Maddie adalah pencopet yang beroperasi di jalan-jalan yang kejam dan magis di Kota Requiem. Ketika dia mencuri dari si kembar Dobrzycka yang sangat kaya, mereka memaksanya untuk membuat pilihan: dominasi—atau kehancuran.
Rating Usia: 18+
Peringatan: Cerita ini berisi adegan gelap dan grafis, termasuk BDSM dan perbudakan seks. Kami tidak meyakini bahwa adegan seks dalam cerita ini realistis atau ideal.
MADDIE
Aku menghirup udara pagi saat aku bertengger di langkan sebuah bangunan terbengkalai di kawasan kerangka Kota Requiem, sebuah kota yang kondisinya sangat parah, tapi itu juga rumahku—satu-satunya rumah yang pernah kukenal.
Di ketinggian ini, bau busuk kota tergantikan oleh aroma jarum pinus segar yang berembus dari hutan.
Pemandangan cakrawala tampak bagaikan dongeng di buku cerita yang sempurna, tapi yang dibutuhkan hanyalah satu pandangan ke bawah untuk mengingat bahwa kenyataan hidupku sama sekali bukan dongeng.
Beberapa orang berpegang kepada legenda bodoh dari masa lalu tentang sihir serta dewa naga, tapi satu-satunya kekuatan yang kupercayai adalah kekuatanku sendiri. Aku yang menentukan nasibku sendiri, bukan orang lain.
Beberapa orang gila masih menghabiskan seluruh hidup mereka mencoba meyakinkan diri sendiri bahwa naga itu ada, tersembunyi di antara kami.
Namun, aku? Aku tidak pernah punya waktu untuk berpura-pura.
Hidupku selalu diatur oleh dua kata: bergerak cepat.
Lakukan atau mati.
Apa saja harus kulakukan di jalan-jalan yang sulit di Kota Requiem untuk mendapatkan uang.
Kenapa harus membuang-buang waktu membayangkan omong kosong ketika kenyataan akan merontokkan gigimu?
Tidak, aku mengesampingkan pikiran itu ketika aku duduk di langkan, seimbang dengan genteng, menendang potongan beton ke jalan di bawah.
Persetan dengan dongeng.
Fantasi hanya berumur pendek di Kota Requiem …
Ponselku mulai berdengung liar, dan aku mengeluarkannya dari sakuku dengan perasaan takut—aku tahu persis siapa itu.
***
Aku bisa mencium bau emas sebelum bisa melihatnya. Salah satu wanita terkaya di Kota Requiem sedang duduk di antara orang-orang bodoh, menyeruput espresso, memamerkan betapa tak kenal takutnya dia.
Dia adalah Adara Dobrzycka dari keluarga kaya Dobrzycka.
Wanita itu cukup berani berada di Kawasan Tengkorak. Mungkin dia mengira bisa berbaur dengan rambut ungunya yang setengah menyala. Tampak jelas bahwa Adara sangat ingin terlihat bergaya punk.
Sungguh menggelikan bagaimana orang kaya selalu gemar terlihat miskin. Sepertinya kami cukup trendi, ya?
Meskipun Adara berusaha bersikap dingin dan acuh tak acuh, kebetulan aku tahu bahwa di dalam tasnya, ada jam tangan Robishaw baru yang baru saja dibelinya di 900 Jewelers.
Anggap saja aku telah membuntutinya untuk sementara waktu dan wanita itu punya selera yang bagus—selera yang mahal.
Aku tidak seperti kebanyakan pencopet lainnya. Aku lebih pendek, lebih jahat, juga lebih pintar.
Dan aku suka memilih targetku beberapa hari sebelumnya. Seperti Adara, misalnya. Dia telah berada di radarku selama beberapa waktu. Ya Tuhan, betapa aku ingin menghapus senyum sombong itu dari wajahnya yang kaya.
Itulah satu-satunya kelemahan menjadi pencuri. Kau tidak bisa tetap di tempat untuk melihat keterkejutan mereka begitu menyadari bahwa mereka telah ditipu.
Menyedihkan, bukan?
Namun, terserahlah.
Saat ini, aku ingin mencuri jam tangan miliarder jalang ini sebelum dia tahu apa yang menimpanya.
Aku harus melakukannya. Jika tidak, maka dua sahabatku, Darshan dan Harry, dan aku akan menjadi budak Dominic si berengsek, selamanya.
Jam tangan itu adalah tiket kami menuju kebebasan.
Jadi, aku akan memberikan kesempatan bagi Adara Dobrzycka untuk mencicipi rasa Kota Requiem yang sebenarnya, kota di mana dia hanya berpura-pura menjadi bagian darinya.
Aku adalah teman terbaik dari orang-orang yang ditolak, para pecandu, serta manusia rendahan di setiap sudut kota.
Aku adalah darah yang terus memompa pasar gelap.
Aku adalah yatim piatu berusia 16 tahun bernama Madeline, dan tidak ada apa pun di dunia ini— tidak para polisi, tidak pula mitos "sihir", bahkan tidak pula keluarga Dobrzycka yang bisa menghentikan aku.
Sungguh suatu keberuntungan bagiku bahwa Adara tidak terlalu memperhatikan rakyat miskin di sekitarnya. Aku akan menggunakannya untuk keuntunganku.
Aku memeluk mantelku erat-erat dan berjalan cepat ke depan. Aku menunggu kerumunan pengusaha mengerumuni trotoar, menyelinap di antara mereka, dan kemudian, pura-pura melihat ke samping, dengan hati-hati memosisikan jariku, aku menjentikkan cangkir Adara.
Ups.
“Oh, sial!” teriaknya, melompat berdiri dan menyeka espresso dari mantel "vintage" miliknya.
Ini adalah kesempatanku. Aku berlutut untuk mengambil cangkir yang jatuh dengan satu tangan dan kemudian—secepat kilat—menyelipkan tanganku yang lain ke dalam tasnya. Aku merasakan kotak kecil itu dikelilingi oleh kertas tisu dan dengan cepat menyambarnya.
Aku tidak tahu bagaimana gerakanku bisa begitu cepat. Itu tidak manusiawi, kata orang-orang kepadaku. Bahkan jika berusaha memperhatikannya, mereka tetap tidak bisa melihatnya. Seolah aku punya sihir.
Sihir? Ah, andai saja.
Sambil berdiri, aku kemudian menyerahkan cangkir kepada Adara. "Ini," kataku dengan tatapan menyesal.
"Apa kau tidak menyadari bahwa cangkir itu kosong?" dia meludah, melihat keadaan jaketnya.
Aku hanya mengangkat bahu dan melanjutkan perjalananku, jam tangan sudah terselip di tasku.
Aksiku berjalan dengan lancar.
Dorongan tiba-tiba untuk melihat ke belakang menyerangku—yang aku tahu seharusnya kutolak. Namun, sial, aku tidak bisa menahan diri.
Kemenangan semacam ini pantas untuk dinikmati. Belum pernah aku mengejar target yang begitu besar dan masih hidup untuk bisa menceritakan kisahnya.
Secara kebetulan, aku melihat dari balik bahuku dan—
Adara sedang menatapku.
Sialan.
Aku cepat-cepat menoleh kembali ke depan dan berbelok di tikungan, memastikan aku setidaknya 20 langkah jauhnya darinya sebelum aku mulai berlari.
Lantas bagaimana jika jalang itu melihatku, meski hanya sebentar?
Bukannya dia bisa melacakku, karena aku sudah hafal betul seluk-beluk di kota ini.
Aku baru saja mencuri dari Adara Dobrzycka.
Tidak ada yang membuatku takut sekarang.
***
"Kau berjanji ini aman, Mads?"
Aku berdiri di depan Dominic, mafia yang telah menerorku dan teman-temanku selama bertahun-tahun.
Ketika dia sudah terlalu tua untuk tinggal di Greensward, pusat komunitas untuk anak-anak kurang mampu, dia berpindah ke operasi yang lebih hebat, yaitu operasi narkoba dan senjata kecil di tempat yang lebih rendah di Kota Requiem.
Dom sedang memeriksa arloji emas itu, alisnya berkerut.
"Sebaiknya kau tidak bermain-main denganku."
"Aku berani bersumpah atas hidupku," kataku. “Benda ini milik Adara Dobrzycka. Barang yang belum lama dimilikinya. Namun, tetap saja itu miliknya."
Dia memeriksanya lebih lama, sepertinya dia akan meninjuku hanya untuk bersenang-senang. Begitulah kebiasaan Dom. Posturnya kemudian menjadi lebih rileks, dan dia pun tertawa.
"Ya ampun, lihat ini," kata Dominic, melemparkan arloji ke salah satu premannya. “Ada ukirannya dan sebagainya. Kau tahu mereka bilang tidak ada yang bisa merampok Dobrzycka? Bagaimana mungkin orang sepertimu bisa?”
"Sihir," jawabku, dalam hati memutar mataku. “Jadi, Dom. Kita punya kesepakatan atau apa?”
Jika cukup beruntung, aku bisa menyingkirkan Dominic untuk selamanya. Dengan dukungan dua sahabatku, Darshan dan Harry.
Aku dibuang ke pusat komunitas ketika baru berusia dua tahun, seolah aku hanyalah sampah, Darshan dan Harry-lah yang mencegahku terjun dari gedung pencakar langit tertinggi di Kota Requiem.
Kami semua dibuang.
Yatim piatu.
Ditolak.
Darshan yang paling sering diganggu karena dia buta. Dan yang paling sering mengganggunya adalah Dom, ketika masih tinggal di pusat komunitas.
Jadi, kami mulai saling membela, melakukan apa pun yang kami bisa untuk melewati hari demi hari. Tanpa keduanya, aku tidak berpikir bisa bertahan sampai sekarang.
Aku selalu bisa memercayai Darshan untuk membuatku tertawa dan Harry untuk membuatku tetap lurus. Keduanya adalah orang-orang terdekat yang bisa kuanggap sebagai keluarga, dan aku akan melakukan apa saja untuk mereka.
Selama bertahun-tahun, Dominic telah bermain-main dengan keluargaku. Dia menghajar kami, memaksa kami melakukan pekerjaan sampingan, menghasilkan uang untuknya dengan cara apa pun yang kami bisa. Dan aku adalah pencopet terbaik di seluruh Kota Requiem.
Ketika Dominic meninggalkan Greensward, kupikir kami akhirnya akan aman. Bebas.
Jauh darinya.
Dom pasti punya kesepakatan dengan kepala sekolah, Elle, sosok kejam yang tidak peduli dengan pendidikan ataupun kesejahteraan kami.
Dengan kulit cokelat palsunya, mata hitam, dan rambut pirang beruban, dia hanya punya satu tujuan dalam hidupnya: uang.
Meski mendapat uang bantuan dari pemerintah dan sumbangan dari keluarga Dobrzycka, Elle masih bisa hidup jauh di luar kemampuannya. Tebakanku? Dom ikut terlibat di dalamnya.
Semua itu dilakukan Dom agar dia diizinkan untuk terus datang ke pusat komunitas untuk menindas kami.
Namun, semoga saja, hari-hari itu sudah berakhir. Jam tangan yang satu ini lebih berharga dari semua hasil curian yang kudapatkan sepanjang hidupku, bahkan jika digabungkan.
Itu seharusnya sudah cukup... kan?
"Kesepakatan kita, Dom," kataku, mengingatkannya. "Akan kau tepati atau tidak?”
Dia menatapku sangat lama dan kemudian menghela napas.
“Aku akan rindu punya pencopet terbaik di kota yang bisa kuandalkan. Namun, ya, Mads. Kau melakukannya dengan baik. Keluar dari sini. Sebelum aku berubah pikiran.”
Aku segera pergi tanpa mempertanyakannya.
Aku sudah keluar dari lubang nista itu, berharap tidak akan pernah melihat cangkir jelek Dom lagi, sangat bersemangat untuk menyampaikan berita itu kepada teman-temanku.
Aku sudah melakukannya.
Kami akhirnya bebas.
***
“Kau melakukan APA?!”
Darshan tidak bisa memercayai telinganya. Lucu juga, mengingat dia buta.
“Kau seharusnya melihatnya.”
“Harus, Maddie. Memang seharusnya aku bisa melihatnya.”
“Kau tahu kau menyayangiku.”
Kami sedang duduk di atap bangunan pusat komunitas yang kumuh, menyaksikan matahari terbenam, turun perlahan di atas Pegunungan Requiem yang jauh. Aku baru saja menceritakannya kepada Darshan, dan dia tidak berhenti berjalan mondar-mandir.
Anehnya, aku merasa lebih santai sekarang daripada sebelumnya.
Mungkin ini yang disebut dengan zen, atau apa pun mereka menyebutnya.
Ketika Harry, "yang bertanggung jawab" di trio kami, berjalan mendekat dan Darshan mulai menceritakan kisah itu kepadanya, pikiranku melayang sendiri.
Melihat ke lereng gunung, aku ingat cerita lama yang mereka ceritakan kepada kami—bahwa gunung itu berhantu.
Aku tahu itu konyol, tapi aku pernah ikut acara karyawisata dari sekolah, dan memang aku merasakan sesuatu yang aneh di katakomba itu. Udara pengap serta gaung aneh.
Memang terasa angker. Namun, tidak ada lagi yang percaya sihir.
Darshan dan Harry duduk di sampingku. Harry yang malang langsung terguncang.
"Ya ampun, Madeline," katanya, "apa yang sebenarnya kau pikirkan, merampok Dobrzycka?"
Dia benar. Hael dan Loch Dobrzycka adalah dua pengusaha paling berpengaruh di kota. Mereka baru berusia awal 20-an, tapi saudara kembar itu telah naik ke puncak dengan bertindak kejam.
Dan membuat marah saudara perempuan mereka, Adara? Itu sungguh bukan ide bagus.
Namun, berkuasa atau tidak, tidak ada yang membuatku takut.
“Aku sedang berpikir,” jawabku, “kita tidak perlu khawatir tentang Dominic lagi, teman-teman. Pikirkan sejenak. Dalam dua bulan, kita akan keluar dari tempat celaka ini. Dan bebas. Benar-benar bebas. Aku telah melakukannya untuk kita.”
Mendengar itu, Harry melunak. Dia melingkarkan tangannya di tubuhku. Dan aku menempatkan tanganku melingkari tubuh Darshan.
Seperti yang kukatakan. Keluarga.
"Madeline, kami berutang budi kepadamu," kata Darshan. “Kami sungguh berutang budi kepadamu.”
“Tapi… lanjutkan. Ungkapkan saja semuanya.”
“Sudahkah kau mempertimbangkan apa yang akan dilakukan keluarga Dobrzycka ketika mereka mengetahui bahwa seorang yatim piatu dari salah satu pusat komunitas yang didanai oleh Req Enterprise telah mencuri benda milik mereka?”
"Ah," kataku santai. “Satu jam tangan kecil? Kurasa ini bukan masalah besar, setidaknya tidak bagi mereka.”
Itulah perbedaannya antara menjadi kami dengan menjadi seorang Dobrzycka. Apa yang kecil bagi mereka telah mengubah hidup kami. Aku tidak suka orang kaya, dan tidak merasa keberatan mencuri dari mereka. Namun, jauh di lubuk hati, ini bukan tentang balas dendam kepada mereka yang hanya berjumlah satu persen.
Meskipun sulit untuk dikatakan, tapi aku melakukannya untuk kami.
Matahari menghilang di cakrawala saat kami duduk di sana dalam keheningan, kegelapan turun dengan cepat, kenyataan baru ini masih berusaha kami cerna.
"Apa ada yang mematikan sakelar lampu?" tanya Darshan.
Kami tertawa. Dia selalu punya selera humor tentang kondisinya sendiri. Salah satu dari banyak kualitas hebatnya.
Aku hendak membalas ketika sumber cahaya lain menarik perhatianku.
Lampu depan mobil.
Sebuah limosin besar berhenti di depan pusat komunitas, dan seorang pria yang sama besarnya melangkah keluar dari kursi belakang.
Astaga.
Hael Dobrzycka.
Dia sangat tinggi dan berotot, dan dia mengacak-acak rambutnya yang berwarna hijau saat melihat ke atap…
Kepadaku…
Hael mengedipkan mata hijau zamrudnya kepadaku dengan sorot misterius, dan memberiku seringai dingin.
Seperti yang telah kukatakan sebelumnya…
Fantasi berumur pendek di Kota Requiem.