
"Kembalilah ke kamarmu," perintah Alpha. "Sekarang." Tatapannya beralih ke Helen. "Aku perlu bicara denganmu."
"Tidak, tolong jangan," kataku. Aku menatap Helen, dan dia tampak seperti sedang menunggu hukuman. "Ini salahku. Aku tidak berhenti bertanya.”
"Ini bukan urusanmu," kata Alpha. "Tinggalkan kami. Sekarang."
Aku berjalan melewatinya, jantungku berdebar kencang. Aku masuk kembali ke kamarku, dan aku hanya bisa berharap Helen akan baik-baik saja.
Beberapa jam berlalu dan Helen membawakan makan malam ke kamarku. Dia tampak baik-baik saja, tetapi dia tidak mau berbicara denganku ketika aku bertanya apa yang terjadi.
Aku sempat berpikir bahwa aku setidaknya akan makan di ruang makan. Sekarang aku dibiarkan makan sendirian di meja sebelah jendela.
Pemandangannya indah tapi itu tidak bisa menebus kesepian yang aku rasakan.
Aku sedang makan malam di ruang makan, duduk di ujung meja panjang yang dimaksudkan untuk 20 orang. Helen telah menyalakan lilin yang menjadikannya satu-satunya sumber cahaya di sini.
Aku selalu suka makan malam dengan pencahayaan redup. Biasanya saat lampu dinyalakan rasanya seperti ada orang lain di sini.
Hari ini bahkan dengan satu lilin pun rasanya ada yang hilang. Aku tahu apa yang hilang saat melihat kursi kosong di sebelahku tempat jodoh asliku biasanya duduk, Mia.
Namun, bukan Mia yang hilang..., melainkan perasaan akan sesuatu yang membuatku merasa lengkap.
Seseorang yang mengerti, seseorang yang ditakdirkan untukku, dan hanya aku. Seseorang yang bisa aku sebut milikku.
Ada satu orang di rumah ini yang bisa memberiku rasa itu, tapi berapa harga yang harus kubayar....
Di pagi hari aku masih menikmati sarapan di kamar. Aku kira ini akan menjadi hal yang normal bagiku, makan sendirian di kamarku.
Apakah aku seburuk itu sehingga Alpha Kairos bahkan tidak tahan untuk makan bersamaku di ruangan yang sama? Aku selalu sendirian. Aku bahkan tidak pernah punya teman.
Tentu saja, Madeline, serigalaku, tidak menyadarinya. Dia berpikir bahwa jodoh kita adalah orang yang paling hebat di dunia... kecuali aku tidak tahu siapa yang dia bicarakan. Aku masih merasakan Alpha Hans.
Aku memiliki dua jodoh, aku merasakan keduanya di hatiku dan hanya tanda di leherku yang akan menghilangkan rasa sakit dari salah satu dari mereka. Saat ini aku hanya bisa bermimpi.
Setelah sarapan aku berjalan ke bawah membawa nampanku. Aku berjalan di dapur yang kosong, Helen tidak terlihat. Aku mencuci piring dan setelah beberapa kali mencoba membuka lemari kabinet, akhirnya aku menemukan tempat untuk menyimpannya.
Hari ini aku mengenakan atasan putih bertali tipis dan rok jala abu-abu panjang. Untuk melengkapi, aku memakai pita abu-abu di pinggang yang diikat di sisi kiri.
Luar biasa, aku sebenarnya bisa menata rambutku lebih baik karena tidak perlu memakai jubah sepanjang waktu…. Hari ini aku hanya mengurai rambutku dan memakai mahkota bunga kuning. Aku tidak membunuh bunga baru setiap kali aku membutuhkan aksesori baru.
Aku telah memiliki mahkota bunga ini selama beberapa tahun, tetapi sepertinya masih segar dari taman. Aku memakai mantra di atasnya dari buku penyihirku. Mantra ini memutar waktu tanaman, mereka menjadi abadi. Mantra seperti ini hanya bisa kupakai untuk tanaman dan pepohonan.
Aku berjalan ke luar sambil melirik tanaman yang ada di rak, mereka baik-baik saja.
Aku membuka pintu dan cahaya terang membutakan mataku sekejap. Aku menarik napas dalam-dalam dan hendak berjalan ke tempat yang tidak kukenal ketika ada suara. "Selamat pagi, Luna-ku," seorang pria muda berbicara.
Dia sedikit lebih tinggi dariku, tapi jauh lebih berotot. Dia memiliki rambut gimbal, tetapi diikat dengan rapi bergaya ekor kuda, sampai tadi aku kira aku tidak menyukai rambut gimbal.
"Selamat pagi juga," kataku. "Apakah tidak ada pelatihan di pagi hari?" tanyaku. Ada pelatihan pagi di dua kawanan lamaku.
“Ada. Kenapa, Luna?” Suaranya sangat jantan.
"Aku hanya tidak mengerti kenapa kamu tidak berlatih." Mungkin terdengar jauh lebih kasar dari yang seharusnya.
“Maafkan aku, Luna, aku kira Alpha sudah memberitahumu tentang aku. Aku ditugaskan untuk menjagamu ke mana pun kamu pergi,” katanya dan menundukkan kepalanya sedikit.
"Aku tidak butuh pengawal." Aku tidak butuh pendamping. Aku tidak pernah memilikinya dan aku tidak membutuhkannya sekarang.
"Luna, itu perintah dari Alpha," katanya, terdengar setenang mungkin.
“Kenapa aku harus butuh seorang pengawal?”
“Vampir sering masuk ke hutan kita tanpa izin. Alpha hanya memastikan keselamatanmu.” Apakah itu berarti dia peduli?
"Anggaplah ada vampir mendatangiku." Dia mendengarkan dengan saksama. "Apa kamu akan menghadang dan membiarkannya menggigitmu?" tanyaku, menyembunyikan rasa geli.
“Tentu saja, Luna!” Dia terdengar begitu kuat dan bangga.
Aku tidak bisa menyembunyikan tawa. “Baiklah, Kesatriaku dengan baju besi yang bersinar. Siapa namamu?"
Dia menggaruk bagian belakang lehernya. "Natan."
“Baiklah, Natan. Namaku Adelie dan aku lebih suka jika kamu memanggil namaku.”
Senyum terpancar di wajahnya. "Sesuai permintaanmu, Adelie, setidaknya ketika Alpha tidak ada."
"Apakah kamu keberatan mengajakku berkeliling?" tanyaku kepadanya. Karena ada dia, aku tidak perlu repot jika ada perkelahian.
"Sama sekali tidak. Lebih baik kita pergi sekarang selagi tidak ada orang di sekitar. Hanya anak-anak. ”
Apa maksudnya tidak ada orang? Di mana semua wanita itu? Dia mulai berjalan dan aku mengikuti di sampingnya.
“Para wanita? Di mana mereka?"
Nathan mengerutkan alisnya kepadaku.
"Adelie, kamu sendiri yang mengatakannya, semua orang ada di tempat latihan."
"Apa yang para wanita lakukan di sana?"
"Berlatih."
Itu adalah pertanyaan bodoh.
“Kalau begitu… bukankah aku harus berlatih juga?” tanyaku.
“Adelie, aku mengerti... keadaanmu dan aku pikir pelatihan ini tidak cocok untukmu.″
"Kenapa?"
Nathan sepertinya menghindari tatapanku. “Latihannya sangat berat, itu saja.” Dia mencoba mengatakan bahwa aku lemah.
“Aku masih ingin pergi ke sana. Untuk melihat... seberapa berat latihannya,” seruku dan Nathan berhenti dan sedikit mengubah arah berjalan. Aku mungkin hanya ingin melihat Alpha.
Dalam dua kawanan sebelumnya, wanita tidak diizinkan untuk mengikuti pelatihan. Mereka biasanya dibiarkan mengawasi anak-anak atau melakukan beberapa pekerjaan kawanan.
"Nathan, mengapa para wanita ikut berlatih?" tanyaku dan dia menganggukkan kepalanya mengerti.
“Mereka berlatih sudah dua tahun sekarang. Alpha memberi perintah bahwa wanita juga perlu tahu bagaimana cara melindungi diri mereka sendiri dan membela orang lain. Ketika mereka pertama kali memulai berlatih, kami terkejut akan betapa tangguhnya mereka,” jelasnya.
Tentu saja wanita itu tangguh. Ibuku adalah orang terkuat yang aku kenal.
Namun, bukankah Alpha harusnya berpikir bahwa aku juga perlu melindungi diriku sendiri? Pengawal tidak bisa selalu berada di sisiku.
"Dua tahun. Semua orang terus membicarakan malam dua tahun lalu itu. Apa yang terjadi?" Aku memohon. Aku sangat penasaran.
“Maaf, Adelie, tapi aku tidak bisa membicarakannya. Aku yakin ketika saatnya tiba, Alpha akan menjelaskan semuanya kepadamu. Faktanya bukan hanya satu malam, tapi berminggu-minggu yang perlahan mengarah ke malam itu.”
Apa hal yang begitu mengerikan yang bisa menghancurkan kawanan sebesar itu? Mungkin Alpha Kairos yang harus disalahkan... dan mungkin juga tidak.
"Nathan...." Aku menarik perhatiannya dan dia mengangguk. "Apa menurutmu Alpha Kairos adalah pria yang baik?" tanyaku.
Dia berbalik ke arahku dengan ekspresi tersinggung di wajahnya. "Dengan segala hormat, Luna," serunya, menggunakan gelarku. "Alpha Kairos adalah pemimpin terhebat dari semua, dia adalah Alpha yang paling peduli, terkuat, dan baik hati."
Dia marah kali ini dan terus berjalan. Bagiku dia tidak baik hati. Jika dia begitu baik, dia pasti sudah mengerti betapa pentingnya jodoh.
Aku menyusulnya setengah berlari karena dia semakin cepat sekarang. "Tapi... tapi cerita tentang dia...."
Natan tertawa. "Kawanan lain tidak tahu apa yang telah dia lakukan untuk keselamatan kita, tidak ada yang bisa melakukannya, aku akan bunuh diri terlebih dahulu sebelum melakukan apa yang dia sudah lakukan."
Itu adalah argumen yang berat untuk diungkapkan.
"Hal itu..." Aku tidak tahu harus menyebutnya apa, "Yang dia lakukan, bagaimana itu bisa membantu? Apakah itu sebanding? Apa harga yang harus dibayar?” Aku hanya mencari setiap potongan teka-teki untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Kamu tidak percaya bahwa dia baik," katanya. "Dan itu membuatmu bodoh."
Aku membuatnya marah, bahkan tinjunya terkepal. “Alpha membebaskan kami, dan sekarang kami aman. Bagaimana bisa kamu tidak percaya bahwa dia baik?”
Aku mulai gagap, tetapi dia terus berbicara. “Dewi Bulan berpikir bahwa dia cukup layak untuk memiliki kesempatan kedua, dan sekarang dia mendapatkanmu. Bukti apa lagi yang kamu butuhkan?”
Aku baru saja akan berdebat tentang bagaimana dia bahkan tidak menginginkanku sebagai jodoh ketika aku merasakan aroma sialan itu... jodoh!
Kami berada di tempat latihan yang besar. Semua orang sedang berlatih. Para wanita mengenakan pakaian olahraga. Tidak ada yang bermalas-malasan. Beberapa mengangkat beban, beberapa peregangan, beberapa berkelahi.
Aku berjalan lebih jauh mengikuti Nathan dari belakang, seperti bersembunyi di belakangnya. Sepertinya dia berjalan mendekati Alpha.
Yang lain memperhatikan aku dari atas ke bawah. Menilai pakaianku.
Alpha Kairos bertarung dengan seorang pria dengan ukuran yang sama dengannya. Alpha baik-baik saja, memblokir setiap pukulan. Saat kami mendekat, embusan angin besar bertiup dari belakangku. Itu membuat Alpha kehilangan fokusnya, dan dia terkena pukulan di wajahnya.
Semua orang di sekitar Alpha teralihkan oleh itu, pria yang melawan Alpha pun terkejut, seperti dia merasa takut sendiri. Apa masalahnya? Ini selalu terjadi dalam perkelahian kurasa....
"Alpha, apa semuanya baik-baik saja?" Seorang wanita bertanya kepadanya. Mengapa dia bertanya? Alpha tidak terpengaruh sama sekali oleh pukulan itu, tatapannya hanya terfokus kepada tanah.
Alpha tidak mengatakan apa-apa, dia sedikit memiringkan kepalanya ke arahku. Melihatku dari atas ke bawah. Dia tidak terlihat marah karena aku ada di sini, dia terlihat... kalah.
Wanita itu memperhatikan Alpha dan menatapku, tersenyum dan berjalan pergi sambil cekikikan dengan beberapa wanita lain. Kurasa dia tidak memperhatikan ekspresi wajah Alpha.
Semua orang kembali melakukan kegiatannya, kecuali pria yang sedang dilawan Alpha. Dia pergi ke semacam arena halang rintang.
"Alpha, bagaimana latihannya?" tanya Natan.
"Kami sedang mencoba," kata Alpha.
Nathan melangkah mundur untuk membiarkan Alpha melihat diriku sepenuhnya. “Luna ingin mengenal wilayah ini. Aku kira itu tidak apa-apa.” Dia terdengar tidak yakin.
"Pastikan saja dia tidak lepas dari pandanganmu," Alpha memperingatkan dan Nathan mengangguk.
Alpha menoleh ke arahku. “Adelie, ada yang ingin kamu tanyakan tentang kawanan ini?” tanyanya. Aku diizinkan untuk bertanya kali ini.
“Bukan tentang kawanan ini...,” kataku terbata-bata.
"Lalu tentang apa?"
“Aku tidak butuh pengawal, jangan tersinggung, Nathan, tapi… aku bisa melindungi diriku sendiri jika diperlukan,” seruku sambil menatap matanya.
Ketika aku marah dan dalam bahaya, kekuatanku mengambil alih, aku tidak tahu bagaimana cara mengendalikannya.
Alpha tertawa mengejek. “Kamu bahkan tidak bisa menyakiti seekor lalat.”
"Aku tidak perlu melakukan itu," timpalku. Ini bukanlah pilihan yang paling bijaksana. Alpha mengambil beberapa langkah ke arahku.
"Tunjukkan kepadaku. Lakukan apa pun yang akan membuatku berpikir bahwa kamu dapat melindungi diri sendiri dari orang luar.”
Aku tidak bisa menunjukkan apa pun kepadanya, aku tidak tahu cara menunjukkan kekuatanku, dan kalaupun bisa, itu adalah rahasia.
“Lalu kenapa kamu tidak melatihku?″ Itu adalah pertanyaan yang cukup berani.
“Tidak ada yang bisa aku ajarkan kepadamu agar kamu bisa melindungi diri dari Vampir atau bahkan manusia serigala lainnya.″
Aku tidak menjawab apa-apa, dan aku tidak melakukan apa-apa. Alpha juga tidak, dia pergi begitu saja.
Aku tidak terlalu tersinggung dengan memiliki pengawal karena aku lemah, aku hanya perlu sendirian. Aku harus pergi ke hutan sendirian. Aku perlu melihat sekelilingku.
Hutan kawanan ini harus tetap bersih, kuat, dan indah. Aku perlu menemukan cara untuk menyendiri, tetapi besok, setelah upacara.
Nathan akhirnya menunjukkan kepadaku seluruh kawanan. Kawanan ini jelas sangat besar, hanya saja anggotanya sedikit.
Kebanyakan rumah kosong. Aku bersama Nathan sepanjang hari, dia tidak menunjukkan banyak simpati kepadaku. Sekarang sudah pukul tujuh malam dan Nathan berbicara.
“Aku mendapat telepati dari Beta. Kamu harus bersiap-siap, dua omega sudah menunggumu,” katanya dan kami mulai berjalan ke rumah Alpha.
Kami tiba di pintu masuk. “Adelie, aku mengantarmu sampai sini. Alpha akan mengantarmu ke tempat upacara.”
“Oh, apa yang akan aku lakukan tanpa kesatria berbaju zirah yang bersinar?” Kataku dengan seringai geli.
Nathan tersenyum. “Luna-ku, aku akan selalu bersamamu saat dibutuhkan, jangan khawatir,” katanya dan pergi.
“Terima kasih, Nathan,” seruku saat dia pergi.
Aku melihat ke rumah. Ini dia. Ini akan menjadi rumahku. Kawanan ini akan menjadi keluargaku.
Namun, perasaan hampa ada di dalam diriku. Aku ingin menjadi Luna. Aku ingin membantu orang-orang ini. Aku ingin memenuhi tugasku.
Namun, hatiku ingin dimiliki seseorang. Aku ingin bersama jodoh yang ditakdirkan untukku!
Namun, Alpha Hans menolakku dan Alpha Kairos hampir tidak mau menatapku.
Hatiku hancur oleh penderitaan…
Inikah takdirku? Hidup tanpa cinta? Luna yang kesepian?
Aku menatap hutan di belakangku. Ia memanggilku. Aku bisa membayangkan hidup dengan alam, melayani Ibu Pertiwi dan roh alam.
Oh, betapa bahagianya hidup itu! Jauh dari semua rasa sakit dan penderitaan ini.
Hatiku rindu kedamaian.
Mungkin aku harus melarikan diri...