Natchan93
Aurora
Pagi menyingsing dengan matahari cerah menyinari suasana hatiku yang suram. Aku mengingat-ingat kata-kata ayahku dan berusaha keras untuk tidak memikirkan kejadian buruk semalam.
Aku mandi, lalu sibuk mencari sesuatu untuk kukenakan agar bisa kembali ke rumah pemimpin untuk mengembalikan pakaian pelayanku.
Dan juga untuk menghadapi Alpha Wolfgang tentang tadi malam.
Apa hal terburuk yang bisa terjadi? pikirku dalam hati.
Kalau dia tidak menyukaiku, dia bisa menolakku. Lalu kami berdua akan melanjutkan hidup masing-masing.
Namun, memikirkan penolakannya membuatku merinding.
Kalau dia menolakku, aku tidak akan memiliki jodoh seumur hidupku—tidak seperti dia, yang akan memiliki kuasa untuk memilih orang lain, meskipun tanpa hubungan apa pun.
Menjadi seorang Alpha, dia memiliki kuasa untuk menolak siapa pun yang sudah ditetapkan oleh Dewi Bulan sebagai jodohnya.
Bagaimana kalau dia menolakku? aku bertanya kepada diriku sendiri sambil merasakan setetes keringat dingin mengalir di pelipisku.
“Dia tidak akan menolakmu. Tenang. Bicara saja dengannya,” Rhea mencoba meyakinkanku.
“Rory! Bisa kamu turun ke sini sebentar?” teriak ibu tiriku dari lantai satu.
"Aku ke sana," jawabku. Aku menyisir rambutku dan memasang jepitan untuk menahan poniku, yang mulai terlihat sangat panjang.
Aku mewarisi rambut panjang sutra dan kulit pucat ibuku, sedangkan warna kastanyenya dan mata abu-abu kudapat dari ayahku. Aku hasil campuran lengkap dari keduanya.
“Aurora! Turun sekarang!” teriak ibu tiriku sekali lagi.
“Ugh! Apa masalahnya, sih, ini masih pagi-pagi sekali?” Aku menggerutu. Aku mengambil tas dengan seragam yang terlipat rapi di dalamnya, dan ponselku, lalu keluar dari kamar tidurku.
"Ada apa, Bu—," kata-kataku tercekat saat mataku terhubung dengan mata biru es yang menatap langsung ke arahku.
“Al-Alpha Wolfgang,” aku menarik napas karena terkejut. Dia berdiri di tengah ruang tamu kecil kami, bersama dengan Gamma-nya dan Bu Kala.
"Aurora, tunjukkan rasa hormat," desis ibu tiriku, berada di sampingku, di tangga bawah, membuyarkan kekagetanku.
"Oh, maafkan aku. Selamat pagi, Alpha Wolfgang, Gamma Remus, Bu Kala,” kataku sambil membungkuk hormat.
"Nn. Craton, kami di sini untuk mengambil sesuatu yang kau ambil dari pesta tadi malam saat kau pergi. Kami tidak akan menuntutmu dengan pencurian, tapi ini peringatan,” kata Gamma Remus.
“Mmm…sesuatu yang aku ambil? Aku belum mengambil apa pun.” aku kaget dan bingung. Apa yang mereka bicarakan?
“Mmm, kau membawa seragam pelayan tadi malam, Sayang,” jelas Bu Kala.
"Oh! Maksud kalian ini? Aku baru akan mengembalikannya…” aku mulai menjelaskan, tapi tiba-tiba disela oleh Alpha Wolfgang.
“Kawanan ini tidak menoleransi pencurian, Nona Craton. Kau beruntung kami hanya memberimu peringatan kali ini. Lain kali akan dicambuk sebagai hukumannya, dan kami akan menguncimu di penjara bawah tanah selama sebulan!”
Suaranya begitu keras sehingga aku mulai gemetar di tempat.
“Aku yakin pasti ada semacam kesalahpahaman, Alpha Wolfgang. Aku tahu Rory tidak akan melakukan hal seperti itu,” kata Bu Kala.
"Itu benar," Montana setuju. “Aku jamin, Alpha, Rory-ku bukan pencuri. Sesuatu atau seseorang telah melukai perasaannya. Dia berlari pulang sambil menangis tadi malam.”
Montana berdiri di depanku, mencoba membelaku. “Pastinya karena terburu-buru untuk pulang dengan selamat dari siapa pun yang telah menyakitinya, dia lupa mengembalikan seragam itu.”
Aku tidak bisa bicara. Aku gemetar, terpaku di tempat, menahan air mata yang siap menetes.
Kenapa Alpha begitu jahat kepadaku?
“Siapa yang menyakitimu, Rory?” Bu Kala tiba-tiba bertanya.
Aku menatap Alpha, yang memberiku kode peringatan diam-diam. Aku menutup mulutku rapat-rapat dan menunduk.
“Boleh aku bicara dengan Nona Craton? Sendiri?" Alpha Wolfgang bertanya.
Aku menatap Montana, yang melirikku, lalu melihat kembali ke tiga orang yang berdiri di depan kami.
“Mmm. Silakan,” katanya. Jantungku berdegup kencang karena panik. "Mari. Aku akan membuatkan kalian berdua secangkir teh.”
Dia mengantar Gamma dan Bu Kala ke dapur, meninggalkan aku sendirian dengan alpha.
Kami berdiri di sana dalam keheningan selama beberapa menit sebelum dia akhirnya berbicara.
“Aku akan mengatakan ini hanya sekali, jadi dengarkan baik-baik, Nona Craton. Aku adalah Alpha dari kelompok ini, yang terkenal karena kuasa dan kehebatanku dalam mengelola desa ini, seperti yang telah dilakukan oleh ayahku dan leluhurnya.”
Dia melihatku. “Banyak yang bertumpu harapan kepadaku. Terutama pada tipe jodoh yang aku hadirkan sebagai Luna-ku…”
Dia berhenti sejenak saat dia menilaiku dari ujung kepala sampai ujung kaki.
“Dan aku sangat yakin kau tidak memenuhi syarat. Aku harap, demi kebaikanmu sendiri, kau belum memberi tahu siapa pun. Karena kalau sudah, aku akan menyangkalnya.”
Itu dia. Aku menatapnya sambil dia berdiri di sana, ekspresinya tetap tenang seperti biasanya.
Ini yang paling aku khawatirkan. Dia akan menolakku.
Aku tidak akan berjodoh seumur hidupku.
"Kenapa aku tidak cukup baik untukmu, Alpha?" Aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya, suaraku yang gemetar hampir sepelan bisikan.
"Apa?"
“Aku bilang…kenapa aku tidak cukup baik untukmu? Kenapa kau akan mengutukku menjadi serigala tanpa jodoh? tanyaku, sekarang menatap lurus ke matanya.
Air mata mengalir deras di wajahku.
“Karena kau hanya orang biasa. Kau akan menjadi beban kalau aku memilihmu sebagai jodohku,” katanya.
Dia menggelengkan kepalanya. “Aku sudah memeriksa latar belakangmu. Kau tidak memiliki keterampilan ataupun kemampuan yang dapat membantuku sebagai seorang pemimpin, baik untuk memerintah maupun melindungi kawanan.”
Aku menundukkan kepalaku karena malu. Dia hanya menganggapku seperti itu.
Hanya beban. Orang yang tidak berharga. Seseorang yang tidak akan memberikan apa pun kepadanya kalau dia mengakuiku sebagai jodohnya.
“Aku…aku mengerti…” kataku, tidak berani menatap ke arahnya.
Bisakah hidupku jadi lebih parah lagi dari ini?