Kota Requiem - Book cover

Kota Requiem

C. Swallow

Lantai 100

MADDIE

Saat aku terbangun, malam sebelumnya terasa seperti mimpi yang jauh. Kenangan itu berlalu begitu saja, dan seberapa kuatnya aku berusaha, aku tetap tak bisa mengingatnya.

Apa yang terjadi tadi malam?

Meskipun mulutku terasa kering, aku merasa sangat nyaman. Kurasa aku tidak pernah tidur senyenyak tadi malam sepanjang hidupku.

Tubuhku menggeliat di bawah seprai sutra satin, dan aku hanya bisa tersenyum karena kehangatan yang memancar ke wajahku dari jendela yang terbuka.

Tunggu sebentar…

Aku tiba-tiba membuka mataku dan mendapati diriku berbaring di tempat tidur raksasa. Tempat tidur siapa ini, dan bagaimana aku bisa sampai di sini?

Dengan ragu-ragu, aku mengangkat seprai hitam untuk melihat bahwa aku sepenuhnya telanjang di bawahnya.

Saat aku memindai ruangan untuk mencari pakaianku, aku terpesona oleh betapa besarnya ruangan itu. Sebuah jendela ceruk raksasa, cermin dari lantai ke langit-langit, dan lemari pakaian seukuran seluruh kamarku di pusat komunitas.

Jika hidup ibarat film komedi romantis, mungkin ini suatu keberuntungan, tapi ternyata tidak, dan aku adalah orang yang paling tidak beruntung.

Aku ingin pergi dari sini secepat mungkin.

Aku tidak dapat menemukan pakaianku di mana pun, jadi aku menggunakan seprai untuk menutupi tubuhku dan berjingkat ke pintu kamar.

Aku bergidik membayangkan seorang pria melepas pakaianku ketika aku terlalu teler untuk mengingatnya.

Aku sangat mengenali tubuhku, dan aku tidak merasa diriku telah dinodai dengan cara apa pun, tapi tindakan melepaskan pakaian itu sendiri sudah merupakan pelanggaran bagiku.

Hal terakhir yang kuingat adalah menuju Kelab Emerald bersama Darren dan si bodoh Dominic, untuk menjalankan ide bodohnya—merampok keluarga Dobrzycka.

Ingatanku terlalu kabur untuk memahami apa pun, tapi aku hampir yakin bahwa aku juga bersama orang lain…

"Loch," pekikku saat seorang pria besar yang setengah telanjang berjalan melewati pintu dengan celana bokser desainer ketat.

“Akhirnya bangun juga.” Dia menyeringai acuh tak acuh. "Aku senang aku tidak harus membangunkan tikus jalanan yang sedang tidur dengan sebuah ciuman."

Uhh, berengsek.

Dia melanjutkan menyusuri lorong, dan aku mengikutinya ke ruang tamu besar yang sekarang kusadari adalah penthouse Req Enterprise.

Balkon atap menakjubkan yang menghadap ke pegunungan hampir membuatku terkesiap.

"Tidak terbiasa melihat sesuatu dari ketinggian?" sebuah suara yang familier bertanya, geli.

Aku berbalik untuk melihat bahwa Hael juga ada di sini, menyeruput kopi di dapur.

Setidaknya dia berpakaian.

Yang tentu lebih baik dari kondisiku ketika terbangun dari tidur pagi ini.

"Oke, siapa di antara kalian pria mesum yang menanggalkan pakaianku tadi malam?" tanyaku, dengan marah mengalihkan pandanganku ke antara kedua bersaudara itu.

"Bukan kami berdua," kata Loch sambil tertawa. "Kau belum mendapatkan kehormatan itu."

Kehormatan? Orang ini sungguh sombong.

"Kau muntah-muntah seperti penghuni selokan," dengus Loch. "Adik kami yang melepaskan pakaianmu agar bisa membersihkannya."

Artinya…

Seolah diberi aba-aba, Adara melenggang masuk ke dalam ruangan, terlihat sangat rapi. Mengikuti di belakangnya seperti anak anjing yang mabuk cinta adalah...

“Darren?” tanyaku, terkejut melihatnya di sini.

“Hei, Maddie! Kau tidur nyenyak?" dia bertanya dengan nada yang aneh.

“Sejujurnya, aku bahkan tidak ingat,” jawabku, memeras otakku bahkan untuk ingatan terkecil sekalipun.

Adara menampar pantat Darren dan mengarahkannya ke lift.

"Sampai lain kali, peliharaanku," dia mendengkur.

Sial, keduanya bergerak cepat. Aku terkejut Dominic membiarkan Darren pergi seperti ini.

Dia jelas tidak tampak seperti sedang bekerja untuk Adara. Adara yang memanfaatkannya.

Darren memberiku lambaian canggung saat pintu lift tertutup, dan aku mendapati diriku sendirian di ruangan yang penuh dengan keluarga Dobrzycka.

Bagaimana aku terus berakhir dalam situasi ini? Mungkinkah ini benar-benar takdirku?

"Jadi, apa yang harus kita lakukan dengan pencuri kecil ini?" Loch bertanya, menatap kakak dan adiknya.

"Kalian berdua bisa melakukan apa pun yang kalian mau," kata Adara, mengibaskan rambut ungunya ke samping. “Sejujurnya, dia membuatku bosan. Aku punya teman bermain yang jauh lebih menarik.”

"Kebosananmu pasti membuatmu tertidur, karena yang ini bisa mencuri tepat di depan matamu," goda Hael.

Wajah cantik Adara berubah menjadi tatapan tajam yang menakutkan, dan lubang hidungnya melebar. Aku berani bersumpah melihat asap keluar darinya.

"Aku harus bekerja," gerutunya. “Harus ada yang menjalankan perusahaan ini. Atau kau lupa kita akan mengadakan pesta malam ini?”

Tanpa menatapku, Adara bergegas keluar dari dapur dan menghilang ke dalam lift.

"Kau membuat adik kami sangat marah." Loch tertawa, mencondongkan tubuh ke konter dan menatap tajam ke arahku.

"Apa? Namun… aku tidak…”

“Kau benar, Loch. Dia sungguh akan memberikan hiburan kepada kita,” kata Hael, menatapku juga.

Sungguh meresahkan melihat kedua pasang mata zamrud mereka menatapku, tapi aku mendapati diriku sangat menikmati perhatian itu.

Bagaimanapun, mereka berdua adalah bujangan miliarder sangat tampan.

Fisik Loch yang sempurna tentu saja tidak luput dari perhatian.

Bisepnya yang menonjol.

Otot-ototnya menonjol.

Bawahnya yang menonjol, eh…

Wajahku memerah, dan aku menepisnya.

Apa yang kupikirkan?

Otot dan uang tidak mampu menenggelamkan kengerian dari menyebutku sebagai hiburan.

"Dengar, aku masih tidak mengerti apa yang kalian inginkan denganku," kataku kesal. "Namun, aku tidak akan menjadi penari sialanmu."

"Aku melihat tarianmu tadi malam, dan aku tidak terkesan," jawab Loch, jelas bosan.

Ya Tuhan, dia sungguh tahu cara membuatku kesal.

“Bicara soal tadi malam, maukah kau memberitahuku apa yang terjadi?” Aku bertanya, menyilangkan tanganku.

Loch tersenyum penuh pengertian kepada Hael, yang membalasnya.

LOCH

Kemarahannya menjengkelkan, tapi anehnya juga membangkitkan gairah.

Aku selalu menyukai orang penuh semangat. Jauh lebih menyenangkan untuk diajak bermain.

Mungkin memang sebaiknya tikus kecil ini melupakan kejadian semalam.

Aku ragu dia mampu menangani kebenarannya, jadi aku harus sedikit memilah-milah detailnya—menyampaikan versi lebih ringan untuknya, karena kegelapan yang lezat akan terlalu berat untuk diterima gadis kecil yang naif ini.

“Aku menemukanmu dalam keadaan ceroboh, mempermalukan diri sendiri,” kataku dengan gembira. “Aku sungguh tak bisa menerima karyawan baru kami mencemarkan nama besar perusahaan kami, jadi aku membawamu ke sini.”

“Bagaimana dengan pria yang bersamaku? Kau melihat ke mana dia pergi?" dia bertanya, meskipun tidak ada kekhawatiran dalam suaranya.

Aku ingat pria tengik itu dengan baik—rasanya masih ada di bibirku.

Aku menjilatnya saat memberi Maddie seringai jahat. “Oh ya, aku melihatnya. Yang terjadi kepadanya cukup tragis, bukan, Hael?”

Hael mengangguk, berusaha menahan seringainya sendiri.

“Dia meninggal karena overdosis. Terlalu banyak putau dicampur dengan alkohol. Kombinasi mematikan bagi mereka yang punya tubuh lemah. Dan dia sangat, sangat lemah,” kataku, menyipitkan mata.

Begitu juga cita rasanya. Pemakai narkoba tidak pernah terasa selembut ini. Mungkin aku seharusnya memanggangnya lebih lama, tapi Hael lebih suka daging setengah matang.

"Oh," hanya itu yang dikatakan Maddie. Tidak ada emosi dalam suaranya. Aku tahu bahwa sudah agak lama dia berharap pria itu mati.

"Apa dia temanmu?" tanyaku, mengulurkan tangan dan menyentuh bahunya yang lembut.

"Bukan sama sekali," jawabnya jauh. "Hanya seseorang yang kukenal terlalu lama."

Saat tanganku menyentuh kulitnya, aku merasakan nyala apiku berkobar di dalam diriku.

Kenapa gadis tidak penting ini membuatku begitu bergairah?

Aku tidak tahu apa, tapi aku bertekad memahami ketertarikan aneh yang kurasakan ketika dia ada di dekatku.

MADDIE

Aku pamit diri dari kedua kembar untuk berpakaian, bersyukur bahwa pakaianku masih utuh.

Masih dalam keadaan terlipat, di sofa mewah di pojok ruang ganti mewah dengan pencahayaan menakjubkan.

Penthouse ini sungguh memiliki segalanya.

Namun, untuk apa dua bersaudara itu membutuhkan ruang ganti begitu mewah?

"Halo," terdengar suara manis dari belakangku.

Aku berbalik untuk melihat salah satu wanita paling cantik yang pernah kulihat.

Dia punya rambut pirang yang tergerai ke bahunya dan satu set payudara besar yang hampir tumpah dari pakaian dalamnya yang tembus pandang.

Dia tersenyum manis kepadaku, tapi aku tidak membalasnya.

Siapa wanita jalang ini?

“Kau juga menginap? Atau baru datang pagi ini?” dia bertanya saat mulai melihat-lihat lemari yang penuh dengan gaun.

Aku cepat-cepat menjatuhkan sepraiku dan mengenakan gaunku sendiri lewat atas kepalaku.

"Aku tertidur, tapi tidak sengaja," jawabku sedikit tajam.

"Lucu," katanya seperti orang bebal. “Kuharap aku tidak membangunkanmu. Orang-orang bilang aku banyak mengerang.”

Serius, siapa wanita jalang ini?

"Kau teman Adara?"

"Oh, tidak, aku belum pernah bertemu dengannya." Dia terkikik. "Aku bercinta dengan Loch dan Hael semalam."

Tubuhku tiba-tiba menegang.

“Kau…kau bercinta dengan mereka berdua? Satu demi satu?”

"Tidak... pada saat bersamaan," katanya, berdandan di depan cermin. “Mereka suka berbagi.”

Rasa panas tiba-tiba memancar ke seluruh tubuhku, dan aku mendapati diriku ingin merobek rambut pirang cantik itu dari kepalanya.

Apakah aku…

Cemburu?

Aku bergegas keluar dari ruang ganti, menyusuri lorong, dan masuk ke ruang utama, tempat Loch dan Hael masih mondar-mandir.

Persetan dengan mereka berdua dan konsep berbagi mereka.

Saat aku menekan tombol lift, aku melihat kedua pasang mata zamrud memperhatikanku, geli.

Mereka benar-benar memandangku sebagai hiburan.

Sungguh tidak rasional, tapi aku sungguh marah karena cemburu.

Namun, saat aku masuk ke dalam lift, sensasi lain tiba-tiba menghantamku…

Mataku menangkap satu pandangan terakhir dari mereka sebelum pintu tertutup.

Aku ingin mereka... aku ingin mereka berdua.

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok