Galatea logo
Galatea logobyInkitt logo
Get Unlimited Access
Categories
Log in
  • Home
  • Categories
  • Log in
  • Get Unlimited Access
  • Support
Galatea Logo
Support
Werewolves
Mafia
Billionaires
Bully Romance
Slow Burn
Enemies to Lovers
Paranormal & Fantasy
Spicy
Dark
Sports
College
See All Categories
Rated 4.6 on the App Store
Terms of ServicePrivacyImprint
/images/icons/facebook.svg/images/icons/instagram.svg/images/icons/tiktok.svg
Cover image for Ratu Lycan

Ratu Lycan

Bab 5

"Aarya, apa yang terjadi?" suara panik sahabatku memanggil.

Aku berbalik untuk melihat Sophia yang bergegas ke arahku dengan ekspresi wajah yang ketakutan. Dia duduk di sebelahku, dan aku melihat matanya penuh selidik, seolah-olah ingin memastikan aku baik-baik saja. “Aku tidak tahu apa yang salah dengan serigalaku. Dia sangat marah sehingga aku hampir saja berubah wujud. Aku harus keluar dari sana.” Aku menghela napas.

"Apa? Serigalamu tidak pernah seperti itu,” seru Sophia.

"Ya, aku tahu. Itu sebabnya aku sangat bingung. Dia tampaknya sudah tenang sekarang,” jawabku.

Sophia menatapku dengan waspada. “Kau yakin ingin kembali ke dalam? Jika serigalamu bertingkah aneh, mungkin kamu harus pulang.”

Aku menggelengkan kepalaku. “Tidak, aku tidak bisa melakukannya. Aku datang kemari bersama Carter, dan tidak baik jika aku meninggalkannya. Aku merasa baik-baik saja sekarang.”

Aku berdiri dan tersenyum untuk membuktikannya. Sophia masih lelah saat kami berjalan menuju istana. Sejujurnya, aku juga begitu, tapi aku tidak ingin membuat siapa pun khawatir.

Segera setelah kami memasuki istana, Carter bergegas ke arahku dan menatapku untuk memeriksa apakah aku terluka.

"Kamu baik-baik saja? Tidak terluka?” Carter tampak khawatir.

Aku tersenyum dan menggelengkan kepalaku. “Aku baik-baik saja, Carter, jujur. Aku hanya butuh udara segar. Aku merasa jauh lebih baik sekarang.”

Carter menatapku tidak percaya, tetapi tetap menganggukkan kepalanya. Sophia berdeham. “Aku harus menemui Luke. Raja akan segera tiba. Carter, tolong jaga Aarya.”

Dia beranjak pergi, dan aku menoleh ke arah Carter, yang bergandengan tangan dengan Diya. Aku tersenyum.

"Wow, berjodoh dengan sepupuku, ya?"

"Dia jodohku, luna-mu sekarang," kata Carter puas.

“Sebelum dia luna-ku, dia sepupuku, tolol,” jawabku.

"Itu benar," jawab Diya, tersenyum kepadaku.

"Hei, kau seharusnya berpihak padaku," protes Carter.

"Kesetiaan sesama wanita." Aku menjulurkan lidahku.

“Kalian berdua bertengkar seperti anak kecil,” Niya tertawa.

“Itu kembarmu. Dia yang memulainya.” Carter melingkarkan bola matanya.

“Anak kecil pasti berkata begitu. Kamu harus bertanggung jawab atas kata-katamu.” Aku mengangkat alisku.

"Terserah," gumam Carter, membuat kami bertiga tertawa.

Aku tetap bersama Carter dan kedua sepupuku. Kami tidak berbincang lama saat kerumunan mulai tenang. Aku mendongak dan melihat sesosok lycan berdiri di sana, menunggu suasana hening.

Di atas kami ada balkon dengan dua singgasana; yang akan diduduki oleh raja dan Savanah.

Pemandangan itu tidak bisa diterima olehku dan serigalaku. Aku tidak ingin mengambil risiko serigalaku mengamuk, jadi aku harus segera mengalihkannya.

“Para hadirin, terima kasih telah berkenan hadir hari ini. Atas nama Raja, saya menyambut kalian di Pesta Lycan. Saya harap ini akan menjadi malam menyenangkan bagi kalian semua. Tidak lama lagi, Raja akan bergabung dengan kita, dan malam ini akan ditemani oleh Savanah Willows.”

Aku melihat pria itu berusaha tidak merasa jijik setelah menyebut nama Savanah.

Mataku memandangi Sophia dan Luke, yang juga terlihat sangat tidak nyaman. Serigalaku tiba-tiba berontak lagi, amarahnya memuncak.

Oh tidak, jangan lagi. Raja akan datang; aku tidak boleh kehilangan kendali. Untuk mengalihkan perhatianku, aku memperhatikan Hunter dan Lana, yang sedang berpegangan tangan, dan aku melihat Hunter mencium pipi Lana.

Meskipun aku muak melihatnya, itu satu-satunya cara untuk mengalihkan perhatian serigalaku, sehingga dia menjadi tenang.

"Aku tidak sabar melihat raja," sahut Diya.

"Raja memiliki aura tertentu yang membuat semua orang ingin meliriknya," kata Carter.

Aura tertentu? Mungkinkah serigalaku sangat ingin melihat raja? Tidak, itu tidak masuk akal. Aku pasti bisa gila sebelum malam ini berakhir.

Tidak ada waktu untuk merenungkannya karena semua orang tiba-tiba terdiam lagi. Pengawal datang dan berdiri di samping.

Raja datang.

Aku menggenggam tangan Niya tepat saat pembawa acara berteriak, “Mari kita sambut Yang Mulia, Raja Adonis Dimitri Grey, ditemani oleh Savanah Willows.”

Aku berdecak kagum ketika raja dengan percaya diri berjalan melewati pembawa acara. Semua orang membungkuk hormat, dan aku mengikutinya, mataku melirik ke atas untuk melihat rambut cokelat tuanya yang ditata dengan sempurna.

Dia mengangguk ke kerumunan dan duduk di singgasananya, jubahnya menjuntai di sekelilingnya.

Pandanganku tertuju kepada Savanah, yang berada di belakang raja. Dia hendak duduk di singgasana kedua, tetapi dihentikan oleh raja.

Aku melihat wajah Savanah sedikit tertunduk saat raja memberi isyarat kepada pengawalnya. Pengawal itu mengarahkannya untuk berdiri di samping raja sebagai gantinya.

Mataku tertarik mengamati rambut raja lagi, dan aku membayangkan bagaimana rasanya jika aku bisa mengusapnya.

Mataku melebar, dan aku mengalihkan pandanganku. Astaga, Aarya, berhentilah membayangkannya; itu tidak akan berakhir dengan baik.

Alih-alih, aku memandangi sepatuku. Itu pengalihan yang aman, aku tidak mungkin bisa mempermalukan diri sendiri dengan melihat sepatuku.

"Ya Tuhan, lihat apa yang raja lakukan?" Niya berbisik kepadaku.

Tidak, Aarya, jangan melihatnya, gumamku kepada diri sendiri. Jangan lakukan itu, kamu akan menyesal.

Ah, sial, aku tidak bisa menahan diri. Aku mendongak untuk melihat raja menghirup udara.

Yah, bukan itu yang ingin aku saksikan. Apa yang dia lakukan? Savanah menatapnya dengan aneh, tetapi raja jelas tidak peduli.

Dalam sepersekian detik, mata hazel-nya tertuju ke mataku, dan aku tersentak. Astaga, aku belum pernah melihat mata seindah itu sebelumnya. Aku terjerat di dalamnya.

Raja tiba-tiba berdiri, menyebabkan aku tersentak kaget. Oh tidak, tolong katakan ini tidak sedang terjadi.

Serigalaku melompat-lompat, dan aku tahu persis apa maknanya, tetapi itu tidak berarti aku menginginkannya.

Saat raja berdiri, kerumunan mulai mendesak dan melewatiku untuk lebih mendekati raja. Mereka mengira raja akan menyapa mereka. Mata hazel-nya tidak pernah berpaling dariku, tatapannya terkunci erat kepadaku.

Udara terasa sesak saat kami saling menatap; rasanya bagaikan tidak ada orang lain selain kami saat itu.

Sesaat aku bisa melupakan semua masalahku, kesedihanku, aku mendapati diriku terbuai ke dalam mata hazel yang menawan itu.

Tatapan kami terputus karena semakin banyak orang bergerak maju, aku terdorong mundur sehingga memutuskan kontak mata itu. Niya pun menjauh; begitu juga Carter dan Diya.

Aku sendiri di belakang. Hanya beberapa serigala yang tersisa di sini. Semua orang ingin melihat raja. Semua orang kecuali aku.

Aku terengah-engah dan berpikir keras. Haruskah aku pergi? Ini waktu yang tepat untuk melakukannya; aku tidak akan mendapatkan kesempatan berikutnya.

Serigalaku protes, tetapi aku tidak menggubrisnya. Aku berlari keluar. Kali ini aku berlari melewati bangku dan menuju taman.

Punggungku gemetar ketika mendengar raungan yang kuat. Sial! Itu pasti raja.

Sambil mengerang, aku bergegas menuju deretan semak-semak dan duduk untuk mengatur napas.

Film-film di mana karakter wanitanya berlari dengan sepatu hak tinggi adalah bohong. Kamu tidak bisa berlari dengan sepatu hak tinggi tanpa melukai kakimu; itu tidak mungkin.

Saat aku menarik napas, aku mendengar pintu istana terbuka. Mataku membelalak, dan serasa napasku tersumbat.

Aku dalam masalah, dan aku tahu itu. Serigalaku sangat sombong, seolah-olah tahu ini akan terjadi. Dia mungkin suka melihat perjuanganku. Menyebalkan sekali.

"Kau bisa lari, jodoh kecil, tapi aku akan selalu menemukanmu," kata sebuah suara berat, membuat serigalaku ketakutan.

Dia mengatakannya, kata yang aku takutkan. "Jodoh." Jodohku adalah raja. Maksudku, dari semua orang, aku harus berjodoh dengan raja.

Raja sama yang telah mencari jodohnya selama 10 tahun. Mengapa? Aku tidak menginginkan jodoh; aku tidak butuh jodoh.

Aku bahagia sendiri, tetapi suara hatiku mengatakan aku tidak akan pernah benar-benar bahagia.

Sambil menahan napas, aku berdoa agar dia tidak menemukanku. Aku bukanlah orang yang religius, tetapi akhirnya aku memanjatkan doa.

Aku tidak ingin dia menemukanku dan akhirnya aku bisa meninggalkan pesta ini. Tidak mungkin aku mengambil risiko kembali ke sana.

Aku akan kembali ke hotel dan memberi tahu orang tuaku bahwa aku merasa sangat tidak sehat dan harus pulang. Ya, itu adalah rencana yang terbaik.

Lamunanku terhenti ketika tiba-tiba ada yang menarikku dari balik semak-semak.

Napasku seolah-olah terhenti, aku mendapati diriku berdiri berhadapan dengan raja, mata hazel-nya tajam menatapku.

Jantungku berdegup kencang saat dia membungkuk dan berbisik di telingaku, “Karena sekarang aku telah menemukanmu, aku tidak akan melepaskanmu. Selamanya."

Persetan.

Continue to the next chapter of Ratu Lycan

Discover Galatea

Kesalahan IndahSungai BulanJalan Menuju SteelMengejar Sang OmegaMenyembuhkan Jiwaku

Newest Publications

Serigala MileniumMerasa DibakarAkhir PerjalananAsisten Sang Miliarder TeknologiBerahi Tak Terkendali