Galatea logo
Galatea logobyInkitt logo
Get Unlimited Access
Categories
Log in
  • Home
  • Categories
  • Log in
  • Get Unlimited Access
  • Support
Galatea Logo
Support
Werewolves
Mafia
Billionaires
Bully Romance
Slow Burn
Enemies to Lovers
Paranormal & Fantasy
Spicy
Dark
Sports
College
See All Categories
Rated 4.6 on the App Store
Terms of ServicePrivacyImprint
/images/icons/facebook.svg/images/icons/instagram.svg/images/icons/tiktok.svg
Cover image for Kutu Buku Miliknya

Kutu Buku Miliknya

Bab 6

AVA

Aku menyilangkan kakiku sambil menunggu Hunter datang menjemputku, dia berkata akan mengajakku berbelanja.

Jangan salah paham, aku tak keberatan meluangkan satu hari di akhir pekan. Karena aku tidak pernah cukup bodoh meninggalkan kamar, aku sudah cukup diganggu ketika di sekolah dan

aku tidak membutuhkannya di akhir pekan juga. Namun, aku masih gugup meninggalkan rumah, bahkan jika akan bersama Hunter.

Ini Hunter, bocah nakal di sekolah yang melakukan apa pun yang dia inginkan dengan gadis-gadis karena mereka selalu menyerahkan diri kepadanya. Dia bisa membawaku ke mana saja, melakukan apa saja.

Untuk berjaga-jaga, aku mengambil semprotan merica lalu memasukkannya ke dalam tas agar merasa lebih aman.

Aku memutuskan mengenakan celana jin hitam dengan robekan di lutut serta atasan abu-abu longgar dengan gambar SpongeBob yang mulai memudar.

Ini salah satu pakaianku yang lebih baik, aku biasanya tidak memakai celana jin, tetapi ini adalah Hunter, dan aku ingin terlihat lebih baik di sebelahnya. Karena dia sangat modis dan seksi, sedangkan aku akan terlihat seperti sampah di sebelahnya.

Dia seperti dewa dan semua orang tahu siapa dirinya, lebih baik aku mencoba terlihat setengah layak di sampingnya, agar tak seperti kambing congek.

Aku menatap ponselku lagi, kenapa aku begitu terganggu olehnya? Dia adalah playboy bodoh. Mungkin karena aku ingin tahu apa tujuan akhirnya dan alasan dia membutuhkan gadis yang paling tidak populer di sekolah.

Aku melirik ponselku untuk melihat apakah ada pesan baru.

Tidak.

Aku bangkit dan memastikan sudah membawa semua yang kubutuhkan, termasuk dompet, meskipun tidak banyak isinya. Aku meratapi uang £30 sisa hasil kerja selama musim panas yang ada di dompetku.

Aku menghabiskan waktu bekerja sukarela di perpustakaan, tetapi mereka membayar upah minimum untuk beberapa hari yang kuluangkan di sana. Sambil mendesah, aku memasukkannya kembali ke dalam tasku dan teleponku berbunyi.

Aku berjalan dan melihatnya.

Bajingan
Aku di luar, Tuan Putri, cepatlah keluar dan berikan cintamu 😉 x

Aku memutar mataku membaca teksnya, tetapi tetap keluar dari pintu, memeriksa semuanya sekali lagi dan mengambil kunciku dari samping untuk mengunci karena ibuku sedang bekerja.

Ketika berjalan keluar, aku melihat mobil Aston Martin Vanquish oranye. Mobil cantik ini berada di halaman rumahku. Di rumahku! Betapa menakjubkannya ini?

Aku bisa melakukan begitu banyak hal dengan harga mobil ini.

Aku menatap mobil dengan penuh kerinduan; ini pasti masuk di impian lima besarku. Saat mendesah kagum, klakson mobil membawaku tersadar kembali dan saat itu aku mengalihkan fokusku ke pria di belakang kemudi.

Merasa pipiku sedikit memanas, aku berjalan ke pintu dan melompat masuk. Di dalam sama indahnya seperti yang di luar.

Setelah akhirnya melihat sekeliling mobil, aku mengalihkan pandanganku ke Hunter karena kami belum berangkat dan aku memberinya tatapan bertanya. Dia menyeringai kepadaku sebelum menyapaku dengan suara sangat seksi itu.

Apakah aku sungguh berpikir itu?

"Hei, Tuan Putri, kamu suka yang kamu lihat?" Dia mengedipkan mata kepadaku sementara aku menggelengkan kepalaku.

“Ya, sebenarnya mobilnya bagus, masuk lima besarku.” Dia menganggukkan kepalanya, tetapi tidak mengatakan apa-apa sebelum kami berangkat.

Beberapa menit dalam perjalanan, aku merasakan kata-kata keluar dari mulutku, bahkan sebelum aku menyadari apa yang sedang terjadi.

"Lebih baik jangan memanggilku Tuan Putri, Bajingan."

Aku melihatnya sedikit menyeringai saat cengkeramannya yang erat di roda kemudi membuat buku-buku jarinya memutih.

Dia mengambil beberapa napas sebelum dia berbalik untuk menatapku dan menyeringai.

"Kamu lebih suka dipanggil apa, Tuan Putri?"

Aku bisa merasakan semua keangkuhan dalam suaranya saat dia mengatakan ini, dan itu membuatku ingin meninju wajahnya yang rupawan.

Aku tidak tahu dari mana asal kekerasan ini, aku merasa dia mengeluarkan sisi buruk dari diriku.

"Bagaimana kalau pakai namaku saja?" Suaraku keluar lebih keras dari yang kuinginkan, tetapi aku harus menyampaikan maksudku kepada bajingan ini.

“Tentu, Tuan Putri”

Aku memutar mataku dan terus melihat ke luar jendela, mengabaikannya selama sisa perjalanan.

Perjalanannya tidak canggung, hanya keheningan yang nyaman setelah percakapan kecil kami. Setelah sekitar 20 menit berkendara, kami tiba di pusat perbelanjaan. Aku bilang 20 menit seolah-olah jaraknya dekat.

Namun, sebenarnya tidak. Sebenarnya 30 menit di dalam mobil luar biasa ini, tetapi kami kehilangan 10 menit karena keterampilan mengemudi Hunter yang buruk.

Aku segera keluar dari mobil setelah sampai, aku bersyukur tidak lagi mencengkeram kursi saat kami berpacu di jalan, sambil berdoa agar aku tidak merusak kursinya karena aku ragu mampu membayar kerusakan tanpa menjual lengan, kaki, dan kemungkinan ginjal. Aku rasa aman.

Berjalan memasuki pusat perbelanjaan, kami mendapat beberapa tatapan aneh.

Seperti yang dapat kalian bayangkan, Hunter sering terlihat dengan gadis tinggi, kurus, dan sangat cantik (meski kebanyakan dari mereka palsu), jadi kalian dapat membayangkan keterkejutan mereka saat dia terlihat dengan orang biasa sepertiku.

Itu adalah pujian. Aku bahkan di bawah rata-rata.

Aku berjalan dengan gugup; aku terus meraba-raba dengan jariku.

Tatapan yang kami dapatkan adalah bukti bahwa aku tidak akan lagi bisa tidak terlihat dan bersembunyi di cangkang yang telah aku bangun sendiri untuk melindungiku dari bahaya dunia.

Ini membuktikan kepadaku bahwa aku tidak bisa kembali setelah memasuki pusat perbelanjaan.

Aku tidak bisa lagi membaur dengan loker di sekolah atau dinding saat para guru lewat, bersembunyi saat Jessica datang menyerbu lorong-lorong untuk meneror kehidupan seseorang, biasanya kehidupanku.

Berjalan ke pusat perbelanjaan sangat mengagumkan, aku hanya beberapa kali masuk karena aku dan ibuku tidak punya banyak uang, sebagian besar pakaianku berasal dari toko amal, dan tidak ada banyak di sini. Ini salah satu mal besar yang ada di sini, artinya toko yang lebih besar dan lebih baik ditempatkan di dalamnya untuk menarik lebih banyak pelanggan.

Melirik ke sekeliling, aku melihat Hunter mengamati reaksiku yang menunjukkan bahwa aku sudah lama tidak kemari. Aku tersenyum kepadanya saat kami mulai berjalan.

Saat kami berjalan, aku melihat pakaian indah dan obral musim panas dipajang di jendela untuk menarik lebih banyak orang serta menarik mereka masuk, agar mereka menghabiskan lebih banyak uang.

Aku tersenyum melihat obral sedang berlangsung, setidaknya aku akan mampu membeli sesuatu. Kami terus berjalan sampai berada di depan salon rambut.

Bagian luarnya dihiasi dengan latar belakang merah muda pucat dan tulisan miring yang bertuliskan “Salon Kecantikan Kathryn”. Aku merasa detak jantungku semakin cepat. Aku tidak ingin rambutku dipotong, ayahku dan aku selalu menyukai rambut yang panjang.

Aku merasa sedih ketika pikiran itu muncul di kepalaku, membayangkan diri dengan potongan bob pendek, pikiran itu memasukkan ketakutan dalam hatiku.

Aku berhenti begitu berada di dalam toko.

Ini toko kecil yang lucu dengan dua wastafel untuk mencuci rambut dan tiga meja untuk memotong rambut, bagiku tidak masuk akal karena tidak sama dengan jumlah tempat cuci.

Sudah lama aku tidak menata rambutku, terakhir kali aku memotongnya adalah sebelum ayahku meninggal dan itu dua tahun yang lalu.

Memikirkan Ayah membuatku ingin menangis, tetapi aku menahannya karena tidak ingin menangis di tengah-tengah banyak toko dengan Hunter berdiri di sampingku.

Mengalihkan perhatianku ke toko, aku memperhatikan bahwa di tengah toko ada seorang wanita muda.

Dia memiliki rambut hitam pendek sebahu yang membingkai wajahnya yang berbentuk hati dengan mata zamrud sama dengan Hunter.

Kulitnya pucat, tetapi dia memiliki pipi kemerahan yang membuatnya terlihat seperti orang yang sangat ceria dan hangat. Tingginya juga kira-kira sama denganku, mungkin beberapa sentimeter lebih tinggi, sekitar 160 cm atau 162 cm.

Ketika dia mendengar kami berjalan, wajahnya berseri-seri seperti anak kecil saat Natal dan matanya berbinar nakal.

"Hunter!" Dia praktis meneriakkan namanya dan aku tersenyum ketika dia berlari ke arah Hunter lalu memeluknya. Hunter membalas pelukannya, tetapi tampak sedikit canggung saat matanya beralih ke arahku dan kembali ke wanita ceria di depanku ini.

Dia akhirnya menatapku dengan matanya yang menyilaukan.

“Hai, kamu pasti Ava, aku Kathryn, sepupu Hunter.” Aku mengangguk, menyadari itu sebabnya mereka memiliki mata yang sama.

Meskipun Kathryn tampaknya lebih hidup dan berapi-api, sedangkan Hunter tampak dingin dan tertutup.

Aku tersenyum dan mengangguk saat dia menyeretku ke salah satu kursi, bahkan tidak menanyakan apakah aku ingin rambutku ditata atau tidak.

"Jadi, ada bayangan?" Aku memikirkan hal ini selama beberapa detik sebelum menggelengkan kepala karena aku tidak pernah repot-repot mengganti gaya rambutku, biarkan saja warna cokelat normal.

“Aku tidak ingin terlalu banyak memotong rambutku, aku suka yang panjang, selain itu kamu bisa melakukan sesukamu,” kataku. Dia mengangguk dan mulai bekerja.

Dia mencuci dan mengeringkan sebelum mulai memotong untaian rambut indahku. Aku menahan isakan kecil saat melihat beberapa helai rambut jatuh ke lantai saat kenangan tentang ayahku menari-nari di kepalaku.

***

Setelah dua jam, dia akhirnya selesai dan aku lega sudah berakhir, aku hampir tidak bisa merasakan bokongku karena duduk begitu lama dan tidak bisa bergerak.

Aku tidak tahu apa yang telah dia lakukan kepada rambutku karena aku tidak diizinkan melihat ke cermin setelah dia menyadari aku menatap progres kerjanya. Dia akhirnya membuka cermin dan aku terkesiap.

Rambutku telah dipangkas sedikit, seperti yang aku minta, sekarang sepanjang tengah punggungku dan banyak bergoyang. Highlight alami telah ditambahkan ke seluruh rambut untuk membantu mengeluarkan warnanya, serta menghentikannya terlihat kusam dan mati.

Dia juga mengeriting rambutku menjadi ombak pantai. Untuk membuatnya sedikit lebih memantul dan bersinar sehingga terlihat seperti di majalah.

Aku benar-benar jatuh cinta dengan rambutku yang terlihat begitu hidup dan berkilau. Aku hanya ingin menyisirnya memakai jariku, tetapi aku tidak ingin mengutak-atik karya agung yang telah dia buat untukku.

Dia bahkan memberi riasan sebagai bonus, aku memiliki bibir merah muda peachy dan alas bedak yang tipis serta bayangan warna kulit di kelopak mataku, dan hal lainnya yang dia lakukan yang tidak kuketahui namanya, aku terpesona.

Aku bahkan tidak terlihat seperti diriku. Tulang pipiku terlihat lebih menonjol dan wajahku tampak lebih berwarna dibandingkan saat aku tidak memakainya sama sekali.

Secara keseluruhan, aku menyukai keseluruhan penampilanku karena terlihat alami dan membuatku mirip seseorang yang berbeda, tetapi dengan cara yang baik.

Riasannya tidak terlalu tebal di wajahku, sehingga tidak ada perbedaan warna pada wajah dan leherku.

Hunter keluar sekitar setengah jam setelah rambutku mulai ditata, dan dia masih belum kembali.

Sambil menghela napas, aku mengiriminya pesan singkat sambil berpikir soal kemungkinan dia berciuman dengan gadis lain karena bosan dengan lamanya proses ini.

Aku menoleh ke Kathryn yang menatap wajahku dengan cemas, mencoba memancing reaksiku. "Kamu menyukainya?" Suaranya keluar dengan gugup, tersandung kata-katanya, sedikit takut aku akan mengatakan aku membencinya.

Senyum menghiasi wajahku saat aku berbicara. “Aku menyukainya, Kathryn, terima kasih!

“Meskipun kau harus mengajariku cara merias wajah dan mengeriting rambutku, karena aku sama sekali tak tahu.

“Bukannya aku tidak pernah tertarik dengan hal semacam ini, tetapi kurasa tidak ada orang yang mengajariku cara melakukannya.

"Lalu, aku melihat semua gadis setingkatku, tak mungkin belajar dari mereka." Dia terkikik mendengar kata-kata kasarku tentang gadis-gadis di sekolahku, tetapi tetap setuju membantu mengajariku.

Bel berbunyi dari pintu toko dan aku berbalik menemukan Hunter berjalan melewati pintu, menatapku dengan mulut sedikit ternganga.

Dia dengan cepat tersadar dan menyeringai kepadaku dengan senyum liciknya. "Penampilanmu bagus, Tuan Putri." Aku tersipu, tetapi mengucapkan terima kasih kepada Hunter sebelum berbalik dan berkata ke Kathryn.

"Aku harus membayar berapa?" Dia tersenyum sebelum menggelengkan kepalanya kepadaku, ada tawa di matanya.

“Bukankah Hunter sudah memberitahumu? Dia sudah membayarnya.” Aku menggelengkan kepalaku, tetapi memeluknya dan berterima kasih kepadanya sekali lagi sebelum meninggalkan toko dengan Hunter di belakangku.

Aku bisa merasakan matanya menatapku saat kami berjalan keluar toko, tapi aku berusaha sebisaku mengabaikannya saat aku memikirkan apa yang baru saja dikatakan Kathryn.

Aku bertanya-tanya alasan dia membayariku sebelum aku diseret dari pikiranku oleh Hunter dan diajak masuk ke toko yang penuh dengan pakaian musim panas.

Aku bisa; aku berkata ini kepada diri sendiri, meskipun yakin aku berbohong ketika aku melihat ke dalam pintu neraka yang seram.

Continue to the next chapter of Kutu Buku Miliknya

Discover Galatea

Si Keily GendutColtPutri yang HilangPara Penunggang TyrDiculik oleh Jodohku

Newest Publications

Serigala MileniumMerasa DibakarAkhir PerjalananAsisten Sang Miliarder TeknologiBerahi Tak Terkendali