Galatea logo
Galatea logobyInkitt logo
Get Unlimited Access
Categories
Log in
  • Home
  • Categories
  • Log in
  • Get Unlimited Access
  • Support
Galatea Logo
Support
Werewolves
Mafia
Billionaires
Bully Romance
Slow Burn
Enemies to Lovers
Paranormal & Fantasy
Spicy
Dark
Sports
College
See All Categories
Rated 4.6 on the App Store
Terms of ServicePrivacyImprint
/images/icons/facebook.svg/images/icons/instagram.svg/images/icons/tiktok.svg
Cover image for Putri yang Hilang

Putri yang Hilang

Bab 6

EVERLY

Perjalanan ke rumah baruku panjang dan tidak nyaman. Tuan baruku memborgolku padanya sehingga tidak ada kesempatan untuk melarikan diri.

Rasanya kami telah duduk di sini dalam keheningan lama sekali karena aku mencoba untuk duduk sejauh mungkin darinya tanpa melepaskan lenganku.

Tiba-tiba, suaranya yang rendah dan serak terdengar, membuatku kaget.

“Kita akan segera sampai, dan ada beberapa hal yang perlu kau ketahui. Satu, kau milikku. Sampai aku memutuskan sudah bosan denganmu, kau tidak akan membiarkan orang lain menyentuhmu. Tidak ada laki-laki boleh bicara denganmu. Kalau aku tahu kau bergaul dengan salah satu anak buahku, kau akan dihukum berat. Paham?"

Aku segera mengangguk setuju. “Aku tidak bisa paham gelengan kepala. Gunakan suaramu. Aku ingin kau selalu memanggil aku Pak.”

"Y—Ya, Pak," aku bicara, tidak terburu-buru ingin tahu orang ini akan memberi apa sebagai hukuman yang pantas.

"Bagus. Dua, ketika aku tidak membutuhkanmu, kau akan membantu budak lain menjalani pekerjaan memasak dan membersihkan. Jodohku, Luna Mara, bertanggung jawab atas para budak selama waktu itu. Kau harus selalu menunjukkan rasa hormat kepadanya dan tidak akan mengomentari hal-hal yang kita berdua lakukan. Jika kau membuatnya kesal dengan cara apa pun, kau akan dihukum,” lanjutnya, dan mulutku menganga karena terkejut.

Dia punya jodoh???

“Hmm… Kalau kau punya jodoh lalu kenapa—” aku mulai bicara.

“TIGA, JANGAN BICARA TANPA IZIN!” dia berteriak kepadaku, memotongku.

Udara di sekitarku sepertinya bersenandung dengan kekuatan, dan aku menyadari dia menggunakan perintah alpha-nya padaku.

Aku tidak tahu banyak tentang manusia serigala, tetapi aku mendengar kalau alpha memiliki kemampuan untuk membuat siapa saja mendengarkan dan mematuhi mereka.

Orang yang tidak mempan dengan kekuatannya adalah orang-orang dengan kekuatan yang sama atau lebih tinggi, atau serigala yang memiliki alpha sendiri.

Seharusnya kekuatannya ampuh padaku, meskipun aku merasa tidak berhasil. Aku segera mengingat itu karena mungkin berguna nanti.

“APA KATA-KATAKU JELAS???” teriaknya, membuat perhatianku kembali kepadanya.

Aku panik mengangguk sebelum kaget saat menyadari kesalahanku.

Bahkan sebelum sempat memperbaikinya, dia meraih wajahku dengan satu tangan, menahanku dengan kasar saat dia meremas rahangku dengan erat.

“APA KATAKU SOAL MENGANGGUK?!”

Dia memelototiku sejenak sebelum melepaskanku agar aku bisa bicara. “Maaf, Pak. Itu tidak akan terjadi lagi, Pak,” kataku.

Kami memiliki klien seperti ini. Aku selalu bisa beradaptasi dengan cepat.

Aku rasa membayangkan soal keperawananku tidak lagi aman membuatku terganggu.

Selama di Bank Darah, aku selalu tahu kalau aku aman dari siksaan itu.

Ada banyak hal yang harus kulakukan, tapi seks bukan salah satunya. Fakta itulah yang membantuku menjadi begitu percaya diri.

Aku bertekad untuk menunjukkan nilaiku dan menjaga diriku terlindung dari pemerkosaan selama mungkin.

Aku selalu berharap akan menemukan cara untuk melarikan diri sebelum saat ini tiba.

Tiba-tiba, dia memukulku dengan punggung tangan. Keras. Rasanya wajahku akan meledak karena benturan. Mataku langsung pedih oleh air mata.

"Pastikan tidak terjadi," perintahnya sebelum duduk kembali di kursinya. Rupanya, percakapan sudah berakhir sekarang.

Hanya beberapa menit kemudian, kami berhenti di sebuah rumah besar bergaya Gotik. Hutan menyebar di depannya bermil-mil. Aku bahkan tidak bisa melihat ujungnya.

Tingginya empat lantai dan terbuat dari batu gelap.

Gargoyle dipasang di kedua sisi pintu masuk, dan beberapa lagi tampak di kedua ujungnya yang lebih jauh.

Pintu di sisi tuanku dibuka, dan dia keluar, menyeretku bersamanya sementara aku bergegas untuk menutup jarak saat lenganku ditarik menjauh dariku.

Ketika aku keluar, pria yang aku lihat di pelelangan mendatangi tuanku.

Matanya gelap karena nafsu saat perlahan-lahan menelusuri sepanjang tubuhku dengan seringai. Dia kemudian mengalihkan perhatiannya ke Alpha-nya.

"Aku rasa dia mungkin budak tercantik yang pernah kau beli sejauh ini, Pak," komentarnya sebelum tatapannya kembali kepadaku.

Alpha tertawa pelan sebelum menepuk bahu pria itu.

“Pasti. Dan kau akan mendapatkan giliran dengan dia seperti biasa setelah aku puas. Kemudian, setelah kau selesai dengannya, dia bisa dibagikan kepada yang lain,” jawab tuanku, dan mataku melebar saat wajahku memanas.

Aku langsung merasa mual. Aku melawan keinginan untuk membungkuk dan melawan sambil berusaha mengendalikan diri. Kuatkan dirimu, Everly.

Aku harus menemukan cara melarikan diri sebelum mulai diedarkan seperti mainan bekas.

Segera setelah dia selesai mengobrol, dia membawaku ke dalam rumah dan menaiki tangga spiral.

Kami hanya naik ke lantai dua sebelum dia membawaku ke ruangan di lorong di sebelah kanan.

Mataku langsung mulai memindai ruangan, mencari apa saja yang bisa digunakan untuk kabur, senjata atau rute pelarian, apa saja.

Ada tempat tidur besar bertiang empat dengan rantai tergantung di sana, dan aku menelan ludah. Ada bangku kayu polos di kaki tempat tidur.

Ada meja di sepanjang dinding dengan jendela di kedua sisinya. Di sebelah kanan ada dua pintu.

Tuanku berjalan mendekat dan membuka satu pintu untuk menunjukkan kamar mandi.

Pintu lainnya awalnya lemari tetapi tampaknya diubah menjadi tempat tidur untuk budak.

Ukurannya layak, tetapi tidak ada apa-apa kecuali kasur ukuran twin di lantai dengan bantal yang tidak rata dan selimut yang jelas telah usang.

Aku menahan desahan. Aku tidak ingin alasan apa pun untuk membuat marah tuan baruku, dan belum memikirkan apa yang berpotensi membuatnya marah.

Setidaknya urusan tidur lebih baik daripada yang kudapatkan dengan vampir.

“Ini tempatmu tidur sampai aku selesai denganmu. Dengan begitu, kau selalu ada di dekatku saat aku menginginkanmu.

Setelah itu, kau akan tidur di ruang bawah tanah dengan budak lainnya,” jelasnya.

Aku tidak menanggapi apa-apa, dan menahan diri untuk tidak mengangguk mengerti.

Dia berbalik ke arahku dan memasukkan tangannya yang bebas ke dalam saku celananya sebelum mengeluarkan kunci dan mengangkatnya di depanku.

“Aku akan membuka borgol ini sekarang. Jika kau mencoba lari, aku akan membuatmu menyesal.”

"Ya, Pak."

"Bagus."

Dia membebaskan pergelangan tangannya sendiri terlebih dulu sebelum membuka kunci tanganku.

Dia langsung meraih tanganku dan membawaku ke meja untuk meletakkan borgol di salah satu laci kecil.

Segera setelah laci ditutup, dia menarikku ke arahnya sehingga aku terjepit antara dia dan meja.

Napasku langsung bertambah cepat saat jantungku mulai berpacu. Aku benar-benar takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku harus mencari cara untuk mengulur waktu.

Cepatlah.

"Pak?" Aku bertanya, berharap dia tidak akan menghukumku karena bicara tanpa diajak.

"Ya, budak?"

“Apa yang kau sukai?”

Dia menyeringai kepadaku sebelum menunduk. "Mengapa kau ingin tahu, budak kecil?"

Nada suaranya menggoda dan membuat gigi mengilu. Namun, aku memaksakan senyum manis ke wajahku dan menatapnya.

Aku mengulurkan tangan dan perlahan menelusuri salah satu kerah jasnya sambil melawan keinginan untuk muntah sekali lagi.

Aku mendongak untuk bertemu dengan mata abu-abunya yang dingin. "Ya, bagaimana aku bisa menyenangkanmu kalau tidak tahu apa yang kau suka?"

Seringainya semakin lebar saat dia tertawa kecil. Dia mencondongkan tubuh lebih dekat sehingga bibirnya berada di sebelah telingaku.

Aku bisa merasakan napas hangatnya di pipiku, dan aku menggigil jijik.

"Seks. Aku menikmati seks. Semua jenis. Dan jangan khawatir soal menyenangkan aku, karena aku tahu kau bisa, pelacur kecilku.”

Dengan itu, dia mengangkatku dan melemparkanku ke meja di belakangku.

Satu tangan melingkari tenggorokanku saat dia meremas, tidak cukup untuk mencekikku, tapi cukup untuk membuatku lebih sulit bernapas.

Dia melayang di atasku, hidungnya dengan ringan menyentuh rahangku saat dia menghirup aromaku sementara tangannya yang bebas mulai meraba-raba payudaraku.

Tanganku sendiri mencakar lengannya sambil mencoba melonggarkan cengkeramannya di leherku.

“Tolong…,” aku mencoba berkata, meskipun aku hampir tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Aku ingin memohon kepadanya untuk berhenti, memberiku waktu, tapi aku tahu itu tidak ada gunanya.

“Kau mencoba mengulur waktu, budak. Kau cukup pintar, tetapi tidak cukup pintar,” gerutunya sebelum menggigit daun telingaku.

Jari-jarinya di tenggorokanku akhirnya pergi. Dia menegakkan tubuh saat melihat ke bawah ke arahku, dan aku melihat ngeri saat jari-jarinya berubah menjadi cakar tajam.

Dia membungkuk dan menggunakan kuku yang tajam untuk merobek kain tipis gaunku.

Aku merintih kesakitan saat merasakannya menempel di kulit paha bagian dalamku ketika dia merobek celah di tengah gaun itu.

Dia menyeringai jahat sebelum naik kembali ke atasku. Satu tangan meraih kedua tanganku sebelum menjepitnya di atas kepalaku.

Aku menggeliat di bawahnya mencoba melepaskan diri dari tangannya yang berkeliaran, yang untungnya telah mencabut cakarnya sekarang.

Perlahan-lahan turun ke tubuhku, dan kulitku dipenuhi dengan rasa jijik.

Dia menunduk dan menekan bagian datar lidahnya di atas puncak payudaraku melalui bahan tipis yang masih aku pakai.

Mataku terasa penuh dengan air mata dan kucoba mengedipkannya, tapi satu tetes jatuh di pipiku.

Aku terus berjuang di bawahnya; sayangnya, dia terlalu berat dan terlalu kuat.

Tangannya yang bebas meluncur di antara kedua kakiku, menangkupkan area paling pribadiku saat jari-jarinya yang kasar mencari pintu masuk.

Air mata mulai mengalir di wajahku ketika tiba-tiba, embusan angin besar membuat jendela terbanting terbuka.

Salah satu panel jendela pecah, menghamburkan pecahan kaca ke lantai. Tuanku dengan cepat berdiri dan melihat ke jendela yang sekarang rusak, tertegun.

"Apa-apaan ini?!"

Di sebelahku, di atas meja, ada pembuka surat dari logam. Ini gangguan yang aku butuhkan.

Tanpa berpikir dua kali, aku mengambil senjata itu dan menikamnya ke tenggorokannya sebelum berlari ke pintu.

Aku telah mencapai bagian bawah tangga ketika mendengar suara gemuruh yang mengguncang rumah. Aku tidak menoleh. Tidak ada kemewahan waktu.

Aku hanya terus berlari secepat kakiku akan membawaku. Aku langsung menuju hutan, berharap banyak tempat untuk bersembunyi.

Di belakang, aku mendengar benda-benda berjatuhan saat tuanku mulai mengejarku. Aku memaksa diriku lebih keras. Syukurlah para vampir membuatku tetap bugar.

Angin bertiup di sekitarku saat aku menuju ke hutan. Sepertinya ada badai atau semacamnya.

Aku menoleh ke belakang dan melihat tuanku dan beberapa anak buahnya berbaris di luar kastil, berusaha keras mendekatiku.

Namun, angin tampaknya menahan mereka saat mulai berputar. Mataku melotot melihat pemandangan itu.

Apa pun yang terjadi benar-benar tidak wajar. Aku mundur, ingin pergi sejauh mungkin karena tiga awan corong besar terbentuk entah dari mana.

Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Dengan cepat berbalik, aku mulai berlari lagi.

Aku tidak tahu punya waktu berapa lama. Aku harus bergerak. Aku bisa mendengar angin bergemuruh di belakangku dan suara hujan turun, tapi aku tetap kering.

Aku tidak repot-repot berhenti, meskipun aku melihat sekilas dari balik bahuku hujan turun hanya beberapa meter di belakangku.

Ini hampir seperti hujan mengikutiku…tapi itu tidak mungkin…kan? Mungkin aku akhirnya sudah gila.

Mengabaikan fakta kalau aku mungkin akhirnya gila, aku terus berlari menembus hutan. Aku melompati pohon tumbang dan akar-akar besar.

Aku mengabaikan semua di sekitarku kecuali jalan menuju kebebasanku dan suara langkah kaki yang menginjak bumi.

Rasa sakit di kakiku karena berlari tanpa alas kaki melewati hutan tidak berarti apa-apa bagiku. Setidaknya aku berhasil lolos sebelum tuanku merenggut keperawananku.

Setidaknya aku masih hidup. Meskipun aku tidak yakin entah sampai kapan.

Continue to the next chapter of Putri yang Hilang

Discover Galatea

ColtKiamatPeperangan SerigalaPutri Sang NagaMateo Santiago

Newest Publications

Serigala MileniumMerasa DibakarAkhir PerjalananAsisten Sang Miliarder TeknologiBerahi Tak Terkendali