Serigala Berbintang - Book cover

Serigala Berbintang

A. Makkelie

DUA

Rumah-rumah itu berdiri di salah satu tempat terindah yang pernah dilihat Sage.

Dari teras belakang, dia bisa melihat sebuah danau besar, yang dikelilingi oleh pegunungan dan pepohonan. Matahari terbit memancarkan cahaya indah di pegunungan, tepat saat hewan-hewan bangun.

Setelah Beta menyambutnya, Rick mengantar Sage ke kamarnya yang seperti kamar lamanya di rumah kawanannya.

Lantai kayunya gelap dan perabotannya berwarna putih bersih. Dindingnya berwarna putih dengan aksen biru pada aksesorisnya.

Sage mendapat kamar berbalkon yang menghadap ke pemandangan sama dengan teras belakang, dan jendela besar sehingga dia bisa melihat bintang-bintang.

Dia telah mandi, berganti celana piama hitam panjang dan crop top abu-abu lengan pendek, dan pergi tidur.

Namun, setelah terbangun dan berteriak untuk ketiga kalinya, dia menyerah untuk tidur.

Dia turun dan duduk di teras untuk melihat bintang-bintang. Saat itu awal musim panas, jadi enak sekali berada di luar rumah.

Ketika dia mulai merasakan sakit di punggungnya karena kayu tempatnya bersandar, Sage berdiri dan meregangkan tubuhnya. Pintu-pintu rumah kawanan lainnya terbuka dan serigala mulai mengatur meja-meja besar. Untuk sarapan, pikirnya.

Sage menyilangkan tangannya dan berjalan menuju danau. Dia tahu mereka mengawasinya, tapi dia tidak peduli. Angin sepoi-sepoi melewati rambutnya dan dia merinding ketika kakinya menyentuh air.

Sejak ayahnya mengajarinya cara bertarung tanpa alas kaki, dia menyukainya. Dia memang memakai sepatu, tetapi manakala bisa, dia akan berjalan tanpa alas kaki.

Setetes air mata jatuh ke air saat memikirkan kenangan ayahnya saat mengajarinya bertarung.

Karena Sage manusia, ayahnya ingin dia bisa membela diri.

Dia belajar pertarungan tangan kosong dan menguasai hampir semua senjata, dari senjata api hingga pedang. Senjata favoritnya adalah busur dan anak panah.

Dia menguasainya hampir seketika, dan ketika berusia 19 tahun, beberapa bulan yang lalu, dia mendapatkan busur recurve hitam dengan pegangan biru gelap dan panah hitam dan biru dengan bulu putih.

Itu adalah salah satu hal pertama yang dia ambil ketika mereka berkemas untuk pergi.

Sage menghela napas dan melihat ke pegunungan. Semua orang bangun dan dia bisa mendengar anak-anak bermain di belakangnya.

Dia berbalik dan melihat banyak serigala menatapnya. Dia merasa pipinya memerah.

Dengan kepala tertunduk, dia mulai berjalan kembali ke rumah.

"Sage!"

Sage mendongak dan melihat Juliet berlari ke arahnya. Sage tersenyum saat Juliet menabrak dan memeluk kakinya. Sage berjongkok dan memeluknya erat-erat.

“Pagi, Beta.”

Juliet memberinya senyuman lebar. "Pagi, Bintang."

Sage terkikih mendengar julukan baru itu.

"Tidurmu nyenyak?"

Sage ragu-ragu pada pertanyaannya. "Ya, begitulah," dia berbohong.

Juliet menyipitkan matanya ke arahnya. “Kau tahu, serigala bisa merasakan saat kau berbohong. Jantungmu berdetak lebih cepat saat kau berbohong. ”

Sage tertawa lagi. "Aku tahu."

"Pengamat Bintang!" Romeo berteriak dari rumah kawanan. Sage meringis ketika melihat setiap serigala menatap Romeo, dan kemudian kepadanya. Romeo berlari ke arahnya.

Juliet perlahan menjauh darinya sambil berusaha tidak diperhatikan. Sage tetap memperhatikannya.

Dia mengunci mata dengan Romeo. Matanya menunjukkan tatapan nakal sama seperti mata Elijah tempo hari. Sikap Romeo berubah dari longgar menjadi petarung dalam sekejap.

"Sialan," bisiknya sendiri.

Ketika Romeo dekat, Sage dengan cepat bangkit dan menghindari serangannya. Beberapa serigala mulai mengepung dan Juliet berlari ke arah ibunya.

"Serius, Romeo?"

Romeo melemaskan lehernya dan bersiap-siap lagi. "Apa? Kau harus tahu kau kembali bersamaku, bukan?”

Sage ingat semua saat mereka berlatih sparing. Mereka selalu saling membuat siaga dan menyerang setiap mendapat kesempatan.

Sage mendengus dan menjentikkan jarinya. "Aku sudah mengenalmu, bodoh."

Para serigala melongo dan Romeo menyeringai saat melihat wajah Sage yang terkejut. "Maaf, putra Beta," katanya, mendengus melihat perubahan sikapnya.

“Tidak, bicara saja kepadaku seperti biasanya. Sudah cukup omong kosong dari orang lain saja. ”

Dia mendengar dengusan dari belakangnya. Edward tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

Saat Sage menatapnya, dia merasakan udara bergerak di sekelilingnya. Romeo menyerang lagi.

Sebelum dia bisa memukulnya, Sage meraih pergelangan tangannya dengan satu pegangan yang kuat dan meremasnya. Romeo mendesis kecil.

"Ingat siapa yang mengajariku cara bertarung, Romeo." Sage menarik lengannya dan saat Romeo tersandung ke depan, Sage menendang perutnya.

Romeo mengerang keras.

Sage melepaskan lengannya. “Ayolah, Romeo. Jangan biarkan gadis manusia mengalahkanmu,” godanya.

Romeo bereaksi cepat dan melingkarkan tangannya di dada Sage. Dia mengerang ketika Romeo mencoba memotong pasokan udaranya. Sage meraih lengannya dan mendorong badannya untuk bangkit.

“Sial!” Romeo berteriak saat Sage mendarat kembali di tanah dan melemparkannya lewat punggungnya, membanting Romeo ke tanah.

Romeo mendarat keras, tetapi sebelum Sage bisa menjauh, dia menarik Sage ke atas dirinya. Romeo tersenyum dan mengedipkan mata kepadanya.

Dia berguling dan Sage berbaring di tanah dengan Romeo di atasnya. Serigala di sekitar mereka mulai bersorak.

Sage menyeringai. Belum berakhir.

Dengan seluruh tenaganya, dia mengangkat kakinya dan melingkarkannya di leher Romeo. Sorak-sorai segera berhenti.

Sage mendorongnya ke tanah dan memelintir pergelangan tangan Romeo. Romeo menjerit dan mengetuk tanah. Serigala menggeram di sekitar mereka.

"Berhenti! Dia sudah melakukan lebih buruk kepadaku. Biasakan saja,” kata Romeo kepada mereka.

Sage melepaskan cengkeramannya. Romeo bangkit dan menjentikkan pergelangan tangannya kembali ke tempatnya. Suara itu membuatnya meringis.

"Kau tetap rajin berlatih." Romeo mengulurkan tangan kepada Sage dan membantunya berdiri.

"Siapa yang mengajarimu cara bertarung begitu?" Rachel berjalan mendekatinya.

“Aku belum pernah melihat manusia mengalahkan serigala,” kata serigala lainnya.

Sage mendengus. “Satu, dia menahan diri. Jika ada di antara kalian yang mendatangiku dengan tenaga penuh, ketika aku tidak punya senjata, aku tidak akan bisa menang. Kedua, ayahku yang mengajariku.”

Rachel sedikit tersenyum kepadanya.

"Kau selalu murid terbaiknya." Rick yang bangga berjalan ke dalam lingkaran dan mengedipkan mata kepadanya.

“Tidak, kaulah murid terbaiknya. Kau satu-satunya yang pernah dia latih yang tidak bisa kukalahkan,” balas Sage.

Setiap kali melihat pamannya, Sage mencoba mengalahkannya, tetapi selalu gagal. Tidak peduli gerakan mana yang dia coba, Rick selalu bisa mengantisipasinya.

"Kau mau mengalahkanku?" kata Rick sambil nyengir.

Sage menyilangkan tangannya. “Kau menantangku?”

Dia mengangkat bahu. “Aku sudah lama tidak bertarung melawan seseorang yang menantangku. Akan menyenangkan memenangi tantangan sesekali.”

Sage mendengar geraman. Pasti salah satu prajurit yang pernah dikalahkan Rick.

"Baik," kata Sage, mengangkat bahu.

“Bagus, setelah sarapan, di tempat latihan.”

Sage mengangguk cepat.

Juliet berlari ke arahnya lagi. “Tadi itu sangat luar biasa, Bintang!”

"Kau tidak pernah mengecewakan, sepupu." Elijah juga berjalan ke arahnya.

"Terima kasih, kalian ini," kata Romeo sinis. Elijah memberi Romeo ciuman yang dalam.

“Pergi sewa kamar sana!” Iliza berteriak kepada mereka.

"Kami sudah punya kamar," balas Elijah.

"Kalau begitu gunakan kamar itu," balas Jessica.

"Setidaknya kami bisa menggunakannya," kata Romeo sambil menyeringai. Jessica marah dan pergi bersama Iliza. Sage mendengus melihat kedua kakaknya.

“Aku benar-benar kasihan kepada dua pria yang akan menjadi jodoh mereka,” kata Elijah sambil menatap kedua saudari itu.

“Mungkin saja jodoh mereka adalah laki-laki jahat dan pantas mendapatkannya. Kau tidak pernah tahu apa yang direncanakan para dewa.”

Elijah mendengus mendengar komentarnya. "Semoga saja begitu."

“Kau sangat menyayangi kedua kakakmu, ya?”

Sage menatap Edward.

“Percayalah, Beta. Kau akan tahu kenapa kami punya hubungan cinta-benci dengan mereka,” jawab Elijah.

Romeo meletakkan lengan di atas bahu Sage dan jodohnya. "Jangan khawatir tentang itu sekarang, ayo makan!" Dia mendorong mereka ke arah meja kawanan Bulan Serigala.

Sage menelan ludah dan merunduk dari bawah lengannya. Semua orang menatapnya dengan heran.

“Kalian pergi duluan. Aku akan mandi."

Elijah dan Romeo saling berpandangan.

“Ada apa, Sage?” Elijah bertanya.

“Tidak ada, aku hanya…”

Juliet menyipitkan matanya karena kebohongannya.

Sage menghela napas. "Ini terlalu cepat," akhirnya dia memberi tahu mereka.

Dalam kawanannya, waktu sarapan selalu menjadi perkumpulan menyenangkan. Duduk dan sarapan bersama kawanan lain hanya akan membuatnya teringat keluarga dan kebiasaan kawanannya.

Mereka mengangguk. "Sampai jumpa di pertarungan nanti."

Dia tersenyum kepada Elijah dan mengucapkan terima kasih, lalu berjalan menuju rumah.

Begitu sampai di kamarnya, dia langsung pergi ke kamar mandi dan mengisi bak mandi. Setelah mandi lama, dia berganti ke legging hitam, bra olahraga hitam, dan tank top biru.

Dia mengikat rambutnya dengan kucir kuda tinggi dan berjalan tanpa alas kaki.

Sarapan telah berakhir dan saat dia berjalan menuju tempat latihan bersama Romeo dan Elijah, dia melihat banyak serigala berkumpul untuk melihat pertarungan.

"Berapa banyak serigala yang dikalahkan Rick?" Sage menatap Romeo.

"Semuanya," kata Sage sambil mendengus. "Tentu saja," bisiknya kepada dirinya sendiri.

Mereka memasuki tempat latihan. Edward dan Rick sedang berbicara di tengah dan serigala-serigala berdiri di sekitar mereka membentuk lingkaran besar untuk menonton.

Mereka semua datang untuk melihat apakah gadis baru ini bisa mengalahkan petarung terbaik.

Rick menatapnya dan tersenyum. "Tumbangkan dia, Pengamat Bintang," bisik Romeo kepadanya.

Sage mengedipkan matanya dan berjalan ke dalam lingkaran.

"Oke, kami tidak ingin ada yang terluka parah." Edward melakukan kontak mata dengan Sage. Dia memutar mata ke arahnya. "Jadi, pikirkan saja siapa lawanmu." Edward menatap Rick.

Rick mendengus.

“Beta, ini bukan pertama kalinya kami bertarung.” Edward menghela napas.

"Aku tahu, Rick, tapi aku masih perlu memperingatkanmu." Rick mengangguk.

Edward berjalan menuju lingkaran. Rick mulai berjalan perlahan mengitari Sage.

"Jadi," dia memulai, "menyebalkannya menjadi dirimu."

Apa yang dia lakukan?

Sage terus membuat kontak mata dengannya.

“Terlahir sebagai manusia dari dua serigala yang bahkan tidak pernah memberitahumu nama lengkapmu, tumbuh tanpa pengalaman luar biasa yang kami nikmati sebagai serigala, kehilangan kawananmu dengan cara seperti itu…”

Sage membeku.

“…menemukan orang tuamu terbunuh dan digantung sebagai tanda kemenangan.”

Dia mengepalkan tangannya karena kata-kata Rick. "Apa yang kau lakukan?" Sage bertanya dengan gigi terkatup.

"Menghancurkanmu." bersamaan dengan mengatakan itu, Rick menyerang.

Sage bereaksi cepat, tetapi kurang cepat. Rick menendang perutnya dan dia terbang sedikit di udara. Saat mendarat di tanah, Sage mengerang.

Sage berguling ke samping. Rasa sakit menjalar di sisi tubuhnya dan dia segera tahu bahwa beberapa rusuknya memar.

“Pernah merasa bersalah?” Rick melanjutkan. Sage menatapnya. "Bersalah karena kau tidak ada untuk membantu mereka?"

Sage mengepalkan tangannya lagi.

"Bahwa kau mungkin bisa menyelamatkan sebagian keluargamu?"

“Ayah…” Elijah memulai, tetapi Rick memotongnya dengan satu pandangan. Elijah menutup mulutnya.

Sage bangkit dan mencoba tetap tenang, tetapi susah dengan provokasi seperti ini. Dia beradu mata dengan Rick lagi.

"Kau tidak ada untuk membantu mereka. Kau mengecewakan mereka.”

Sebuah air mata mengalir di pipi Sage.

Rick menganggap itu sebagai pertanda dan menyerang lagi. Sage memblokir pukulannya.

Sage meraih pergelangan tangan Rick, melompat ke arahnya, dengan menggunakan lengannya, dan memutar lengannya di punggungnya. Rick memutar badan. Dia melepaskan lengannya dan melingkarkan lengannya di leher Sage. Sage berjuang untuk melepaskan diri.

“Aku yakin orang tuamu berteriak memanggilmu ketika mereka mati. Memintamu datang dan membantu mereka. Di mana kau saat itu?"

Air mata lain mengalir di pipi Sage saat dia merasakan kemarahan mulai tumbuh di dalam dirinya.

"Di mana kau saat itum Sage?" Rick bertanya lagi. “Kenapa tidak mendengarkan teriakan mereka? Kenapa kau memilih hari itu untuk meninggalkan kawanan sehingga mereka harus membela diri sendiri tanpa bantuan?”

Kemarahannya semakin tinggi dan Sage menjaga fokusnya berusaha tetap tenang.

“Kau bisa saja membantu mereka.”

Sage membiarkan amarahnya mengambil alih dan menyikut rusuk Rick dengan semua tenaga yang dia miliki. Rick mengerang dan cengkeramannya melemah. Sage menarik lengannya.

Sage hendak menendangnya, tetapi Rick menangkap kakinya dan melemparkannya ke tanah. Sage menyerang kemaluannya dengan lutut kakinya yang lain. Rick jatuh ke tanah. Sage naik ke atasnya dan mulai meninju wajahnya.

Setelah tiga pukulan, Rick meraih pergelangan tangan Sage. Sage mengerang saat Rick mendorongnya ke tanah. Dia menendang lagi, tetapi Rick membungkuk terlalu jauh ke depan sehingga Sage tidak bisa menyergapnya.

Rick meraih kedua pergelangan tangan Sage dengan satu tangan dan melayangkan satu pukulan keras ke rusuknya. Sage berteriak dan perlawanannya terhenti. Air mata jatuh di pipinya saat dia menangis pelan. Rick melonggarkan cengkeramannya.

“Sage, tidak ada yang bisa kau lakukan. Geng itu terlalu kuat. Bahkan jika kau berada di sana pun, mereka akan tetap menang,” kata Rick.

"Kenapa?" Hanya itu yang bisa dia tanyakan. Kenapa Rick mengatakan hal-hal itu kepadanya?

"Aku harus menghancurkanmu." Rick menariknya ke atas dan Sage mengerang, karena rasa sakit di rusuknya. Semoga tidak ada satu pun yang patah.

“Kau meninggalkan sarapan karena tidak ingin teringat kawananmu.

"Kau tidak bisa tidur di malam hari karena melihat pemandangan yang ditinggalkan Geng untukmu dan kau mencoba menutupi deritamu sendiri sehingga tidak ada yang akan melihatmu terluka.

“Hal-hal seperti ini bukanlah sesuatu yang perlu kau abaikan. Kau harus melaluinya dan hanya dengan begitu kau bisa menjadi dirimu sendiri lagi.”

Air mata bergulir di pipinya. Rick memeluknya.

"Maaf, Sage, tapi kau harus merelakannya."

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok