Yakin Memilihmu - Book cover

Yakin Memilihmu

Luci Fer

Bab Lima

Trinity

Aku bangun keesokan harinya dengan rasa pengar. Aku meregangkan tubuh dan meraih ponselku, memeriksa jam.

Mengingat betapa larutnya kami pulang, aku tidak terlalu terkejut melihat jam sudah lewat pukul sebelas.

Ketika membuka kunci ponsel, aku melihat pemberitahuan pesan dan membukanya. Ada nama Stephen di layarku.

Aku meregangkan dan meraih ponselku untuk melihat pukul berapa sekarang. Mengingat betapa larutnya kami pulang, aku tak kaget melihat ini sudah pukul sebelas.

Saat aku membuka kunci ponsel dan mulai menggulir, kulihat pemberitahuan teks dan kubuka untuk melihat nama Stephen di kotak masukku.

“Selamat pagi, Cantik, kuharap kamu tidur nyenyak. Aku tidak begitu nyenyak karena memikirkanmu. Aku akan menjemputmu malam ini pukul 18.30. Aku telah membuat reservasi untuk pukul 19.00, semoga kamu bisa. Kirim alamatmu saat sudah bangun.”

Aku tersenyum sendiri saat membaca pesannya, gembira karena dia mengingat rencana kita malam ini dan berharap bisa melihat wajahnya yang tampan lagi. Kami akan bersenang-senang hanya berdua. Aku mulai mengetik balasan, “Aku tidur nyenyak. Apa kamu tidak tidur sama sekali? Mengirim pesan pukul enam pagi, padahal kamu pulang setelah kami. Kamu yakin masih bisa bangun malam ini?”

Aku menekan kirim dan menutup pesan, lalu mulai membuka Instagram. Kurang dari satu menit kemudian aku melihat balasan dari Stephen. "Percayalah, aku akan sangat siap meladeni cantikku malam ini."

Saat membaca pesan itu, aku tidak bisa menahan rasa geli pada tubuhku, celana dalamku langsung basah karena makna ganda di balik pesan itu. Aku mengencangkan pahaku agar sedikit lega dan menggigit bibirku sambil mulai mengetik balasan, “Serius? Apa yang membuatmu begitu bersemangat malam ini?”

"Kamu! Sejak kamu menciumku tadi malam, atau foto yang kamu kirimkan, aku sangat ingin merasakanmu di dekatku lagi.” Merasa berani dan sedikit terangsang sekarang, aku memutuskan menggodanya sedikit dan melihat reaksinya. Jika tidak ada reaksi, aku harus memuaskan berahiku sendiri.

"Ah, benarkah? Dan apa yang kamu ingin aku lakukan setelah aku dekat denganmu lagi?” Antisipasi ini membunuhku saat aku merasakan tegang pada tubuhku. Aku tidak bisa menahan diri lagi dan tanganku mengembara ke dadaku dan aku mulai membelai lembut putingku, yang sudah keras memikirkan Stephen.

"Oh tidak, Cantik, aku yang akan melakukan sesuatu kepadamu dan tubuh mungilmu yang nikmat itu." Persetan! Pria ini membuatku basah kuyup dan dia bahkan belum menyentuhku. Aku membiarkan jemariku membelai seluruh tubuhku, merangsangnya lebih jauh, sambil berpikir harus membalas apa, mendadak ponselku tiba-tiba berdering. . . Stephen!

Sial! Berengsek! Ya Tuhan, aku harap dia tidak tahu betapa terangsangnya aku sekarang.

Aku diam sejenak untuk menstabilkan napasku. Aku jawab panggilan itu dan mendekatkan ponsel ke telinga, mengucapkan selamat pagi. Aku mendengar desahan berat di ujung telepon sebelum suara Stephen terdengar. “Hmm, tolong katakan kepadaku bahwa kamu sama terangsangnya denganku sekarang?”

Aku merasa merinding di punggungku dan sangat tegang. Suaranya yang seksi dan serak telah membuatku lebih terangsang daripada sebelumnya. "Kukira hanya aku saja yang terangsang."

“Ini karena kamu, karena memikirkanmu! Tubuh itu, mmm, suara malas seksi yang terdengar saat ini. Tuhan, aku menginginkanmu!”

Aku mendengar geraman lembut melalui ponsel dan tiba-tiba tanganku berada di celana dalamku, kebutuhan untuk melepaskan hasrat ini meningkat secara dramatis karena geraman seksi pria ini. “Andaikan aku terbangun di ranjangmu.

Mendengar suara seksi di telingaku saat kau masih setengah tertidur. Merasakan tubuh cantik itu memeluk tubuhku. Sial, aku sangat terangsang.”

Merasa berani dan sangat terangsang, aku hampir terkejut karena mulutku sendiri. "Sungguh? Buktikan itu." Aku mendengarnya mengerang lebih keras saat aku menarik napas dalam-dalam, benar-benar terkejut atas ucapanku sendiri. “Ya ampun, maafkan aku, Stephen, yang begitu kasar kepadamu. Aku hanya. . . hanya. . .”

Persetan! Mengapa aku tidak bisa berkata-kata? Apa yang pria ini lakukan kepadaku?

“Hanya apa, Trinity? Katakan kepadaku . . .” Persetan! Aku tidak peduli lagi. Hampir membisik karena merasa benar-benar malu.

“Kau membuatku sangat terangsang.”

"Trinity?" Ya Tuhan! Aku sangat malu sekarang, apa yang telah kulakukan. Aku yakin dia bisa mendengar rasa malu dalam suaraku saat aku menjawabnya.

“Bagus, karena kamu membuatku sangat terangsang. Aku sedang masturbasi sekarang agar lebih lega. Aku berdebar-debar.” Sebelum aku bisa menahan diri, erangan keluar dari bibirku dan aku mendengar Stephen mengerang sebagai jawaban. "Sayang? Periksa ponselmu."

Hah? Tidak! Tidak mungkin, kan? Apakah dia benar-benar mengirim foto?

Aku menjauhkan ponselku dari telingaku, melihat notifikasi pesan baru. Aku membukanya dan itu dia. Bukti yang kubutuhkan bahwa Stephen sama terangsangnya denganku. “Ya Tuhan, mmm.”

Aku terpesona oleh ukurannya dan tiba-tiba tanganku masuk ke celana dalam dan mulai mengelus klitorisku dengan lembut. Aku tersentak saat mendengar suara Stephen melalui ponselku. “Hah, apa?”

Stephen tertawa pelan dan mengerang lagi. "Kau suka, Sayang?"

"Stephen, aku tidak bisa berpikir jernih sekarang, aku sangat terangsang."

“Seksi sekali, aku ingin kamu masturbasi untukku, bolehkah? Katakan kepadaku betapa basahnya dirimu. Aku ingin kau membayangkan jari-jariku yang menyentuhmu, masuk melalui lipatanmu yang basah, menemukan lubang manismu yang menunggu jari-jariku masuk ke dalam.”

“Aku sedang masturbasi, aku mendambakanmu. Jari-jariku pelan-pelan mengelusnya sambil membayangkan bagaimana rasanya jika itu jari-jarimu.”

"Belai lebih cepat, Sayang, tanganku mengocok penisku, berharap itu adalah tangan kecilmu yang lembut."

Punggungku melengkung dari tempat tidur saat aku memasukkan jari ke lubang vaginaku yang basah. Aku mengeluarkan erangan demi erangan saat mendorong jariku masuk dan keluar, foto Stephen masih di ponselku saat aku mendengar suaranya.

“Sial, Trinity, suaramu, erangan kecil yang sempurna saat kamu bermasturbasi untukku. Aku memompa begitu keras untukmu. Aku ingin mendengar erangan itu di telingaku saat aku menyetubuhimu. Kamu membuatku merasa seperti binatang, aku ingin memilikimu. Persetan! Teruslah mengerang untukku.”

Aku mulai mengerang lebih keras mengikuti dorongan Stephen, memasukkan jari kedua saat aku merasa semakin dekat untuk orgasme. “Bicaralah kepadaku, Sayang, kamu sudah hampir klimaks? Aku sebentar lagi klimaks, panggil namaku, Trinity. Aku ingin mendengarmu mengerang saat orgasme. Biarkan aku mendengarmu.”

Aku mendengar dia mengerang lebih keras, yang mendorongku lebih dekat dengan orgasme. Mendengar namaku keluar dari lidahnya, memohon kepadaku, aku merasakan geli mulai naik dan aku tahu aku hampir mencapai klimaks.

“Aww Tuhan, Stephen, aku sudah dekat. Aku tidak tahan lagi. Suaramu, eranganmu di telingaku!”

Ketika dia mendorongku mencapai kepuasan demi dia, untuk mencapai klimaks bersama dengannya, aku merasa tubuhku mulai kejang, membayangkan bagaimana rasanya jika dia benar-benar menyetubuhiku sekarang.

Rasa saat aku membayangkan tubuhnya menindihku. Semua tergambar jelas di bayanganku ketika aku mendengar Stephen mengerang, “Astaga! Aku klimaks, Trinity, ahh!”

Membayangkan sperma menutupi perutnya saat kami sama-sama memuaskan diri sendiri membuatku gila. Aku sedang dalam euforia, mendengarkan erangannya di telingaku saat dia orgasme.

Itu adalah momen terpanas yang pernah kualami, dan kami bahkan belum saling menyentuh secara intim. ”Wow! Sayang, apa yang kamu perbuat kepadaku, tadi sangat hebat! Suara yang kau buat, tidak seperti yang pernah kudengar sebelumnya.”

Wajahku terasa hangat, perpaduan dari gelombang kenikmatan dan suara Stephen di telingaku. “Mmm. . . luar biasa! Wow. . . Wow."

“Aku tahu, Sayang, aku tahu. Aku tidak sabar bertemu denganmu nanti dan mencium bibir lembutmu itu lagi.” Aku mengiakan, mengatakan kepadanya bahwa aku tidur sambil mengingat rasa ciuman dengannya.

Kami berbaring sebentar, mendengarkan suara napas masing-masing kembali normal. Aku merasa mataku menjadi berat, dan tubuhku terasa sangat rileks. “Mmm, cantikku yang manis. Kamu mengantuk, aku bisa mendengarnya dari suaramu.”

"Ya, aku merasa sangat rileks, Stephen."

"Dan aku hanya berharap aku dapat memelukmu sekarang saat kita tertidur sambil berpelukan." Aku mengungkapkan betapa aku pun menginginkannya.

“Cantik, simpan ponselmu dan tidurlah. Sebelum kau menyadarinya, aku akan berada di sana untuk menjemputmu.” Aku memberi tahu Stephen bahwa aku sudah tidak sabar, lalu dia menambahkan, “Cantik, mimpi indah, aku tahu aku akan bermimpi indah. Membayangkan suaramu saat mengerang.”

Aku menggigit bibirku, mengingat suaranya yang menggeram di telingaku belum lama ini. Stephen meminta untuk mengirim alamatku sebelum aku tertidur agar dia bisa menjemputku nanti dan aku berjanji akan melakukannya.

“Tidur nyenyak, Cantik, aku tidak sabar ingin melihatmu.” Kami menutup telepon dan aku mengirim alamat kepada Stephen dan memasang alarm agar ada waktu untuk bersiap-siap nanti. Aku akhirnya tertidur dengan suara Stephen bersenandung di pikiranku.

Next chapter
Diberi nilai 4.4 dari 5 di App Store
82.5K Ratings
Galatea logo

Unlimited books, immersive experiences.

Galatea FacebookGalatea InstagramGalatea TikTok