn. Tristen, senang bertemu denganmu. Dan siapakah bapak ini?”

"Bapak ini adalah General—"

"Kenalan Kyla," kataku, melangkah maju untuk menawarkan tanganku, dan kemudian kami berjabat tangan. "Kami adalah teman lama, dan aku beruntung sekali karena dia telah bersedia menunjukkan area sekitar hotel yang indah ini kepada aku."

"Yah, Anda sedang bersama orang yang tepat."

Aku memberikannya senyum terbaikku. “Bisakah Anda dengan berbaik hati mengantarkan kami ke meja yang kosong dan membawakan dua porsi menu istimewa sarapan pagi ini untuk kami? Kami ingin sekali mencoba pelayanan restoran ini.”

"Maaf, aku tidak bisa," kata Kyla. "Aku sedang bekerja."

Aku tidak tahu apakah wanita ini memang bekerja terlalu serius, atau dia hanya berusaha menghindar agar tidak makan bersamaku.

Namun, sebagai bosnya, dia tidak bisa menolakku. Dan aku punya beberapa trik agar dia tidak bisa menolak.

"Omong kosong. Aku bersikeras.”

Pelayan yang tadi mengantarkan kami ke sebuah meja. Begitu dia pergi, Kyla berbisik, "Mengapa tidak memberitahunya kalau kau GM yang baru?"

Aku mengangkat bahu. “Dia akan segera mengetahuinya. Sementara ini, aku ingin melihat pelayanan mereka ketika tidak tahu aku siapa. Baiklah, coba ceritakan tentang restoran ini.”

"Ini restoran Le Petit Lieu," katanya sambil menunjuk ke sekeliling ruangan. “Salah satu dari dua restoran bintang empat di hotel ini. Kami ingin memberikan tampilan yang modern pada restoran ini, yang selalu digemari tamu. Pada waktu makan malam, kami biasanya mengundang pianis untuk menghibur tamu.”

Cara bicaranya yang sangat yakin membuatnya terlihat sangat menarik, sangat memabukkan. Aku ingin tahu semua hal tentangnya.

Dan dia terlihat sangat luar biasa dengan rok yang dia kenakan.

Aku mencondongkan tubuhku ke depan untuk meletakkan sikuku di atas meja, selain untuk memeriksa apakah mejanya akan bergoyang—ternyata tidak—dan juga untuk bisa lebih dekat dengannya. “Romantis sekali.”

Dia mengangkat alisnya. “Benar, Tn. Hawksley. Aku sarankan kau datang kembali pada waktu makan malam, jika itu yang kau cari.”

Setelah itu, seorang pelayang tiba membawa dua porsi Eggs Benedict yang masih hangat. “Menu istimewa dari juru masak kami.”

Aku mencoba menikmati aroma makanannya terlebih dulu sebelum menjawab. “Tolong sampaikan pujianku kepada juru masak. Dan bolehkah aku meminta daftar anggurnya?”

"Untuk sarapan?" tanya Kyla heran.

Aku menahan tawa ketika pelayannya memberikan daftar anggur kepadaku. Aku sudah tahu kalau aku akan sangat menikmati tur ini bersamanya.

“Menurutku tidak ada yang lebih cocok untuk dimakan bersama Eggs Benedict selain anggur berkualitas. Anggur merah, lebih tepatnya.” Kepada pelayan, aku menambahkan, “Bagaimana kalau Château Margaux?”

"Pilihan tepat."

"Tahun?"

"1990."

“Kedengarannya luar biasa. Tolong bawakan dua gelas.”

Pelayan itu pergi, dan Kyla memelototiku. "Tn. Hawksley, aku tidak boleh minum alkohol.”

"Berpura-puralah kita sedang berkencan."

"Tidak." Dia mengatakannya dengan polos dan blak-blakan.

Belum saja.

Pelayan restoran kembali membawa botol anggur baru, membukanya tepat di depan kami, lalu menuangkannya ke dalam gelasku dengan lihai, memutar botolnya perlahan untuk menghindari tetesan anggur. Itu cara menuangkan anggur yang benar, tetapi kamu akan terkejut kalau tahu banyak sekali restoran yang mengabaikan hal tersebut.

Aku sangat puas dengan pelayanan mereka.

"Minum segelas anggur saat bekerja bukan masalah besar." Aku mengedipkan mata. "Aku tidak akan mengatakan ini kepada siapa-siapa."

“Oh, bukan masalah itu, Tn. Hawksley. Kuperhatikan kau orang pelit. Château Margaux adalah anggur termahal ketiga kami, hanya seharga 10,000 dolar per botol. Jika benar-benar ingin membuat aku terkesan, seharusnya memesan anggur Château Lafite yang seharga 15,000 dolar per botol.”

Dia tersenyum licik, berhenti. "Atau kau pikir aku tidak menyadari itu?"

Mulutku sedikit ternganga. Dia sedang mempermainkanku…mengujiku!

Perempuan yang pintar.

Memang butuh dua orang untuk memainkan permainan ini.

“Jawaban yang tepat, Nn. Tristen. Aku memang tidak memperbolehkan karyawan minum alkohol di tempat kerja. Tidak di hotelku, apalagi minum dengan bos sendiri.”

Alisnya terangkat. "Apakah kau sedang mengujiku?"

"Tentu saja." Aku mulai memotong Eggs Benedict dan mencicipinya. Teksturnya agak kering, sejujurnya. Aku pasti akan mencari tahu siapa yang memasaknya agar mereka bisa lebih berhati-hati.

“Kalau aku ingin mengubah hotel ini menjadi versi yang terbaik, aku perlu mengetahui semua hal tentang setiap karyawan, termasuk siapa yang akan melanggar peraturan.”

Dan aku tidak akan segan-segan menghukummu kalau kamu melanggar peraturan.

Aku tidak mengatakannya dengan lantang, aku tidak bisa berhenti memikirkan ketika kami menghabiskan malam bersama. Aku perlu mengenalnya lebih dalam.

"Coba ceritakan sedikit tentang dirimu."

Dia menggigit bibir bawahnya, mungkin sedang mempertimbangkan seberapa banyak yang harus dia bagikan kepadaku. "Aku belajar pemasaran di University of Chicago," dia memulai, tetapi aku memotongnya.

“Kalau aku tertarik dengan latar belakangmu, aku hanya tinggal minta ke bagian HRD. Aku ingin mendengar tentang minatmu.”

“Sepertinya kau akan kecewa mendengarnya. Pekerjaanku adalah hidupku, karena aku menghabiskan hampir semua waktuku di pekerjaanku. Aku fokus memasarkan hotel ke grup besar yang ingin mengadakan acara team-building. Itu salah satu sumber penghasilan besar dari hotel kita.”

"Jadi, kau juga ikut merencanakan acaranya," kataku, menyesap anggurku.

"Kadang-kadang. Mengapa?"

Aku mengangkat bahu dan meletakkan peralatan makanku. Mengangguk ke pintu ganda yang mengarah ke luar, aku bertanya, “Ada apa di luar sana?”

“Dek Pemandangan. Dapat melihat pemandangan seluruh pusat kota.”

“Mari kita lihat.”

KYLA

Dia berdiri, mengikutiku menuju Dek Pemandangan. Dia berhenti beberapa kali untuk memeriksa berbagai hal: mulai dari kebersihan tumpukan piring di sebelah meja prasmanan; cat di dinding; atau memeriksa apakah ada kursi bergoyang atau tidak.

Dia terlihat menjalankan posisi barunya dengan serius dan ingin benar-benar mempelajari setiap aspek dari hotel ini.

Aku lumayan lega karena dapat mengalihkan perhatiannya dari insiden anggur barusan. Dia telah mencoba menemukan kelemahanku.

Dan aku tidak akan membiarkan diriku jatuh ke dalam perangkapnya sedikit pun. Karena aku sudah hampir ditarik oleh magnetnya.

Saat kami melangkah keluar ke Dek Pemandangan, kami dapat melihat pemandangan pusat kota dengan jelas tepat di hadapan kami. Pemandangan gedung-gedung tinggi di segala arah, dan tidak jauh dari situ terlihat taman kota yang rimbun.

Aku meletakkan tanganku di pagar, dan tubuh Jensen bersandar di sampingku. Aku sangat menyadari kalau bahu kami saat ini benar-benar bersentuhan.

"Ini pemandangan indah," komentarnya. “Aku suka cara mereka mendekorasi area ini.”

“Dekorasi ini mengambil tema 'keindahan bawah laut'. Kami mengubah temanya sebulan sekali. Para tamu merasakan ketenangan dan seolah-olah berada di dunia lain ketika berada di sini.

Dia menoleh, bersandar pada satu tangan, wajahnya saat ini sangat dekat dengan wajahku. “Apakah kau ingin berada di dunia lain, Kyla?”

Dia bersandar di bahuku dengan santainya, sial...aku jadi tidak bisa berpikir dengan jernih.

Ayolah, Kyla, dia adalah bosmu. Tenangkan dirimu.

“Aku suka berada di bawah laut,” kataku. “Tema ini sebenarnya ideku, yang terinspirasi dari perjalanan skuba yang kulakukan beberapa tahun yang lalu.”

Tiba-tiba dadaku sesak karena mengingat sebuah kenangan. Perjalanan skuba itu kulakukan bersama Alden, perjalanan pertama ketika kami resmi menjadi pasangan, saat aku masih mengira kalau dia adalah jodohku.

Betapa bodohnya aku.

"Aku belum pernah pergi skuba," kata Jensen.

"Yang benar?"

“Ya, sayangnya, pasti kau tidak pernah menduga. Anak orang kaya dari keluarga pengusaha, buat apa berenang sampai ke dasar laut? Saudaraku sangat menggemari skuba, tetapi itu malah membuat aku takut. Mengapa kita harus repot-repot bernapas di dalam air.”

"Namun, justru itulah yang menjadi daya tariknya buatku," balasku, tersenyum dengan genit. "Pemandangan bawah laut adalah dunia lain yang tidak seharusnya kita kunjungi."

"Kau mau mengajakku skuba kapan-kapan?" dia bertanya, tangannya meraih ke arah telingaku dan menyelipkan rambutku yang terurai kembali ke belakang telingaku.

Aku rasanya seperti gemetar saat dia menatapku dengan mata birunya yang tajam.

Dia bergerak lebih dekat, tubuh kami hampir bersentuhan.

Aku meletakkan satu tangan di dadanya dan dapat merasakan ototnya yang kekar di balik kemeja linen yang dia kenakan. "Tn. Hawksley, tolong hentikan.”

"Panggil aku Jensen," katanya, sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.

Aku merasakan tangannya di pinggulku dan bergetar.

Ya Tuhan.

"Tn. Hawksley, kau adalah bosku.”

"Aku bukan bosmu Sabtu lalu."

Wajahnya semakin dekat denganku.

Aku tidak bisa menarik diri.

Aku tidak ingin.

Aku ingin dia.

Ponselku bergetar.

Aku mundur dan mengeluarkannya.

Rhea
Si Lintah baru saja memberimu banyak pekerjaan tambahan.
Rhea
Kamu harus segera kembali atau akan lembur malam ini.

Momen itu hilang seketika dan aku tiba-tiba sadar kalau aku sedang berdiri di atap hotel dengan bosku sendiri dan semua orang bisa menyaksikannya.

Untungnya, tidak ada tamu di Dek Pemandangan. Aku hanya bisa berharap tidak ada karyawan hotel yang melihat momen kedekatan kami barusan.

"Itu pesan dari sekretarisku," kataku kepada Jensen. “Kau keberatan kalau kita potong turnya? Aku harus kembali bekerja untuk mengejar tugas tambahan.”

Jensen menelan ludahnya, terlihat sudah kembali tenang. “Ya, kau terlambat hari ini, kurasa wajar kalau dapat pekerjaan tambahan. Baiklah, Nn. Tristen, kau bisa pergi. Aku akan memeriksa area hotel yang belum kita kunjungi sendiri.”

Aku melarikan diri ke lift. Begitu pintu tertutup, aku menyandarkan punggungku ke dinding dan merosot ke lantai, terengah-engah.

Aku benar-benar tidak kuat. Jensen bersikap terlalu agresif kepadaku. Apakah dia tidak tahu kalau itu sangat tidak profesional?

Atau apakah dia tahu kalau aku juga menginginkannya?

Sial, Kyla. Kamu tidak bisa berpikiran seperti ini. Ingat janjimu kepada dirimu sendiri? Dan dia adalah bosmu!

Satu hal yang pasti: Kalau bukan karena pesan pengingat yang dikirimkan Rhea, mungkin aku masih bersamanya dan tidak bisa menolak.

Aku beruntung kali ini.

Namun, aku yakin Jensen pasti akan mencobanya kembali.

Dan aku tidak tahu sampai kapan aku bisa menolaknya.

Continue to the next chapter of Kesalahan Indah

Discover Galatea

Diculik Sang AlphaSi Keily GendutPemahaman yang MenyimpangDitandaiKutu Buku Miliknya

Newest Publications

Serigala MileniumMerasa DibakarAkhir PerjalananAsisten Sang Miliarder TeknologiBerahi Tak Terkendali