Kota Requiem - Book cover

Kota Requiem

C. Swallow

Putau

MADDIE

Loch langsung menangkap pandanganku. Untuk sesaat, dia menyeringai karena mengenaliku, menatapku dari atas ke bawah, mengagumi pemandangan.

"Lihat, Maddie, teman barumu," kata Dominic sambil menyeringai. "Kenapa kau tidak menyapanya?"

Dominic memasukkan jarinya ke bahuku dan mencoba mendorongku ke arah Loch, tapi aku menolak.

Narkoba belum sepenuhnya menguasaiku, dan aku tidak akan membiarkan Dom menggunakanku seperti budak.

"Pergi saja ke neraka, Dom," semburku. “Aku tidak akan merayunya untukmu. Jika kau sangat ingin merampok Dobrzycka, kau bisa merentangkan kakimu sendiri.”

"Aku tidak bertanya, jalang kecil!" Dominic mendorongku ke dinding terdekat dan meletakkan tangannya di leherku.

Dengan setiap momen yang berlalu, narkoba semakin mengambil alih diriku, tapi aku masih berusaha melawannya.

Aku merasa di luar kendali untuk sebagian besar hidupku.

Orang tuaku telah meninggalkanku.

Aku dibesarkan di jalanan.

Aku harus mencuri untuk bertahan hidup.

Namun, satu hal yang selalu kukendalikan adalah tubuhku sendiri—bukan tugas yang mudah bagi seorang gadis muda di Kota Requiem —dan aku tidak akan kehilangan kendali malam ini.

"Kau tahu, Dom, kau sangat khawatir tentang mencuri permata berharga Loch... ketika permata yang harus kau khawatirkan adalah milikmu sendiri."

Aku menghantamkan lututku ke selangkangan Dominic—dengan keras.

Matanya melebar saat suara mencicit keluar dari bibirnya dan dia membungkuk ke lantai.

Ini satu-satunya kesempatanku.

Aku harus pergi dari sana.

Sekarang.

Aku tersandung ke kerumunan penari, yang begitu padat sehingga aku merasa seperti bola dalam permainan pinball, memantul ke segala arah tanpa akhir yang jelas.

Kelab Emerald sangat besar. Akan sangat mudah tersesat selamanya di labirin pesta pora yang tidak pernah berakhir ini, dan memang ada beberapa orang yang benar-benar tersesat.

Ada banyak desas-desus tentang orang-orang yang masuk ke Kelab Emerald dan tidak pernah keluar.

Namun, rumor yang paling tidak masuk akal?

Mereka dimangsa naga.

Kerumunan mulai kabur dan berubah bentuk lagi saat aku memikirkan naga. Aku tahu itu hanya halusinasi, tapi api hijau mulai menari-nari di atas kepalaku, dan aku bersumpah bisa merasakan panas yang nyata di wajahku.

Begitu memesona, dan aku ingin menatap mereka sepanjang malam…

Mereka mengingatkanku akan mata Dobrzycka bersaudara.

Sadarlah, Maddie!

Aku dengan cepat menepis rasa teler yang mendekat.

Putau ini menghantamku secara bertahap, dan aku harus segera keluar dari sini sebelum teler lagi, atau aku sungguh akan menjadi mangsa naga.

Aku berjuang untuk mengeluarkan ponselku, ketika siku-siku mengayun ke arahku dari segala arah.

Ayolah, Harry, aku sungguh butuh bantuan.

Maddieharry, ingat saat kubilang aku akan mengirimimu pesan jika ada yang aneh?
Maddieyah, kini situasi sudah mulai aneh
Harryaku mendapat lokasimu!
Harryapa yang terjadi?
Harrykau tertangkap??
Maddiedom membuatku teler
Maddyputau
Maddieaku kadang teler, kadang sadar
Maddietapi tidak tahu berapa lama akan bertahan
Harryastaga, mads
Harrybisakah kau keluar?
Maddieaku akan mencoba tapi
Maddiesial, Harry, ini begitu
Maddiegilaaaasss
HarryMads?
HarryMaddie, kau baik-baik saja?
HarryMADDIE!

Tiba-tiba lautan tubuh mengitariku, terasa begitu sensual dan luar biasa dan tidak ada lagi yang terasa penting.

Apakah aku telah pergi ke suatu tempat?

Kenapa aku ingin berada di tempat lain selain di sini?

Aku merasa sangat luar biasa.

Aku meraih pinggul gadis di sebelahku, dia meraihku, dan kami bergoyang mengikuti irama dalam perasaan kebahagiaan murni.

Seorang anak laki-laki dengan agresif mencengkeramku dari belakang, tapi aku tidak melawannya.

Yang kuinginkan hanyalah disentuh.

Aku tidak percaya kepada sihir, tetapi jika percaya, pasti seperti ini rasanya.

Perasaan euforiaku dengan cepat terkuras ketika aku menyadari bahwa Dominic berpegangan padaku.

Aku tidak bisa berlari, bahkan jika ingin, tapi Dominic bukan satu-satunya alasan…

Tiba-tiba aku terpaku kepada sepasang mata hijau zamrud yang melayang ke arahku.

LOCH

Tangannya gemetar.

Matanya berkaca-kaca.

Darah merah mawar menetes dari hidungnya.

Dia telah diberikan putau dalam dosis besar dan, dilihat dari penampilan pria yang menancapkan kukunya di pinggangnya, aku tahu itu tidak terjadi secara sukarela.

Ketika pria itu melihatku mendekat, dia mundur dan menghilang ke kerumunan, tapi aku tidak pernah kehilangan dia.

Aku tahu manusia jenisnya.

Pencuri amatir ini mengira dia licik, mencoba memanfaatkan Maddie untuk merampokku. Namun, aku bisa melihat setiap gerakannya. Caranya menguntit tepat di luar tepi penglihatanku—atau begitulah yang dipikirnya.

Aku akan bersenang-senang dengan yang ini sebelum menjadikan tulangnya sebagai tusuk gigiku.

Kerumunan tidak memberiku jalan seperti biasanya, karena semua orang sudah teler parah, tapi cukup mudah bagiku untuk menghampiri Maddie, yang sedang menari, tanpa menyadari apa pun yang terjadi di sekitarnya kecuali musik.

“Madeline!” Aku memanggilnya, tapi dia terus bergoyang.

Dia entah akan merasakan teler terbaik dalam hidupnya, atau berakhir di dalam ambulans, dan melihat dari jumlah darah yang keluar dari hidungnya, tebakanku jatuh pada ambulans.

Saat aku menjulang di atasnya, dia menatapku dengan mata terbelalak dan wajah polos.

Aku menyeka darah dari bibirnya dan memeriksa denyut nadinya saat dia memberiku senyum bingung.

Aku tidak tahu ada apa dengan gadis sialan ini yang membuat kulitku merinding, tapi aku merasakan getaran menjalari punggungku.

Ada sesuatu yang istimewa tentangnya, tapi aku tidak yakin kenapa…

Siapa sebenarnya kau?

MADDIE

Kupikir dia akan melakukan apa yang dilakukan semua pria di kelab—menggerayangiku, memanfaatkanku, merabaku —tapi sebaliknya, Loch meletakkan tangan lembut di bahuku dan berbalik untuk menghadapi Dominic, yang bersembunyi beberapa kaki di belakangku.

Masih terjebak dalam pengaruh putau, aku mulai menari. Berpikir itulah yang diinginkan Loch. Namun, dia memelukku erat, membuatku diam, dan yang bisa kulakukan hanyalah bersandar padanya.

Untuk kehangatan.

Untuk kenyamanan.

Seolah aku secara tidak sadar meminta bantuannya dengan mendesak.

Loch menatap Dominic, yang mencoba menyelinap pergi di antara kerumunan penari. Lalu menatap mataku.

Untuk kedua kalinya, aku merasa seperti bisa melihat api berkobar di lidahnya.

Apakah aku berhalusinasi lagi?

Pasti begitu.

Entah begitu atau dia akan menciumku. Setelah cara dia dan Hael memperlakukanku sebelumnya, aku tidak akan terkejut.

Namun, sebaliknya Loch dengan lembut menyeka bibirku dengan satu tangan dan meraih pergelangan tanganku dan memeriksa denyut nadiku dengan tangan lainnya.

"Madeline," katanya tegas. "Kau tahu di mana kau berada?"

"Ya."

"Kau dengan siapa?"

“Dominic. Aku... aku minta maaf.”

Aku tidak tahu kenapa mengatakannya. Aku hanya merasa harus mengatakannya. Hingga akhirnya merasa puas.

"Tidak, Madeline," kata Loch. "Aku yang minta maaf."

"Untuk apa?" Aku bergumam, penglihatanku menari bersama dengan lampu warna-warni.

"Untuk apa yang akan kau lihat selanjutnya," geramnya.

Dan dengan itu, Loch meraih tanganku dan menuntunku melewati kerumunan.

Ke mana? Aku tidak tahu.

Namun, hal berikutnya yang aku tahu, kami berada di bar dan Loch melingkarkan lengannya di bahu Dominic. Bingung dan tak berdaya, aku menatapnya.

Kenapa Loch tersenyum? Kenapa dia memesan sebotol wiski untuk mereka? Botol terbesar.

Loch mengambil botol itu, membuka tutupnya, dan menyerahkannya kepada Dominic.

Minum.

Dominic, dengan senang hati menurutinya, mengangkat botol itu dan mulai menenggaknya.

Namun, kemudian Loch menahannya dengan kuat. Menolak untuk membiarkan Dominic berhenti.

Dominic mulai tergagap, tidak mampu menenggak semua wiski. Sebagai tanggapan, Loch mencengkeram tengkuknya dan kemudian mendorong leher botol ke tenggorokan Dominic.

Ya Tuhan.

Aku seharusnya merasa ngeri. Namun, putau membuatku menatapnya seperti zombi.

Yang bisa kulakukan hanyalah menyaksikan Loch menyiksa Dominic, botol itu tersangkut di tenggorokannya, kemudian Loch membenturkan kepalanya ke bar.

Kaca pecah.

Darah ada di mana-mana.

Loch kembali mengambil kepala Dominic dan membantingnya lagi dan lagi ke pecahan kaca. Hingga yang tersisa hanyalah lautan darah.

Samar-samar, aku bisa merasakan orang lain bergerak mundur, berteriak. Namun, aku tidak menyadarinya. Ketika selesai dan Dominic jatuh seperti sekarung kentang ke lantai, Loch menyeka tangannya—apakah tangannya terbakar?—dan mengambil tanganku.

Sentuhannya membakar, tetapi tidak dengan cara yang menyakitkan. Itu adalah sensasi yang menyenangkan. Aku tidak punya waktu untuk memproses ini karena Loch membawaku keluar dari Kelab Emerald.

Semuanya mulai kabur, dan tubuhku mulai bergerak dalam gerakan lambat.

Kami berada di dalam mobil.

Tidak, sebuah bangunan.

Berengsek, aku ada di lift?

Naik ke lantai 100. Sebuah penthouse.

Sekarang aku di tempat tidur. Namun, ranjang siapakah ini?

Aku tidak punya waktu untuk bertanya-tanya. Karena, ketika aku mendengar pembicaraan penuh kekhawatiran dan merasakan selimut lembut meluncur di atasku, narkoba itu telah sepenuhnya menguasaiku, membuatku tidur, tidur yang nyenyak, membuat semua kekhawatiranku memudar.

Dan kemudian... tidak ada apa pun.

Aku berada di antah berantah.

Bukan siapa-siapa.

Aku bukan siapa-siapa.

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok